Hari ini Mahkamah Konsititusi (MK) memutuskan bahwa pengangkatan wakil menteri yang dilakukan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudoyono (SBY) ternyata inkonstitutional. Hal ini  sehubungan dengan  penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara adalah konstitusional yang mengatakan  "Yang dimaksud dengan Wakil Menteri adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet."
Sejak awal memang terlihat ada keanehan dalam pengangkatan wamen tersbut terutama mengenai ketentuan pejabat karir sebagai syarat menjadi wamen di kementrian, artinya wamen harus orang yang benar-benar berkarir dalam kementrian tersebut dan sudah menduduki eselon tertentu.
Ternyata banyak wakil menteri yang diangkat bukan dari pejabat karir, yang tiba-tiba saja dimasukkan ke dalam kementrian, padahal orang tersebut belum punya pengalaman/karir di departmen yang bersangkutan, salah satunya adalah Denny Indrayana, yang dosen UGM diangkat menjadi wamen Hukum dan Perundang-Undangan.
Selain masalah latar belakang yang bukan pejabat karir di kementrian tersebut, sebenarnya saat akan diangkat, Denny Indrayana juga belum memenuhi syarat eselon untuk menduduki jabatan wamen, anehnya justru aturannya dirubah supaya Denny memenuhi syarat, syarat eselon diturunkan. Mungkin hal ini tidak terlihat aneh kalau aturan ini juga diberlakukan kepada orang lain. Terlihat perubahan aturan ini dibuat hanya untuk memuluskan Denny menjadi wamen.
Beberapa waktu sebelumnya, Pak Anggito Abimanyu (AA) yang benar-benar pejabat karir di Depkeu gagal menjadi wakil menkeu hanya karena eselon belum memenuhi syarat, padahal Pak AA sedang menunggu kenaikan tingkat eselonnya, dan sudah lama berkarir di kemenkeu dan sudah punya pengalaman memegang berepa jabatan struktural di kemenkeu. Pak AA sudah pernah menduduki jabatan eselon I-B secara de jure dan de facto, dan secara defacto,sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan, saat itu sudah menduduki jabatan eselon I-A tapi SK nya lambat turun
Biasanya menteri sebagai jabatan politis dan diisi oleh orang partai jadi perlu dibackup oleh pejabat karir yang lebih banyak tahu hal-hal teknis. Tapi selama ini, Dirjen dan Sekjen Kementrian seharusnya bisa membackup menteri yang dari jalur politis, jadi tidak perlu wakil menteri. Jaman orde baru juga tidak ada wakil menteri, tapi karena yang diangkat menteri walau pun dari jalur partai, tapi tetap yang memiliki kompetensi terutama untuk kementrian ekuin, adalah teknokrat dan ahli ekonomi.
Pengangkatan wamen itu terlihat sekali karena tidak beraninya SBY melakukan reshuffle kabinet, padahal banyak menteri yang berkinerja buruk, tapi karena mewakili parpol pendukung, SBY segan untuk mengganti karena takut dukungan akan berkurang. Lalu akal-akalannya diangkatlah wamen. Bukannya mengganti menteri yang tidak berkompeten, tapi malah memasang wakil menteri. Jadi selain alasan inkonstitusional, pengangkatan wakil menteri juga inefisien.
Untungnya-SBY bukan pelatih sepakbola Karena Anggito bukan tim hore Jabatan Wamen Konstitusional Pengangkatannya Inkonstitusional Tanpa Wamen Pemerintah Bisa Berhemat Rp 15 Miliar Per tahun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H