Mohon tunggu...
Farid Abdullah Lubis
Farid Abdullah Lubis Mohon Tunggu... Lainnya - Islamic Communications and Broadcasting Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta

Ngluruk Tanpo Bolo, Menang Tanpo Ngasorake, Sekti Tanpo Aji-aji, Sugih Tanpo Bondho ~ Hanya seorang pelajar yang ingin terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Karakter Mahasiswa Indonesia Bagaikan "Lato-Lato"

14 Februari 2023   17:42 Diperbarui: 14 Februari 2023   17:54 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tatkala semua beralih kepada suatu hal yang lebih modern dan canggih, tetapi hari ini kita terkena demam permainan "Lato-lato" yang mulai mengeksploitasi jati diri anak muda Indonesia. Tak jarang kita melihat segerombolan anak-anak yang diharapkan sebagai harapan bangsa nantinya yang bermain permainan lato-lato ini. Unik memang ketika permainan ini dijadikan salah satu perlombaan yang dipertandingkan oleh beberapa daerah di tanah air. Dimana lato-lato saat ini menjadi giroh baru yang sedang viral hampir seluruh penjuru Indonesia.

Sebelum itu, walaupun masih simpang siur, ada beberapa literatur yang mengatakan jika lato-lato merupakan sebutan permainan tradisional daerah Bugis. Masyarakat Makassar menyebutnya katto-katto dan masyarakat jawa menyebutnya etek-tek. Tapi ada juga yang mengatakan jika lato-lato ini bukan permainan asli Indonesia, melainkan mainan ini pertama kali muncul di era 1960 dan semakin popular satu tahun berikutnya di Amerika dan disebut clackers.

Yang membuat kita semakin terheran-heran, jika di Torquay (sebuah kota di pesisir selatan Devon, Inggris) mainan yang mungkin banyak diantara kita terganggu dengan bunyi dari benturan dua buah bijinya, malah menimbulkan kekacauan. Awal mulanya clackers mirip dengan boleadoras atau senjata pilihan untuk gaucho (alat yang digunakan oleh koboi) di Argentina. Tapi boleadoras ini diadopsi menjadi mainan bagi anak-anak di Inggris. Bukannya menjadi mainan yang disukai, malah clackers ini membuat kegaduhan. Hal itu ditandai dengan banyak anak kecil yang terluka dan bahkan ada yang sengaja melukai orang lain. Peristiwa itu lalu mendorong pemerintah Inggris melarang anak-anak membawa dan memainkan "Lato-lato".

Saat mula kehadirannya, bahan lato-lato ini terdiri dari bahan kaca. Itu lah sebab utama dari kerusuhan tersebut karena ketika dimainkan rentan untuk pecah dan meledak akibat benturan bolanya. Kemudian pecahan dari clackers ini bertebaran dan akhirnya mengenai tubuh si pemain bahkan menyebabkan cedera serius. Sehingga pada tahun 1985, pemerintah Amerika resmi menetapkan clackers ini sebagai mainan yang berbahaya.

Analoginya dengan karakter kita

Kerap kali masyarakat +62 selalu ikut-ikutan dalam hal yang viral, mulai dari Citayam Fashion Week di zebracorss Stasiun BNI City, kemudian ada trend NGL, dimana NGL ini adalah sebuah aplikasi yang membuat seseorang bisa mendapatkan pesan atau komentar dari orang lain yang kita tidak bisa melihat siapa yang mengirimkan pesan tersebut, selanjutnya timbulnya berbagai challenge yang viral di media sosial akhir-akhir ini, kemudian sempat ada permainan "Among Us" yang hadir diawal covid-19 lalu, bahkan sekarang muncul lato-lato yang mendadak hadir ditengah-tengah kita.

Hal ini tentunya menghadirkan stigma bahwa masyarakat Indonesia saat ini latah (suka dan mudah) ikut-ikutan trend gaya hidup (life style), dan itu menandakan orang Indonesia yang inferiority (rendah diri) dan overproud (bangga berlebihan). Kelatahan dengan mengikuti trend gaya hidup (penggunaan produk teknologi, olahraga, fashion, kuliner dll.) merupakan cara orang yang inferiority untuk mendapat perhatian dan pastinya mementingkan eksistensi diri.

Dalam pandangan akademisi, fenomena itu disebut Konformitas, tapi apa makna dari Konformitas? Suryanto dalam bukunya yang berjudul Pengantar Psikologi Sosial menjelaskan bahwa konformitas itu sebagai kecenderungan seseorang untuk mengubah perilaku serta persepsi dirinya untuk menyesuaikan dengan keinginan orang lain. David G. Myers seorang profesor psikologi di Hope College di Michigan, Amerika Serikat mengatakan jika konformitas berarti transformasi tingkah laku pada diri seseorang yang diakibatkan dari pressure sekelompok masyarakat. Myeres juga menambahkan bahwa konformitas tak semata menjadikan personalitas diri sebagai orang lain, melainkan disebabkan dampak perilaku orang lain baik itu yang dilihat maupun hanya sekedar hayalan.

Misalnya saja, ketika kita melihat tokoh yang didambakan memakai pakaian branded, kita sebagai penggemarnya pun mengikuti gaya pakaian si orang yang kita idolakan. Adalagi masyarakat yang ingin menjadi Rafathar, karena kehidupan yang glamor dan semua serba ada dan tentunya ori. Beberapa orang pun rela membeli dan mengikuti gaya hidup Rafathar. Walaupun kita tahu, akan sangat sulit bisa menyamakan gaya hidup kita dengan seorang anak kecil yang bernama Rafathar anak dari presenter sohor di Indonesian, yaitu Raffi Ahmad.  

Hal itu semata-mata dilakukan tanpa sebab, karena faktanya setiap manusia mempunyai hasrat untuk dipuji dan disukai, tentu salah satu caranya adalah menerapkan konformitas terhadap apa yang dia inginkan agar tak terjadi penyudutan dan agar ia diterima didalam sebuah kelompok sosialnya. Fenomena munculnya "Lato-lato" ini mengingatkan kita dengan istilah HomoLudens, yaitu Sebuah konsep yang memahami manusia sebagai makhluk pemain yang suka memainkan permainan. Homoludens sendiri merupakan konsep yang muncul atau ditemukan dalam kebudayaan. Setiap kebudayaan memperlihatkan karakter manusia sebagai makhluk yang suka bermain. 

Tentu dengan penjelasan diatas, sudah tergambar dipikiran kita apa itu Homo Ludens juga keterkaitan lato-lato yang membuat semua orang tanpa pandang umur, berang yang seakan-akan kita diingatkan kembali dengan permainan rubic dan tetris di masa lampau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun