Antara takdir atau hanya kebetulan saja, semenjak dianugerahi anak kedua kehidupanku hampir berubah total. Semenjak itu saya memutuskan berhenti bekerja setelah hampir 9 tahun menjadi guru tidak tetap (GTT) di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Sidoarjo. Karier pekerjaan yang terbilang tidak singkat apalagi pekerjaan tersebut merupakan satu-satunya pekerjaan yang saya jalani setelah lulus dari Universitas Negeri di Surabaya.
Awalnya saya ragu apakah pilihan saya ini adalah pilihan yang tepat. Berat memang meninggalkan pekerjaan yang selama ini saya jalani walaupun secara ekonomi penghasilan suami saya masih terbilang kecukupan untuk hidup kami berempat. Karier dan profesi inilah yang membuat saya bangga walaupun status saya bukan seorang guru PNS tetapi saya bisa mengamalkan ilmu yang saya peroleh di bangku kuliah jurusan pendidikan.
Setelah satu bulan setelah saya keluar dari pekerjaan, saya merasa tertekan dan linglung dikarenakan tidak ada aktifitas diluar dan hampir setiap hari hanya melakukan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga seperti kebanyakan seorang istri atau ibu pada umumnya. Perasaan tersebut terus membayangiku selama hampir 3 bulan dan selama itu pula saya merasa salah dalam memilih pilihan keluar dari pekerjan.
Dalam kondisi linglung tersebut, tanpa disadari ada sesuatu hal yang hampir jarang sekali saya temui ketika saya bekerja yaitu kumpul bersama anggota keluarga walaupun diihari minggu sekalipun. Sekarang Setiap hari saya dapat menyaksikan suami dan anak saya berangkat dan pulang bekerja maupun sekolah. Maklum suami saya bekerja di salah satu PMA di wilayah Sidoarjo dengan jadwal shif yang tidak normal ( 11 hari kerja 1 hari libur) sehingga minim sekali waktu untuk ngumpul bersama.
Selain waktu kumpul bersama keluarga(family time) yang banyak, saya juga 100% dapat mengikuti perkembangan anakku yang kedua bahkan setiap detiknya. Hal yang tidak dapat saya rasakan pada perkembangan anak pertama saya. Setiap tawa, canda, tangisan bahkan teriakkannya menjadikan saya betah untuk terus dirumah dan perlahan lahan perasaan linglung dan tertekan hilang dari pikiran saya. Dorongan semangat dari suamipun tidak ada henti-hentinya terus mengguyur semangatku untuk bangkit dan move on dari perasaan tertekan setelah keluar dari pekerjaan. Seringkali untuk menghilangkan rasa kangenku ketika bekerja datang, suamiku selalu mengajak jalan-jalan dan liburan.
Pernah sekali saya bertanya pada anak pertama saya “kalau adik dititpkan saja biar mama bekerja”, dan jawaban yang kudengar sungguh membuat hati dan perasaan saya menangis karena jawabannya “jangan ma, kasihan nanti adik dicubit dan dimarahi lo…” mungkin jawaban yang merefleksikan pengalaman anak saya dan belum pernah saya dengar sebelumnya. Saya kemudian menangis dan membuang jauh-jauh pikiran untuk kembali bekerja.
Perlahan tapi pasti perasaan ingin kembali bekerjaku lama-lama pudar, walaupun belum 100% tapi jika ada pilihan lagi saya bekerja atau dirumah saya lebih memilih berada dirumah. Saya mulai menyadari bahwa seorang istri yang berada dirumah bukan berarti tidak dapat membantu suami dalam hal menambah penghasilan. Bahkan banyak juga kisah sukses istri dirumah yang memiliki penghasilan lebih besar dari suaminya. Banyak juga saya membaca litelatur mengenai usaha-usaha rumah tangga yang dapat menambah penghasilan dan yang terpenting memberikan saya suatu kegiatan.
Dalam bulan ke tiga setelah saya berhenti bekerja, saya mulai menikmati dan #BahagiaDiRumah. Banyak juga kegiatan yang dapat saya lakukan seperti mengikuti lomba blog, mencoba membuat kue yang nantinya akan saya jual via online sampai yang dengan mengikuti belajar dan perkembangan anak. Bahkan yang membuat saya terharu adalah anak saya yang pertama memiliki bakat seperti saya yaitu dibidang seni. Dalam sebulan terakhir sampai 3 kali anak saya ikut dalam lomba mewarnai tingkat TK kelas A, ya walaupun masih belum beruntung tapi terlihat sekali semakin lama hasil kreasi anak saya semakin bagus.
Sekarang saya mulai menyesali kenapa setelah berhenti bekerja saya sempat tertekan dan linglung padahal dibalik sebuah peristiwa yang terburuk sekalipun, dibelakang hari masih terdapat kebahagian yang lain, dan yang lebih terpenting lagi adalah bagaimana kita menyingkapinya. Dapat saya uraikan dan bagikan Tips kepada teman-teman yang membaca artikel yang saya buat ini agar jangan pernah mengalami kejadian seperti saya jika menghadapi masalah :
- Iklas terhadap apapun yang telah terjadi dan terus berusaha lagi untuk menjadi yang lebih baik lagi.
- Jangan lupa selalu berdoa karena semua yang terjadi didunia ini merupakan kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
- Berpikir postif karena semua kejadian adalah yang terbaik bagi kita yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
- Mengoptimalkan yang kita miliki karena sekecil apapun yang kita lakukan pasti dapat berguna bagi orang lain.
- Sayangilah orang disekitar kita karena merekalah yang akan selalu membantu dan menyemangati kita.
Perlu diingat sekali bahwa “Bahagiadirumah” mutlak diperlukan oleh sebuah keluarga karena merupakan lingkungan terkecil dalam sebuah kehidupan. Semua anggota keluarga harus memiliki rasa ini, rasa yang dapat mejaga keharmonisan dan kebahagian yang ada didalam keluarga. Bahagiadirumah itu mudah, cukup hanya menghormati, menyayangi, komunikasi dan yang terpenting adalah saling berbagi. Bagi saya rumahku tidak hanya sebagai istanaku melainkan sebagai surgaku.
Kebahagiaan disebuah rumah dapat memberikan dan meyebarkan manfaat positif ke lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah, lingkungan kerja bahkan sampai sebuah negara. Manfaat yang sama dengan Majalah Nova yang dalam Novaversary ke 28 tahun selalu berbagi manfaat positif kepada para pembacanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H