Mohon tunggu...
Farid Auladi
Farid Auladi Mohon Tunggu... -

Apapun itu, itulah yang terbaik yang tersedia untuk kita..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penumpang Garuda Pun Mulai Kampungan

26 Maret 2014   18:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:26 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di tengah ramainya pemberitaan tentang MH 370, menarik untuk diperhatikan polah tingkah penumpang pesawat masa kini. Kadang membuat kagum, lucu bahkan seringkali menggemaskan.

Sekarang ini naik pesawat sudah bukan lagi barang mewah. Kadang dengan 4 lembar seratus ribuan pun kita sudah bisa duduk manis di kursi pesawat, pasang sabuk pengaman, menatap wajah-wajah cantik sangpramugari, ngeeeng.. dan tiba di tempat tujuan.

Tidak heran makanya sekarang ini bandara sudah tidak lagi menjadi tempat elit seperti 20 tahunan yang lalu. Saat itu hanya mereka yang berkantong tebal saja yang biasanya kelihatan wira wiri di tempat terbatas ini. Sekarang sulit membedakan terminal bis dengan bandara. Bahkan kadang-kadang masih lebih tertib Stasiun Gambir daripada Terminal 1 Bandara Soeta.

Banyaknya warga negeri ini yang mampu naik pesawat tidak terlepas dari dua hal utama. Pertama, ada peningkatan taraf hidup karena kondisi ekonomi yang membaik. Ke dua, karena adanya penerbangan berbiaya murah alias Low Cost Carrier. Entah bagaimana cara menghitung biaya operasinya, yang pastibanyak airliner yang sukses meraup dollar dari bisnis ini.

Kemampuan “terbang tinggi” bagi sebagian penduduk negeri tercinta ini ternyata belum dibarengi dengan kemampuan menyesuaikan diri dengan “tata krama” dunia penerbangan. Sangat terlihat jelas perilaku yang masih sebatas “bisa terbang” belum “bagaimana seharusnya” naik pesawat terbang.

Sepuluh sampai lima belas tahun yang lalu, sangat mudah membedakan mana penumpang pesawat LCC dan mana penumpang pesawat “berkelas” semisal Garuda. Sederhana saja, lihat pada saat mereka di ruang tunggu. Mereka yang penumpang LCC mesti bawaannya banyak dan bungkusannya pun ada yang menggunakan kardus bekas mie instant, air mineral dan lain-lain. Lalu pada saatboarding mereka enggan antri. Mereka berdesakan seperti takut gak kebagian kursi. Kalaupun toh ada maskapai yang tidak menggunakan nomor kursi, pasti dijamin tidak akan ada penumpang berdiri atau pake “kursi bakso” semacam naik bis ekonomi AKAP.

Tapi sekarang perilaku serupa itu juga sudah mewabah ke maskapai elit milik pemerintah, flag carrier nya Indonesia. Memang tidak seekstrim yang lain. Di konter check in, masih normal. Antrian masih tertib. Apalagi memang sistem antrian yang dikembangkan Garuda menyulitkan penumpang untuk main serobot. Kecuali di bandara daerah yang masih terlihat sesekali calo tiket nyerobot antrian untuk tiket pejabat.

Di bandara Soeta biasanya penyakit kampungan mulai muncul di lounge-lounge yang tersebar di bandara. Beberapa di antara penumpang masih bersantai ria padahal panggilan boarding sudah dilakukan. Bahkan sering kali terjadi panggilan boarding dengan menyebut nama penumpang dilakukan beberapa kali. “Santai aja dulu, ntar kalo udah ada panggilan, baru kita masuk”. Ucapan tersebut dan sejenisnya akrab di telinga saya.

Ada yang salah? Menurut saya ya. Karena selepas keluar lounge, penumpang harus melewati pintu masuk yang ada pemeriksaan metal detector dan securitynya. Lalu pemeriksaan dan pencocokan tiket dengan ID penumpang di koridor atau pintu masuk ruang tunggu. Kalau tidak ada antrian, apalagi antrian panjang, tentu tidak ada masalah. Yang sering terjadi pada saat antrian panjang, banyak diantara mereka yang menyerobot ke depan, dengan alasan mereka harus segera masuk pesawat. Beruntung masih ada petugas aviation security yang dengan tegas menolak mereka. (Setidaknya itu yang pernah saya lihat). Dengan alasan apapun mereka diminta dengan hormat untuk berdiri di barisan paling belakang. “Kalau memang sudah tahu jadwal boardingnya, harusnya Bapak masuk dari tadi”. Itu jawaban lugas sang petugas.

Ini seperti hal sepele tampaknya. Padahal gara-gara keterlambatan penumpang masuk ke pesawat tentu akan menyebabkan terlambatnya keberangkatan pesawat dan efeknya secara berantai akan mempengaruhi jadwal penerbangan pesawat itu selanjutnya. Artinya akan ada pihak yang dirugikan karena sikap tidak disiplinnya kita.

Itu hal pertama. Hal ke dua, saat antri masuk ke pesawat penyakit saling serobot antrian mulai muncul walau sedikit. Padahal sudah jelas-jelas di boarding pass tertempel stiker kecil bulat berwarna merah, biru atau hijau. Juga ada perintah melalui pengeras suara siapa yang dipersilakan masuk duluan dan seterusnya. Seharusnya hijau dulu yang masuk lalu disusul biru dan terakhir merah. Nyatanya, seringkali merah malah yang antri paling depan. Jika bertemu petugas yang disiplin biasanya aturan itu berjalan dengan baik. Jika tidak, fungsi stiker itu menjadi tidak ada sama sekali.

Hal berikutnya saat di dalam pesawat. Pernah satu kali kejadian di depan saya ada rombongan pejabat, pria dan wanita. Terlihat dari gaya dan atribut pakaiannya. Saat pembagian permen mereka dengan mudah dan santainya membuang bungkus permen di lantai pesawat. Lebih gila lagi, ada seorang wanita yang mengambil dan menyembunyikan sendok-garpu bekas makannya (tentu sendok-garpu Garuda) di dalam tas tangannya. Pramugari memergokinya, lalu berkata dengan cukup keras untuk mengembalikannya. Duuhhh…. Mau ditaruh dimana itu muka, walaupun tidak semua penumpang mendengar paling tidak 3-4 baris ke depan dan ke belakang kursinya mendengar dengan jelas suara si pramugari.

Belum lagi toilet yang tidak disiram atau wastafel yang masih kotor. Padahal sudah jelas ada tulisan dua bahasa untuk tetap menjaga kebersihannya. Saya yakin penumpang Garuda pasti sangat mahir membaca.

Kalau masalah ponsel itu tidak perlu dibahas di sini. Sudah terlalu banyak orang yang membahas larangan penggunaan ponsel di pesawat yang dilanggar penumpang, termasuk juga penumpang Garuda. Jadi jangan heran jika setiap kali naik pesawat Garuda selalu terdengar suara pramugari/pramugara yang memperingatkan beberapa penumpang untuk segera menonaktifkan ponselnya.

Hal terakhir, coba perhatikan kondisi pesawat saat kita turun. Sering saya jumpai sampah tisu, botol air minum, koran dan majalah yang berserakan di lantai bawah kursi. Termasuk kadang di barisan kursi penumpang kelas bisnis. Memang betul ada petugas kebersihan yang akan membereskan semuanya. Tetapi tentu akan lebih elok jika para penumpang yang terhormat juga merapikan tempatnya masing-masing.

Ah, ternyata penumpang Garuda juga masih manusia biasaa…..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun