Mohon tunggu...
Farid Mardin
Farid Mardin Mohon Tunggu... -

.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kenapa Saya Yang Dituduh Melakukan Justifikasi Penipuan Gelar?

9 Januari 2012   14:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:07 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Sebenarnya saya tidak suka ikut ribut dan polemik yang sering terjadi di Kompasiana. Saya selalu membatasi diri saya untuk tidak berkomentar di tulisan-tulisan yang menjadi polemik di Kompasiana. Ada pun kalau saya berkomentar, itu sekedar memberikan fakta yang bisa dijadikan bahan diskusi oleh yang sedang berpolemik, dan saya sendiri tidak ikut menjudge dan memihak kepada salah satu pihak yang berpolemik.

Hari ini saya merasa perlu membuat tulisan terbuka untuk mengklarifikasi tuduhan kepada saya. Supaya lebih runtut, saya akan menceritakan kronologisnya. Saya ikut berkomentar di tulisan Daveena (http://media.kompasiana.com/new-media/2011/12/22/gelar-s3-itu-punya-siapa/).Walau pun polemik itu sudah lama terjadi, tapi saya tidak pernah ikut berkomentar di tulisan-tulisan terkait sebelumnya. Saya ikut berkomentar di tulisan Daveena hanya untuk mengkonfirmasi bahwa tulisan yang dijadikan acuan oleh Daveena itu memang pernah saya baca. Coba baca komentar saya di situ, apakah ada menuduh seseorang melakukan penipuan gelar ?

Setelah itu, saya membaca sebuah tulisan yang mengatakan bahwa kasus perseteruan Daveena Vs Mbahwo sudah selesai, dan semua pihak diminta untuk tidak membuat tulisan dan berkomentar menyinggung-nyinggung masalah itu ( http://media.kompasiana.com/mainstream-media/2011/12/23/salam-hormat-buat-daveena-dan-mbahwo/).

Dan memang sampai beberapa lama, tidak ada lagi tulisan yang menyinggung-nyinggung kasus tuduhan"penipuan" gelar oleh Mbahwo, sampai pada beberapa hari lalu, ada tulisan yang judulnya justru membawa pembaca untuk mengingat kasus itu lagi. Bagi pembaca yang memang mengikuti kasus itu akan tahu seperti apa dulu polemiknya, dan bagi pembaca yang dulu tidak mengikuti kasus itu, mungkin penasaran untuk mencari tahu, kasus "penipuan" apa yang dimaksud. http://filsafat.kompasiana.com/2012/01/04/bertemu-mbahwo-tokoh-yang-disangka-penipu-di-kompasiana/

Menurut saya, judulnya saja sudah membuat orang penasaran untuk membaca kata "penipu" itu. Dan karena setahu saya kasus ini sudah dianggap selesai, harusnya jangan lagi ada pihak-pihak yang membuat tulisan baik judul, isi tulisan, dan komentar yang menyinggung masalah itu. Makanya saya berkomentar di tulisan itu, kalau judulnya membuat orang akan mengingat kasus itu lagi. Walau pun isinya tidak membahas masalah kasus itu, tapi dengan judul seperti itu akan mengungkit kasus itu lagi. Apalagi menurut penulisnya, dia tidak sedang membahas kasus tuduhan penipuan itu  karena dia tidak mengikuti kasusnya sejak awal. Lalu kalau memang bukan membahas kasus itu, mengapa dia memilih judul seperti itu ?.

Dalam komentar saya, selain mempertanyakan judul tersebut, saya juga mencoba menjelaskan tentang polemik tersebut berdasarkan apa yang saya baca. Walau pun saya hanya berkomentar 2 kali di tulisan Daveena, tapi saya juga membaca semua tulisan terkait dan komentar-komentar terkait. Dan menurut persepsi saya, tidak ada yang menuduh Mbahwo itu penipu, hanya mempertanyakan benarkah gelar Doktor (S3) yang diakui oleh Mbahwo dalam komentarnya di tulisan Rosiy

Saya juga hanya memberikan informasi kalau ingin mengetahui gelar seorang dosen, bisa dilihat di website Dikti.Dan dalam komentar saya tidak ada tuduhan kalau Mbahwo itu melakukan penipuan gelar. Karena komentar saya tersebut, saya dikirimi inbox oleh Dian, katanya ada pesan dari Mbahwo agar saya membaca tulisan di websitenya (www.Mbahwo.com), yang judulnya Jawaban Untuk Mas Farid Dkk. Awalnya tulisan itu diset protected, dan saya diberi password untuk bisa membukanya, tapi tadi ketika saya membuka website Mbahwo.com tersebut, tulisan itu sudah bisa dibuka tanpa password dan bisa dibaca oleh umum.

