Mohon tunggu...
Farid Sudrajat
Farid Sudrajat Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar kehidupan

pembelajar kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cerita Perjalanan Haji (Bagian II)

28 Agustus 2018   12:36 Diperbarui: 28 Agustus 2018   12:55 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

I

Tentang Suku Madura

Salah satu suku bangsa di Indonesia yang paling terkenal di tanah Hijaz ini barangkali hanya suku Madura yang berasal dari Pulau kecil di sebelah utara provinsi Jawa Timur. 

Aktifitas mereka tersebar di berbagai sektor kegiatan dalam pelaksanaan haji. Ada yang menjadi makelar korban kambing atau DAM, ada yang penjaga pondokan, ada yang menjadi pedagang makanan Indonesia, ada yang menjadi pendamping sarana angkutan.

Umumnya mereka telah menepat di tanah suci ini-disebut mukimin- sudah puluhan tahun. Barangkali tidaklah heran, mengingat sejak jaman dahulu suku Madura ini telah berhubungan dengan tanah arab-dahulu disebut tanah Hijaz-. Bahkan salah satu tokohnya yakni Mbah Kholil Bangkalah al Hafiz setelahnya menimba ilmu di haramain, beliau kembali ke kampung asalnya, mendirikan pesantren di pulau aram dan  dan menjadi guru para ulama nusantara pada masanya di abad 19-an. Sebut saja KH Hasyim Asy'ari, pendiri NU dan KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.

II

Kota Makkah

Di kota makkah, khususnya pada musim haji ternyata kehidupannya berdenyut terus 24 jam, seperti halnya kota metropolitan di dunia, termasuk kota Jakarta. Cuma bedanya kehidupan di makkah ini berkait dengan ibadah, yakni haji. Bahkan malam hari hingga dini hari terus berdenyut. Bukan seperti kehidupan di kota metropolitan umumnya yang biasanya, apalagi suasana malam yang dihiasi dengan dunia gemerlap hedonism memuja kesenangan dunia belaka.

Namun ada yang unik diantara berjuta-juta masyarakat datang dari berbagai penjuru dunia untuk ibadah haji. Yakni banyaknya pedagang kaki lima yang menyerbu berbagai sudut kota makkah, mulai dari masjid hingga bahkan sampai memenuhi area pemukiman pondokan para jamaah. Dan kebanyakan para pedagang itu warga kulit hitam dan berjenis kelamin perempuan. Sering terlihat mereka membawa anak yang masih balita. Kami mengira mereka beralah dari Negara-negara di benua afrika. Sementara itu, para pedagang di toko, tampak lebih beragam warna kulitnya. Mereka berasal dari Negara Negara Arab, India dan Pakistan.

Aneh memang...

Di negeri yang konon sangat membatasi pergerakan kaum perempuan ini, pada musim haji ini menjadi negeri yang bebas. Kaum  perempuan dapat beraktifitas dan bepergian kemanapun mereka mau di penjuru kota Makkah.

Dok.pri
Dok.pri
III

"Indonesia Bagus..."

Kata yang sering dilontarkan oleh para jamaah lain manakala bertemu jamaah Indonesia adalah "Indonesia Bagus". Entahlah apa yang mereka maksud dengan Indonesia bagus tersebut.

Apakah yang mereka maksud bagus itu pemandangan alam negeri Indonesia yang indah, baik pantai, gunung, laut dan daratannya, elok laksana zamrud khatulistiwa, apakah mereka menganggap rupa jamaah Indonesia yang manis dan cantik. Ataupun mungkin perilaku jamaah Indonesia yang tidak neko-neko. Mereka beribadah, khususnya di musim haji ini tampak paling tertib dibanding jamaah dari Negara lain.

Apapun itu semoga Indonesia memang bagus, bagus lahir dan bagus batinnya.

IV

Meski di Arab, tetap Indonesia

Agaknya bukan hanya jamaah hajinya saja yang membanjiri tanah suci ini, ternyata banyak produk Indonesia dari Indonesia yang memenuhi rak-rak toko disini. Terutama produk konsumsi instan, seperti: mie, bumbu saus, sabun, dan produk alat tulis.

Beberapa mat'am khas Indonesia ikut menyemarakkan suasana tanah suci ini. Seperti di wilayah seputar jarwal, lokasi pondokan kami, terdapat rumah makan Indonesia yang menyediakan baso, nasi goring, soto, gado-gado. Semuanya masakan khas Indonesia banget.

Dengan demikian, meskipun jarak tanah arab beribu-ribu kilometer, tetap saja suasananya laksana di negeri sendiri, Indonesia. Yang penting sediakan fulus untuk dapat menikmatinya, karena memang tidak gratis.

Makkah, 06122008

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun