Mohon tunggu...
Farid Mardin
Farid Mardin Mohon Tunggu... -

.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Satu Zona Waktu Indonesia, GMT +8

13 Maret 2012   08:11 Diperbarui: 4 April 2017   18:31 20586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ide  pemerintah untuk menggunakan satu zona Waktu Indonesia (WI) yang selama ini dibagi dalam 3 zona waktu, Waktu Indonesia Barat (WIB), Waktu Indonesia Tengah (WITA) dan Waktu Indonesia Timur (WIT) dengan alasan untuk meningkatkan produktivitas sangat menarik untuk dicermati.

Mungkin ide ini muncul dengan melihat kebijakan Daylight Saving yang diterapkan oleh banyak negara yang mengalami 4 musim karena posisi matahari dan bulan selama setahun berubah relatif terhadap posisi negara-negara tersebut. Di negara 4 musim, saat musim panas (summer), waktu siang lebih panjnag daripada waktu malam, sementara pada musim dingin (winter), waktu malam lebih panjang dibanding waktu siang. Hal ini lah yang membuat adanya kebijakan Daylight Saving Time (DST), di mana saat musim panas, matahari lebih cepat terbit sehingga waktunya digeser maju sejam (summer time) dari waktu musim dingin (winter time).

Setiap enam bulan sekali waktu disesuaikan sesuai posisi matahari. Contohnya di beberapa negara Eropa, di musim semi dan musim panas  waktunya adalah GMT+2 sementara di musim gugur dan musim dingin waktunya lebih lambat satu jam, yaitu adalah GMT+1. Apa keuntungan bagi negara-negara yang menerapkan kebijakan DST ?.  Konon katanya,keuntungan pertama adalah dari penghematan konsumsi energi listrik. Dengan memanfaatkan sinar matahari yang lebih lama selama summer time . Tapi hal ini masih menjadi perdebatan apakah benar pengurangan konsumsi listrik dan keuntungan ekonomis lainnya. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan menyimpulkan hal yang bertotal belakang. Beberapa penelitian membuktikan bahwa penerapan DST ini bisa menghemat konsumsi energi listrik, tapi beberapa penelitian lainnya justru menyimpulkan kebalikannya.Penerapan DST ini masih menjadi perdebatan antara yang pro dan kontra. Alasan-alasan yang pro dan kontra penerapan DST bisa dibaca di sini. Kembali ke masalah ide penyatuan WIB, WITA, dan WIT, apakah memang akan bisa memberikan keuntungan secara ekonomi?. Tentu masih perlu kajian yang mendalam. Bahkan Amerika pun tidak memperlakukan kebijakan satu zona waktu untuk negaranya. Tapi secara kasar bisa dibayangkan seandainya Indonesia menggunakan zona waktu GMT +8, atau mengikuti zona waktu WITA, maka bisa dibayangkan jam 6 pagi WI di Aceh masih gelap sementara jam 7 pagi di Merauke sudah terang benderang. Orang-orang yang sekolah dan kerja di ujung Barat Indonesia harus berangkat ke sekolah dan ke tempat kerja ketika hari masih gelap, sementara yang bekerja dan sekolah di Merauke berangkat sekolah dan ke kantor sudah terlalu siang. Ada alasan lain yang diberikan oleh yang pro kepada usul penyatuan satu zona waktu untuk Indonesia menjadi GMT+8 adalah karena ekonomi dan produktivitas Malaysia dan Singapore yang menggunakan zona waktu GMT+8 yang lebih dulu dari sejam dari WIB (GMT+7) . Apakah benar karena lebih dahulu satu jam maka ekonomi mereka jadi lebih maju ?. Tentu tidak bisa langsung disimpulkan, harus melalui tahap pengkajian yang mendalam. Tapi secara kasar kita bisa membandingkan dengan negara-negara yang 12 jam lebih lambat dari Indonesia di Benua Amerika (GMT -5) dan yang 6 jam lebih lambat dari Indonesia di benua Eropa (GMT +1), ternyata ekonominya juga lebih maju. Bahkan Amerika juga tetap membagi negaranya ke dalam beberapa zona waktu, tidak menggunakan satu zona waktu. http://faridm88.multiply.com/journal/item/164

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun