Sebuah sistem kapitalis pasar, sebagai bukti di Uni Eropa dan kajian yang dilakukan oleh Bank Dunia menunjukkan indikasi bahwa tujuan ambisius memang menyajikan ruang bagi ekonomi untuk tumbuh dan membuat perubahan. Suara-suara yang berasal dari dalam lingkaran kebijakan juga meningkatkan peringatan mengenai pembangunan yang bermasalah dari pergerakan militan yang menarik radikal yang berasal dari berbagai macam politik. Kajian baru-baru ini yang dilakukan oleh pusat riset Jerman yang bekerja sama dengan Universitas Indonesia menunjukkan generasi baru jihad bergabung dengan Marxist militan dan begitu juga sebaliknya. Ahli terorisme memperingatkan bahwa para radikal sedang berjalan di atas ban berjalan untuk menjadi radikal dan tiap kali ideologi radikal baru datang yang mendukung militan individu untuk memilih ideologi baru yang sesuai dengan radikal. Peneliti senior dari suatu kajian yang tidak mau disebutkan namanya karena kajiannya masih berjalan mengatakan,”
Pejabat kebijakan harus lebih memahami secara strategis ancamana keamanan non tradisional yang baru yang diciptakan oleh gerakan hijau di negara berkembang. Euforia ini sering mengabaikan dampak nyata dan efek samping yang tidak diinginkan dari menciptakan aktivitas militan yang jarang dimengerti dan sering dihentikan sebagai percekcokan tanpa mempertimbangkan militan baru yang muncul di tahun-tahun sebelumnya memiliki keterlibatan yang dalam bagi pejabat pembuat kebijakan. Meskipun negara-negara maju memiliki sistem demokrasi yang kuat, negara-negara seperti Bangladesh, Sri Lanka atau Indonesia sedang berjuang dengan makna gerakan jihad, tidak masalah radikal baru hilang.” Dia juga berkata, “Kami sedang mencari militan kiri baru dengan perspektif perang dingin, dengan lenda komunis pra-1991. Radikal baru memiliki sangat sedikit kesamaan dengan komunis yang berharap mengacu pada gerakan komunis nasional sebagai titik referensi sejarah. Mereka bagaimanapun juga sama kerasnya dengan para jihad.”
Tapi para peneliti membantah bahwa gerakan hijau mempunyai kesempatan kepada masyarakat untuk berkontribusi secara positif kepada pembangunan gerakan masyarakat sipil. “Kita perlu membedakan perubahan demokratis yang nyata dan adapatasi ideologi Marxist lama hanya demi kepentigan taktik kampanye yang bagus. Taktik yang diterapkan di Eropa atau Amerika Serikat mungkin tidak bisa diterapkan di Asia. Kegagalan untk memahami kekuatan-kekuatan ini memperlancar sebuah gelombang kekerasan baru dan akan merugikan bagi kelompok-kelompok masyarakat sipil yang berakibat undang-undang yang lebih ketat dan respon yang lebih kasar. Greenpeace, Rainforest Action Network dan Forest Peoples Programme memaksa APP untuk tunduk. Tapi dengan harga apa yang harus dibayar? Mengambil pandangan dari orang-orang di wilayah miskin Indonesia adalah ukuran yang masyarakat bisa rasakan bahwa Greenpeace dan banyak lainnya telah dijual ke APP untuk secuil uang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H