Menghitung Napas
Surabaya tidak sedingin telapak tanganmu
Menggenggam pertemuan, terjamu
Setelah memakan tahun perpisahan, membelah waktu
Masihkah dekap eratmu sehangat dahalu?
Sehabis kita menyempurnakan subuh di atas rukun
Dan aku, sabar menghitung napasmu tekun.
Surabaya, 22 Juli 2016
Lahir
Aku bercerita pulau-pulau yang tenggelam di mataku, sayang.
Aku bercerita musim yang kehilangan jadwal
Aku bercerita tentang jantung kehabisan derap
Aku bercerita desah menyulam lelah
Lalu, aku bercerita tentang airmata yang membasahi pelataran tanah
Tempat darah ibu, tumpah
Lalu kau
Derai tangis di wajah
Surabaya, 22 Juli 2016
Elegi Hujan
Aku membaca tubuhmuÂ
Seperti dahulu
Saat kau mnyelimuti aku dengan rindu
Lalu hujan merekat menjadi gigil yang hebat
Surabaya, 20 Juli 2016
Oleh: Hayyul Faridah*
*Mahasiswi UINSA Surabaya, jurusan Filsafat Agama, Smester VI. Aktifis FAMI Cabang Surabaya, dan Kompasianer, merupakan alumni dari Pondok Pesantren Annuqayah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H