Pada umumnya pernikahan beda agama tidak dikehendaki di dalam Perjanjian Lama (PL). Alasannya adalah kekuatiran bahwa kepercayaan kepada Allah Israel akan dipengaruhi ibadah asing dari pasangan yang tidak seiman (Ezr. 9-10; Neh. 13:23-29; Mal. 2:10).
Larangan yang eksplisit terdapat dalam Ul. 7:3-4, “Janganlah juga engkau kawin-mengawin dengan mereka: anakmu perempuan janganlah kauberikan kepada anak laki-laki mereka, ataupun anak perempuan mereka jangan kauambil bagi anakmu laki-laki; sebab mereka akan membuat anakmu laki-laki menyimpang dari pada-Ku, sehingga mereka beribadah kepada allah lain. Maka murka TUHAN akan bangkit terhadap kamu dan Ia akan memunahkan engkau dengan segera.”
Gereja Kristen Indonesia (GKI) menerima dan dapat melaksanakan pernikahan beda agama dengan syarat, jika salah seorang calon mempelai bukan anggota gereja, ia harus bersedia menyatakan secara tertulis dengan menggunakan formulir yang ditetapkan oleh Majelis Sinode bahwa:
- Ia setuju pernikahannya hanya diteguhkan dan diberkati secara Kristiani.
- Ia tidak akan menghambat atau menghalangi suami/isterinya untuk tetap hidup dan beribadat menurut iman Kristiani.
- Ia tidak akan menghambat atau menghalangi anak-anak mereka untuk dibaptis dan dididik secara Kristiani. (Tata Laksana GKI Pasal 29:9.b)
4. Menurut Agama Hindu
Dalam agama Hindu di Bali istilah perkawinan biasa disebut Pawiwahan. Wiwaha atau perkawinan dalam masyarakat hindu memiliki kedudukan dan arti yang sangat penting, dalam catur asrama wiwaha termasuk ke dalam Grenhastha Asrama. Disamping itu dalam agama Hindu, wiwaha dipandang sebagai sesuatu yang maha mulia, seperti dijelaskan dalam kitab Manawa Dharmasastra bahwa wiwaha tersebut bersifat sakral yang hukumnya wajib.
Adapun syarat-syarat wiwaha dalam agama Hindu adalah
- Perkawinan dikatakan sah apabila dilakukan menurut ketentuan hukum Hindu.
- Pengesahan perkawinan harus dilakukan oleh pendeta/rohaniawan atau pejabat agama yang memenuhi syarat untuk melakukan perbuatan itu.
- Suatu perkawinan dikatakan sah apabila kedua calon mempelai telah menganut agama hindu.
- Berdasarkan tradisi yang berlaku di Bali, perkawinan dikatakan sah setelah melaksanakan upacara byakala/biakaonan sebagai rangkaian upacara wiwaha.
4. Menurut Agama Budha