Saya sangat kaget membaca isi tulisan itu, terutama dalam paragraf berikut ini,

Dan kekecewaan kami menjadi semakin mendalam ketika saudara Farid dengan serta merta menjustifikasi lagi bahwa mbahwo.com melakukan penipuan gelar, sampai membawa-bawa EPSBED.

Padahal di komentar saya dalam tulisan Hilda, tidak ada satu kalimat pun yang mengatakan kalau saya menjustifikasi Mbahwo melakukan penipuan gelar. Saya hanya memberikan link website Dikti itu agar pihak-pihak yang selama ini concern mempermasalahkan gelar Mbahwo bisa memeriksa langsung ke direktori tersebut.

Yang sangat saya sayangkan, kenapa kalau memang jawabannya seperti itu, dibuat untuk saya, yang menurut saya salah sasaran, karena sejak awal saya tidak pernah mempermasalahkan itu. Kenapa sejak awal ketika pertama kali kasus itu muncul, Mbahwo tidak langsung memberikan jawaban seperti itu di tulisan Tomi Unyu-Unyu, tapi malah yang saya baca di beberapa komentar dalam tulisan yang berhubungan dengan kasus ini, sebelum ada tulisan Daveena itu, Mbahwo malah ingin menuntut ke polisi orang yang memfitnah beliau memalsukan gelar. Kalau sejak awal Mbahwo memberikan jawaban seperti yang diberikan kepada saya, padahal saya tidak membutuhkan jawaban itu, kasus ini tidak akan ramai, dan Daveena tidak  sampai harus membuat tulisan yang membuat saya akhirnya ikut memberikan komentar sebagai saksi yang pernah membaca tulisan yang menyebut kalau Mbahwo itu S3.Dalam komentar saya pun sudah saya jelaskan, kalau saya sudah tahu kasus ini tapi saya tidak ingin menjadikan itu sebuah polemik, cukup saya simpan sendiri, tapi ternyata akhirnya muncul juga ke permukaan, dari sumber yang lain.

Berikut saya copas tulisan di Mbahwo.com, yang katanya jawaban untuk saya dan kawan-kawan

http://mbahwo.com/2012/01/jawaban-buat-mas-farid-dkk/

Sebenarnya sudah sejak lama Mbahwo.com menginginkan agar keanggotaan kami dihapus dari kompasiana. Kalau tidak salah, email pernah kami layangkan lebih dari 5 kali permintaan secara resmi ke pihak pengelola Kompasiana melalui super admin kami (Wo). Tetapi sayang, admin samasekali tidak menanggapinya, padahal semua prosedur sudah kami jalankan.

Sekitar beberapa bulan yang lalu, kami sebenarnya sudah memiliki gambaran bahwa keberadaan kami di Kompasiana merupakan kesalahan besar dan bisa berakibat fatal. Secara khusus Ba.H pernah mengingatkannya kepada Wo. Dan dugaan kami benar adanya.

Hanya gara-gara satu komentar yang sebenarnya satu bentuk jawaban dari  Ba.H atas munculnya artikel yang mencoba mempertanyakan mutu pendidikan akuntan di Indonesia, akhirnya menjadi bumerang sebagai tuduhan pemalsuan gelar S3 oleh “Wo“. Berhari-hari, menguras energi dan itu sungguhlah perilaku yang sangat mubadzir. Keterbatasan akal kami sungguh sulit mencerna makna dari perdebatan tanpa akhir seperti ini.

Bahkan lebih parah lagi, isunya semakin meluas sebagai pemalsuan gelar Doktor IT. Padahal, dalam semua artikel maupun komentar-komentar kami, tidak pernah sekalipun kami mengaku sebagai Doktor IT. Bahkan tidak pernah salah satupun dari kami yang memamerkan gelar apapun di Kompasiana.

Apabila mereka teliti dengan benar bahwa akun yang digunakan adalah Mbahwo.com, maka sebelum menghakimi membabi buta seharusnya mereka meneliti terlebih dahulu, dan menelusur ke Mbahwo.com siapa dibalik akun tersebut diatas. Perlu diketahui, akun tersebut adalah akun dari Mbahwo.com sebagai suatu situs yang merupakan representasi dari dua inisial nama Ba.H dan Wo, yang merupakan figur-figur yang membidani lahirnya Mbahwo.com sebagai suatu situs. Bukan hanya milik seorang Wo saja.

Karena begitu masifnya tuduhan tersebut dan muncul berhari-hari, akhirnya Wo sebagai salah satu Super Admin Mbahwo.com mencoba meredam isu miring tersebut dengan ndlosor sak kayange, dan bahkan meminta maaf secara terbuka melalui postingan terakhirnya, yang menyatakan bahwa Mbahwo tidak memiliki gelar apapun, dengan harapan isu tersebut tidak dikembangkan lagi terlalu jauh. Kita saling melupakan apa yang terjadi kemarin, dan juga anggap saja Mbahwo.com tidak pernah ada di Kompasiana.

Dan kekecewaan kami menjadi semakin mendalam ketika saudara Farid dengan serta merta menjustifikasi lagi bahwa mbahwo.com melakukan penipuan gelar, sampai membawa-bawa EPSBED. Sebagai seorang yang berpendidikan sangat tinggi, seharusnya mas Farid tidak segegabah itu menuduh seseorang melakukan tindakan melawan hukum.

=========================================================

Jawaban Ba.H & Wo terhadap mas Farid dkk.

Mas Farid dkk. yang terhormat,

Coba panjenengan teliti kembali, akun kami di Kompasiana tersebut atas nama siapa? Pastilah panjenengan tahu bedanya Mbahwo dengan Mbahwo.com. Dan panjenengan pastilah sangat tahu bedanya Mbahwo.com, Mbahwo, dan Priyo.

Mas Farid dkk. yang terhormat,

Panjenengan pastilah tahu bedanya organisasi dengan individu, bedanya Top Level Domain dengan seseorang, kami percaya sebagai seseorang yang berpendidikan sangat tinggi, panjenengan pasti memiliki wawasan yang sangat luas pula dalam memahami batasan-batasan tersebut.

Mas Farid dkk. yang terhormat,

Apabila panjenengan berniat baik, maka dengan senang hati kami akan menerima keinginan klarifikasi panjenengan. Silahkan panjenengan call ke HP kami, atau call ke gedung rektorat kami, atau silahkan penjenengan beranjangsana dengan kami, sebelum melontarkan tuduhan yang berbahaya seperti itu. Insyaallah dengan senang hati dan tangan terbuka, kami berdua akan menemui panjenengan sebagai tamu terhormat kami.

Mas Farid dkk. yang terhormat,

Kami mengakui bahwa kami memang kurang berpendidikan, cubluk, dan sangat tidak sebanding dengan kecerdasan panjenengan semua. Tetapi, apabila panjenengan masih ingin tahu dan luar biasa kepenasarannya, Silahkan gelar akuntan dan register kami di check ke kementerian keuangan negara, dan CPA Ba.H di cek ke IAPI maupun ke BKR International. Sedangkan gelar Ph.D dari Ba.H silahkan di cek ke direktori Doktor.

O Iya mas Farid dkk., untuk mengetahui tentang status studi S3 dari Wo, silahkan dicek ke data BPPS sebagai pemberi beasiswa, dan riwayat pendidikan doktornya bisa ditanyakan ke DIE UNDIP.

Mas Farid dkk. yang terhormat,

Sebenarnya malu hati kami untuk menunjukkan gelar-gelar kami kedepan publik. Sungguh kurang pantas bagi kami untuk menguarkan selembar kertas bernama ijazah hanya demi menjawab segala pertanyaan-pertanyaan yang kurang sepantasnya seperti ini.

Mas Farid dkk. yang terhormat,

Besar harapan kami agar mas Farid dkk. bisa bertindak sangat cermat, bijaksana, dan memiliki hati yang welas asih kepada orang-orang berkemampuan sangat terbatas dan kurang berpendidikan seperti kami ini.

Mohon maaf kepenasaran panjenengan semua kami jawab disini, karena kami sudah berjanji pada panjenengan semua melalui saudara Ragile dan dari kami diwakili oleh Wo untuk tidak lagi menginjak Kompasiana. Kami beserta seluruh komunitas kami cukup tahu diri bahwa kompetensi kami masih belumlah pantas untuk bergabung pada media sosial yang luar biasa dimana didalamnya bertabur individu-individu yang memiliki kompetensi sangat tinggi seperti panjenengan semua.

Hormat Kami

Ba.H & Wo

Dari judul tulisan yang dikhususkan untuk saya, kesannya saya yang mempermasalahkan kasus Mbahwo,lalu dalam isi tulisan jelas tertulis kalau saya menjustifikasi penipuan gelar Mbahwo.Sekali lagi saya sayangkan kenapa jawaban klarifikasi seperti itu tidak dibuat ketika awal kasus ini muncul di tulisan Tomi Unyu-Unyuyang akhirnya juga dilanjutkan dengan tulisanDaveena.

Saya bisa membayangkan, bagaimana kesan orang yang membaca tulisan Mbahwo itu, seolah-olah saya orang yang menuduh Mbahwo memalsukan ijasah, apalagi kalau orang yang membaca tidak mengikuti kasusnya sejak awal, dan tidak membaca komentar-komentar saya di tulisan terkait.

Kenapa kasus di Kompasiana dan  polemik terbuka di Kompasiana, tidak diselesaikan secara terbuka di Kompasiana, supaya yang membaca bisa merunut kronologisnya, bukan di bahas di forum komunitas lain, yang tidak tahu duduk perkaranya sejak awal, dan mereka tiba-tiba hanya membaca tulisan itu, seolah-olah saya yang mempermasalahkan gelar Mbahwo. Dan dalam tulisan itu, justru saya merasa dirugikan.

Mudah-mudahan Mbahwo bisa berpikir dewasa, tidak seperti anak kecil, yang "kalah" adu argumen di tempat umum, lalu melakukan "pembelaan" di dalam komunitasnya sendiri, yang kemungkinannya banyak yang tidak tahu duduk perkaranya sejak awal dan hanya mendapat informasi sepihak.

Yang sangat membingungkan, kenapa tidak sejak awal jawaban itu diberikan kepada pihak-pihak yang meragukan pangakuan gelar Mbahwo, sehingga masalah langsung selesai saat itu, tapi malah menuduh ada yang memfitnah, beliau sampai emosi mengatakan tidak pernah gembar-gembor gelar S3, sebagai pribadi yang humble, tidak suka pamer, dan akan menuntut pihak yang memfitnah beliau memalsukan ijasah.

Ketika bisa ditunjukkan tulisan dan komentar yang ada pengakuan gelar S3, alasannya berubah lagi. Katanya bukti ijasah dan gelar tidak boleh dipamerkan, karena menjaga profesionalitas. Untuk menjaga profesionalitas, link yang menunjukkan kebenaran gelarnya  harus dirahasiakan. Tapi begitu bisa ditunjukkan link ke profesi dosen di website Dikti, alasan berubah lagi, kalau Mbahwo.com itu bukan hanya satu orang, tapi ada Ba.H dan Wo. Ba.H itu yang sudah Doktor. Kenapa gak sejak awal menjawab  seperti  itu  sehingga  tidak  perlu  ada  polemik berkepanjangan?.

Saya jadi maklum  kalau sampai ada yang membuat membuat tulisan ini

http://media.kompasiana.com/new-media/2011/12/23/mbah-wo-jangan-bikin-sinetron-di-kompasiana-dong/

Salam Kompasiana.

Tulisan terkait

http://media.kompasiana.com/new-media/2011/12/03/kompasianer-terlabil-bin-tergalau-415773.html

http://filsafat.kompasiana.com/2012/01/04/bertemu-mbahwo-tokoh-yang-disangka-penipu-di-kompasiana-424758.html

http://media.kompasiana.com/new-media/2011/12/23/mbah-wo-jangan-bikin-sinetron-di-kompasiana-dong-424563.html

http://edukasi.kompasiana.com/2011/06/10/enak-benar-belajar-akuntansi-di-indonesia-372062.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun