Mohon tunggu...
Farid Elsyarif
Farid Elsyarif Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa yang gemar menulis sebagai ekspresi positif

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Untuk yang Gemar Berkata-kata Jelek, Jangan Pernah Mengutuk Pagi

20 Februari 2023   07:33 Diperbarui: 20 Februari 2023   07:40 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena kecewa dan tidak terima hujan di pagi hari, keluarlah ucapan atau tulisan di media sosial begini, "Yah sialan hujan. Kok nggak berhenti-henti. Gue nggak bisa ngapain-ngapain dong."

Ungkapan seperti itu, sering kita jumpai dalam pergaulan hidup sehari-hari atau di grup WA. Sebagai luapan perasaan atau emosi karena motif tertentu. Disadari atau tidak, banyak orang terlalu sering mengutuk pagi bahkan memarahi hujan. Tidak suka lalu menghujat pemimpin, mencaci orang lain, atau iri pada orang lain yang sukses. Lau berkata-kata yang buruk, berdoa jelek, hingga berharap orang lain sengsara. Entah, terang-terangkan atau hanya dalam hati. Kok bisa berbuat begitu?

Jangan terlalu mudah mengutuk pagi atau memarahi hujan. Apalagi mencaci dan menghujat orang lain. Siapapun dia, apapun alasannya. Karena cacian, hujatan, bahkan kebencian tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Berkata-kata buruk dan negatif itu tercela dan dilarang, bila paham. Kenapa terlalu gampang melaknat atau mengutuk?

Waktu pagi itu hadir bukan untuk dikutuk. Tapi disyukuri karena bertabur rahmat-Nya. Hadirnya sinar matahari selalu memberi harapan kepada siapapun. Saat pagi hadir di depan mata, di situlah ada kesempatan berharga. Untuk bersyukur dan meniatkan berkata dan berbuat yang baik. Karena masih diberi kesempatan bernapas, berpikir, menikmati pagi apapun keadaannya.

Jangan pernah mengutuk pagi, jangan membenci hujan. Karena di luar sana, ada jutaan orang merindu hujan. Ada jutaan manusia lebih suka hujan daripada kemarau. Seperti pagi, hujan pun pasti ada orang-orang yang menanti kehadirannya. Tanpa peduli, ada yang membenci atau mencintainya. Karena semua yang datang untuk manusia, adalah anugerah dan karunia-Nya yang tidak mungkin bisa dibantah atau diperdebatkan. 

 

Pagi adalah realitas, hujan adalah kenyataan. Jalani, hadapi, dan nikmatilah apa adanya. Tanpa kutukan, hujatan atau kebencian. Untuk apa menghakimi pagi tanpa berani menikmatinya? Untuk apa mengutuk pagi tanpa berani memperbaiki diri pada setiap waktu. Untuk memilih kebaikan, menebar manfaat kepada sesama-Nya. 

Pagi bukan hukuman, hujan pun bukan penjara. Siapapun berhak menikmati pagi. Hanya pagi dan hujan yang tidak mengenal pangkat, jabatan, harta atau status sosial. Kaya miskin pasti menemui pagi. Sebagai bukti, bahwa manusia hakikatnya sama di hadapan Ilahi Rabbi. Hanya iman dan takwa yang membedakannya.

Maka jangan mengutuk pagi atau membenci hujan. Karena pagi, selalu mengajarkan siapapun. Untuk lebih berani "introspeksi diri" bukan "mengoreksi keadaan atau orang lain". Agar bersedia memperbaiki diri sambil menerima realitas. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun