Mohon tunggu...
Farid Sudrajat
Farid Sudrajat Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar kehidupan

pembelajar kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sisi Lain Kreativitas Santri Salaf

27 Januari 2016   12:04 Diperbarui: 27 Januari 2016   22:21 2405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bila kita mendengar santri, terlebih santri di pesantren salaf, yang terbayang tentunya anak yang bergelut sehari-harinya dengan kitab kuning. Tetapi kali ini berbeda. Siapa menyangka?

Di Minggu ke empat di awal tahun 2016 ini, bertepatan bulan Robius Tsani 1437 H pada penanggalan Hijriah, Pesantren Salaf al Istiqlaliyah Cilongok Kecamatan Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, yang dipimpin oleh Kiai Karismatik, KH Uci Turtusi, menyelenggarakan peringatan Haul Ke 57 Tuan Syech Abdul Qodir al Jailani. Peringatan ini melanjutkan apa yang telah dilaksanakan pendahulu pesantren, yakni KH Abuya Dimyati, ayahanda KH Uci. Memang pengasuh pesantren ini pengamal Toriqoh Mu’tabaroh Qodiriah.

Pada kegiatan ini, puluhan ribu orang menghadiri acara yang digelar rutin tiap tahun ini. Tidak hanya dari daerah Tangerang dan Banten saja, tetapi dari berbagai daerah di Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Pulau Sumatera, juga Papua. Bahkan pada beberapa kesempatan haul, tokoh nasional Alm. Gus Dur sering singgah di pesantren ini. Habib Lutfi bin Yahya, Rois Jam’iah Ahli Toriqoh Mu’tabaroh Annahdiyah, juga sering menyempatkan hadir dalam acara haul tersebut.

Lalu di mana hubungan peringatan haul dengan kreatifitas santri salaf ini?

Nah, pada momentum haul inilah diadakan ajang unjuk kreatifitas santri di pesantren ini. Untuk diketahui, menurut Zamakhsari Dofier unsur pesantren terdiri atas kiai, santri, kitab kuning, masjid dan pondokan. Pondok adalah tempat di mana santri tinggal selama di pesantren.Istilah pondokan di kalangan santri di daerah Jawa Barat dan Banten dikenal dengan sebutan kobong. Lebih khusus lagi, pengertian kobong lebih umum ditemui pada kalangan santri di pesantren tradisional (salaf). Umumnya sebagian pesantren yang bersifat salaf hanya memberikan pembelajaran kitab kuning.

Pada Pesantren yang memiliki santri yang cukup banyak, biasanya jumlah santri di atas 500, terdapat beberapa komplek kobong, tiap kobong masing-masing terdiri dari beberapa kamar.

Dalam kegiatan lomba ini, masing-masing kelompok santri mewakili komplek kobong di mana mereka tinggal. Perlombaan yang diadakan ini meliputi kebersihan lingkungan kobong, penataan ruang terbuka halaman, dan menghias bangunan kobong. Karya mereka dapat berbentuk lukisan tokoh, tulisan kaligraf , dan desain taman. Satu yang tidak ketinggalan dalam agenda ini adalah kemampuan santri membuat miniature (maket) baik berupa masjid atau bentuk lainnya. 

Santri yang pada umumnya berasal dari kalangan biasa ini, banyak memanfaatkan bahan bekas dan material yang tidak lagi digunakan, semisal kardus bekas, botol-botol, bubuk gergaji, triplek bekas, atau potongan kayu. Namun di tangan mereka, bahan atau material yang sudah tak terpakai disulap menjadi karya yang indah untuk dinikmati.

Yang mengagumkan adalah mereka tidak mengenyam sama sekali pendidikan formal. Karena memang pesantren ini tidak mengadakan sekolah formal. Jadi pengetahuan dan kemampuan didapat semata-mata hasil mencari sendiri secara otodidak di sela-sela rutinitas pengajian kitab kuning. Secara tidak langsung, kesadaran belajar kepada alam tumbuh dengan sendirinya, dan alam memberikan pelajarannya kepada santri-santri tersebut. sehingga kreatifitas pun tumbuh, meski secara fasilitas untuk berkarya serba terbatas.

Jadi, masyarakat yang mengikuti acara haul disuguhi semacam pameran seni rupa buah karya santri yang sehari-harinya “hanya” bergaul dengan kitab-kitab warisan ulama abad pertengahan itu. Banyak di antara masyarakat mengabadikan karya santri itu dengan berswafoto atau foto bersama.

Berikut sebagian karya santri tersebut:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun