Tiga hari lalu netizen dikagetkan dengan sebuah video yang diposting di salah satu akun media sosial  lalu dengan cepat disebarkan ke media sosial lainnya yang memperlihatkan seseorang sedang dikejar deadline sebuah pekerjaan sehingga harus secepatnya mengirimkan hasil secara online, alhasil dia juga mampu menyelesaikan dengan cara yang berbeda diruang publik sambil duduk santai dikursi MRT dalam perjalanan pulang ke rumah.
Sambil menutup wajahnya dengan kacamata yang di ciptakan menggunakan teknologi virtual reality/augmented reality (VR/AR) dan menggerakan sepuluh jarinya seakan-akan ada media yang memfasilitasi pergerakan tangannya, bukan laptop ataupun sebuah tablet canggih tetapi ini adalah sarana media sosial 3D yakni metaverse.
Sontak saja video itu sesaat langsung viral bahkan penontonya sangat banyak hingga mencapai 6,2 juta, dan beberapa komentar yang bernada pujian karena semakin canggihnya bekerja meggunakan teknologi yang terkini, adapula komentar yang memiliki kekhawatiran dengan hadirnya teknologi informasi ini akan menggeser pola kerja konvensional bahkan mengurangi tenaga kerja karena telah didominasi dengan kecanggihan teknologi.
Metaverse menjadi perbincangan yang menarik setelah pemilik facebook Mark Zuckerberk memperkenalkan kepublik sejagad pada akhir tahun lalu, dia mengajak semua orang untuk berinteraksi di dunia virtual, menjalankan beberapa aktivitas misalnya belanja, bermain, belajar dan bekerja di dunia maya.
Beberapa negara mulai merespon dengan melakukan rencana jangka panjang untuk merancang kota masa depan di metaverse yang memiliki konsep virtual, Korea Selatan misalnya negara pertama yang memiliki keinginan agar platform metaverse ini akan dimulai pada akhir tahun 2022 dengan menggelontorkan dana yang jumlahnya sangat fantastis $34 juta selama lima tahun.
Arab Saudi beberapa waktu lalu menghebohkan dunia segadad karena berencana akan memberikan edukasi kepada ummat Islam di dunia dengan melakukan ibadah haji dan umroh yang berkonsep virtual pada platform metaverse, alhasil pro dan kontrapun muncul dengan beragam pendapat, Majelis Ulama Indonesia (MUI) merespon dengan mengeluarkan pendapat bahwa aktivitas haji dan umroh tidak sah jika dilakukan secara virtual, karena ada beberapa syarat ibadah tersebut harus membutuhkan kehadiran fisik.
Namun yang menarik adalah statement Jokowi saat menyampaikan pidato pada muktamar Nahdatul Ulama (NU) beberapa waktu lalu, kedepan dakwa dan pengajian akan dilakukan secara virtual dengan metaverse, pada kesempatan lain dalam acara Gerakan Akselerasi Generasi digital, Jokowi juga menyampaikan kekaguman pada perkembangan teknologi dan itu tidak bisa dicegah lagi.
Lalu bagaimana kedepan konsep pemerintahan digital di Indonesia dengan adanya platform metaverse ini, ternyata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/PPN telah menyampaikan bahwa konsep metaverse akan menjadi bagian dari rencana induk proyek pembangunan di Ibu Kota Negara Baru.
Pernyataan Menteri Bappenas ini akan membuka lebar gerbang implementasi e-Government di Indonesia yang berbasis pada kecanggihan platform metaverse, kita bisa saja tak sanggup membayangkan jika hal ini bisa terealisasi, namun bercermin pada sejarah hadirnya internet saat itu semua orang hanya mampu membayangkan seakan-akan menjadi hayalan semu dan tidak mungkin terjadi, tetapi waktu terus berjalan dan hayalan itu bisa menjadi nyata hingga sekarang kita berada pada proses menikmati hasil sebuah keniscahayaan dari beberapa tahun lalu karena sekarang benar-benar menjadi nyata.
Mungkin metaverse juga memiliki proses yang sama seperti keberadaan internet saat itu, awalnya hanya menjadi sebuah hayalan tetapi sekarang telah menjadi nyata, bahkan perkembangannya yang cepat nyaris tak mampu dibendung, jika kesiapan infrastruktur IT lambat dilakukan penyesuain.