Mohon tunggu...
Farid Elsyarif
Farid Elsyarif Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa yang gemar menulis sebagai ekspresi positif

Selanjutnya

Tutup

Tradisi

Baru Kelar Lebaran, Kok Sudah Mudah Mengutuk Pagi?

26 April 2023   10:32 Diperbarui: 26 April 2023   12:27 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lebaran baru saja kelar. Hawanya saja masih terasa. Energinya pun masih merasuk ke diri. Rohnya masih ada ada di jiwa-jiwa yang fitrah. Untuk menunduk dan muhasabah diri. Agar menjadi pribadi yang lebih baik seusai lebaran. Tapi, kenapa masih ada orang-orang yang gampang mengutuk pagi bahkan membencinya?

Jangan pernah mengutuk pagi. Jangan mudah membenci pagi. Jangan memarahi hujan yang turun. Apalagi membenci dan menghujat orang lain atas sebab apapun. Karena kita, bisa kjadi tidak tahu banyak apa yang terjadi. Hanya tahu sedikit saja, yang mungkin terlalu subjektif. Maka tidak ada kebenaran yang sifatnya subjektif. Objektivitas di atas segalanya. Objektif yang berkenan di hati nurani dan akal sehat.

Jadi, jangan pernah mengutuk pagi. Karena kutukan, hujatan, dan kebencian tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Tidak akan pernah membuat pegi kesulitan yang mendera diri. Cukup diam dan berdoalah kepada Allah SWT. Agar semuanya baik-baik-baik saja. The show must go on. 


Kecewa dan sedih itu lumrah terjadi. Kesal dan marah pun sangat manusiawi. Seperti hujan dan panas pun pasti terjadi setiap hari. Maka jangan pernah mengutuk pagi, jangan mencaci hujan dan panas. Hingga terlontar ucapan atau tulisan kotor di media sosial. "Sialan, panas banget hari ini. Gue jadi malas ke mana-mana", jangan pernah mengutuk panas mentari. Tetaplah tenang dan menerima realitas. Tanpa perlu menyesali apalagi membahas keburukan orang lain. Berkata-kata buruk dan negatif itu tercela dan dilarang. Sikap bijak itulah hikmah terpenting momen lebaran, bila paham.

Pagi itu hadir bukan untuk dikutuk. Tapi disyukuri karena bertabur rahmat-Nya. Hadirnya sinar matahari selalu memberi harapan kepada siapapun. Saat pagi hadir di depan mata, di situlah ada kesempatan berharga. Untuk bersyukur dan meniatkan berkata dan berbuat yang baik. Mumpung masih diberi kesempatan bernapas, berpikir, menikmati pagi apapun keadaannya.

Jangan pernah mengutuk pagi, jangan membenci hujan. Suasana yang pasti hadir dalam kehidupan. Karena masih ada jutaan orang yang merindukannya. Masih ada orang-orang yang menanti kehadirannya. Tanpa peduli, ada yang membenci atau mencintainya. Karena semua yang datang untuk manusia, adalah anugerah dan karunia-Nya. Tidak mungkin bisa dibantah atau diperdebatkan. Nikmati saja yang ada, syukuri yang dipunya. Agar segala urusan dimudahkan, sehingga bisa lebih bermanfaat untuk orang lain.

Pagi bukan hukuman, hujan pun bukan penjara. Hanya pagi dan hujan yang tidak mengenal pangkat, jabatan, harta atau status sosial. Kaya miskin pasti menemui pagi. Sebagai bukti, bahwa manusia hakikatnya sama di hadapan Ilahi Rabbi. Hanya iman dan takwa yang membedakannya. Karena pagi, selalu mengajarkan siapapun. Untuk lebih berani "introspeksi diri" bukan "mengoreksi keadaan atau orang lain". Salam literasi! #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun