Mohon tunggu...
Farid Elsyarif
Farid Elsyarif Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa yang gemar menulis sebagai ekspresi positif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengapa Kita Tidak Bersedih saat Matahari Terbenam?

30 Agustus 2023   06:02 Diperbarui: 30 Agustus 2023   07:03 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hai sahabat, bukankah kebutuhan manusia akan matahari itu sangat besar?  

Pasti jawabnya, iya kan. Tapi kenapa kita tidak pernah menangis dan bersedih kala ia menghilang terbenam di sore hari? Apa karena matahari pasti menjalan rutinitasnya untuk terbut di pagi hari dan terbenam di sore hari? Atau kita tidak pernah memperhatikan gejala alam seperti itu? Saat matahri terbenam, kita tidak pernah enangi atau bersedih hati. Jawabnya adalah karena kita yakin bahwa esok pagi matahari itu akan terbit kembali.

Begitu pula gunung yang punya pemandangan indah. Tiba-tiba tertutup kabut dan hilang keindahannya. Kenapa kita tidak menangis dan bersedih hati? Jawabnya karena setelah kabut menyelimuti gunung pasti akan digantikan dengan pemandangan bersih yang menyegarkan mata. Gunung yang indah dan cerah menyegarkan pikiran dan hati siapapun yang memandangnya. Selalu berganti gunung yang berkabut dengan yang cerah.

Seharusnya keyakinan kita dalam menyikapi susah dan senangnya hidup. Di dunia ini, setiap orang tentu akan dihadapkan dengan suatu masalah yang datang silih berganti. Selalu ada suka dan duka, selalu ada senang dan sedih. Ada sehat dan sakit yang silih berganti. Setelah sedih pasti ada senang, dan sebaliknya pun begitu. Maka tenanglah dalam menghadapi masalah apapun. Semabari mencari solusi atau jalan keluar dari masalah yang terjadi. Semuanya pasti bisa dilalui asal niat yag kuat dan ikhtiat yang bagus.

Apapun pasti silih berganti. Senang dan sedih, suka dan duka. Lalu, mengapa kita tidak juga merasa yakin? Bukankah kala menanti matahari untuk terbit itu butuh waktu 12 jam. Tapi mengapa kita tidak pernah bersedih dalam penantian bahkan kita tertidur nyenyak kala menanti sang matahari terbit lagi?

Setelah setahun lamanya kita bersenang-senang, kenapa kita begitu resah saat kesusahan atau cobaan datang sehari saja? Mengapa rasa sedih yang hanya 1 hari seketika membuat kita frustasi? Seolah rasa senang dan bahagia tidak akan pernah kembali lagi? Patut direnungkan, mengapa di awal datangnya kesusahan atau musibah, selalu menjadi awal hilangnya keyakinan kita pada janji Allah SWT?

Bersikap dalam keadaan yang silih berganti, saat senang dan susah, itulah pentingnya literasi kehidupan. Jangan pernah “membuka pintu” untuk maksiat dan dosa saat kesusahan datang menerpa. Karena siapapun saat terjatuh, pasti akan segera mampu berdiri tegak kembali.

Sungguh, sangat disayangkan bila keyakinan akan janji Allah SWT itu hilang dan pergi tanpa bekas. Akibat kita kurang yakin dan kurang bersyukur. Sehingga gampang menyerah kala diuji dan diberi kesusahan. Padahal jika kita menyadari, bahwa sunnatullah itu pasti berganti. Jika malam semakin gelap dan pekat, itulah pertanda pagi yang cerah dan teang tidak lama lagi datang menjelang. Hingga siapapun mampu menyaksikan sinar cerah matahari.

Jadi berlatihlah dalam hidup. Bila kesusahan dan sedih datang menghampiri, itu pertanda kemudahan dan kebahagiaan akan segera hadir untuk kita. Tetaplah sabar dalam segala keadaan dan ikhtiar terus yang baik, Insya Allah “semua akan indah pada waktunya” Salam literasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun