Mohon tunggu...
Faridah Aufa Luqyanah
Faridah Aufa Luqyanah Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa/ UIN Surakarta

menulis, membaca.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menggagas Sinergi Islam dan Demokrasi dalam Masyarakat Modern

15 Oktober 2024   15:28 Diperbarui: 15 Oktober 2024   15:55 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Demokrasi dan Islam merupakan topik yang sangat penting dikalangan intelektual dan politikus, terutama di negara mayoritas Muslim.

 Pertanyaannya adalah, apakah Islam, yang mengatur aspek spiritual hingga sosial-politik, bisa selaras dengan prinsip-prinsip demokrasi modern seperti kebebasan berpendapat, hak asasi manusia, dan partisipasi politik?

Terdapat konsep musyawarah (syura) dan keadilan ('adl) dalam agama Islam yang mirip dengan prinsip demokrasi. Indonesia, Turki, dan Tunisia merupakan negara yang menunjukan prinsip demokrasi yang berjalan beiringa dengan nilai-nilai islam, asalkan ada kehendak politik dan keterbukaan dalam menafsirkan ajaran agama. 

Tetapi, masih ada tantangan dalam mengharmoniskan keduanya, terutama terkait hukum syariah, hak perempuan dan kebebasan beragama.  

Banyak ulama Muslim modern mencoba mengartikan kembali ajaran Islam untuk menjawab tantangan tersebut, dengan menunjukkan bahwa Islam bersifat dinamis dan dapat beradaptasi. 

Masyarakat Muslim semakin menginginkan nilai-nilai Islam terintegrasi dalam politik tanpa meninggalkan prinsip demokrasi yang membuat gagasan sinergi antara Islam dan demokrasi menjadi relevan. 

Sinergi ini penting untuk membentuk tata kelola yang terbuka dan adil, serta menghadapi tantangan global seperti radikalisme dan retorika rakyat.

Menafsirkan ulang prinsip-prinsip Islam yang mengutamakan keadilan, kehati-hatian, dan kesejahteraan sosial merupakan cara untuk mencapai sinergi antara Islam dan demokrasi di masyarakat modern. Kita juga perlu memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, seperti hak asasi manusia dan kebebasan individu. 

Dengan cara ini, kita dapat menyelaraskan nilai-nilai kita, seperti kebebasan politik, sekaligus dapat menciptakan masyarakat yang terbuka dan adil tanpa mengorbankan inti dari kedua sistem tersebut.     

Banyak ulama dan cendekiawan Muslim kontemporer berpendapat bahwa Islam tidak menolak hak asasi manusia, melainkan mengatur kebebasan individu dalam kerangka moral dan tanggung jawab sosial. 

Sehungan dengan ini, kebebasan individu harus seimbang dengan kewajiban untuk menjaga integrasi sosial dan mencegah kerugian bagi orang lain. 

Ini dapat dilihat sebagai bentuk kebebasan yang bertanggung jawab, selaras dengan gagasan demokrasi tentang hak dan kewajiban warga negara. Dalam konteks demokrasi modern, Islam dapat berkontribusi pada pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana kebebasan individu dan kepentingan bersama dapat diselaraskan. 

Pemahaman yang inovatif terhadap syariah dan penerapan prinsip-prinsip demokrasi dapat menciptakan keseimbangan antara kebebasan individu dan kepentingan kebebasan bersama, yang penting dalam menjaga keberagaman dan keadilan sosial di masyarakat.

Suatu anggapan bahwa hukum syariah dianggap terlalu kaku untuk diterapkan dalam demokrasi modern yang mengutamakan fleksibilitas dan perubahan berdasarkan kehendak rakyat ialah merupakan salah satu kritik utama terhadap gagasan sinergi antara Islam dan demokrasi. Syariah dipandang sebagai hukum ilahi yang sudah tetap dan tidak bisa diubah, sementara demokrasi mengizinkan hukum berubah melalui keputusan mayoritas. 

Penerapan hukum syariah secara literal sering dianggap bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi, terutama terkait kebebasan beragama, kebebasan berbicara, dan hak-hak perempuan. 

Misalnya, hukuman seperti rajam atau cambuk dalam syariah sering dikritik oleh aktivis hak asasi manusia karena dianggap melanggar hak-hak dasar individu. Ini menimbulkan pertanyaan penting: bagaimana mungkin dua sistem yang berbeda dalam filosofi satu berdasarkan kehendak rakyat, dan satu lagi berdasarkan hukum ilahi yang tidak dapat diubah dapat bersinergi tanpa menimbulkan konflik?

Salah satu pendekatan yang bisa diambil adalah dengan melihat bahwa syariah, meskipun dianggap tetap dan ilahi, memiliki ruang untuk pemahaman ulang (ijtihad) sesuai konteks zaman. 

Banyak ulama dan pemikir Muslim kontemporer berpendapat bahwa nilai-nilai inti dari syariah, seperti keadilan, kesejahteraan, dan kehati-hatian, bisa diterapkan dalam konteks modern tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi.

Demokrasi, di sisi lain, tidak hanya sekadar keputusan mayoritas, tetapi juga menekankan pada perlindungan hak-hak minoritas dan prinsip-prinsip keadilan sosial. 

Dengan demikian, jika ada dialog yang jujur dan terbuka antara pemikir Islam dan para pendukung demokrasi, keduanya dapat saling melengkapi. Misalnya, dalam sistem demokrasi, hukum bisa dibuat untuk melindungi nilai-nilai moral dan spiritual yang penting dalam syariah, sementara kebebasan dan hak asasi yang dihargai dalam demokrasi juga dapat diakomodasi dalam pemahaman modern syariah.

Pendekatan ini membutuhkan keterbukaan dalam memahami Islam sebagai agama yang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan demokrasi sebagai sistem politik yang tidak hanya tentang aturan mayoritas, tetapi juga tentang keseimbangan antara kebebasan individu dan keadilan sosial. 

Dengan cara ini, sinergi antara Islam dan demokrasi bisa terwujud tanpa mengorbankan hakikat dari keduanya.

Kesimpulannya, sinergi antara Islam dan demokrasi dalam masyarakat modern adalah sebuah ide yang memungkinkan ketika prinsip-prinsip inti dari kedua sistem tersebut dipahami secara mendalam dan dipahami ulang dengan bijak. 

Islam memiliki nilai-nilai yang sejalan dengan demokrasi, seperti keadilan, musyawarah, dan kesejahteraan sosial, yang dapat diterapkan dalam konteks demokrasi modern.

Namun, tantangan tetap ada, terutama terkait hukum syariah yang sering dianggap kaku dan berlawanan dengan kebebasan individu dan hak asasi manusia yang dijunjung dalam demokrasi. 

Pendekatan yang lebih terbuka melalui pemahaman ulang syariah (ijtihad) memungkinkan nilai-nilai Islam untuk beradaptasi dengan perubahan sosial tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasarnya.

Di sisi lain, demokrasi harus dilihat bukan hanya sebagai sistem yang berlandaskan mayoritas, tetapi juga yang melindungi hak-hak minoritas dan menjamin keadilan sosial. Dengan dialog yang terbuka dan keinginan untuk mencari titik temu, Islam dan demokrasi dapat saling melengkapi. 

Sinergi ini penting untuk membangun tatanan politik yang terbuka, adil, dan tertanam pada nilai-nilai spiritual yang kuat, serta tetap menghormati kebebasan individu dan hak asasi manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun