Mohon tunggu...
Farid Syahbana
Farid Syahbana Mohon Tunggu... -

author

Selanjutnya

Tutup

Politik

Karakter Massa

22 April 2014   23:55 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:19 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masa kini, di planet yang sedang kita tinggali, telah bermukim individu laki-laki, perempuan dan keluarga yang dinamakan  Masyarakat, institusi yang menaungi masyakarat disebut Negara. Masyarakat dalam Negara diatur melalui sistem aturan untuk menghasilkan tertib social (social order), hal ini dikarenakan kecenderungan kekacauan yang akan timbul bila tidak adanya aturan bernegara. begitu kurang dan lebihnya pelajaran di awal pengantar ketatanegaraan pada akhir periode sekolah mendengungkannya di telinga kita, kemudian aturan tersebut tentu bersandar pada ideologi tertentu, karena dimana pun aturan/sistem yang membentuk masyarakat tidak akan pernah meninggalkan ruang vakum, selalu bersemayam Ideologi tertentu. dan masa kini, ideologi yang sedang menancapkan dominasinya itu bernama Kapitalisme,  melalui Individualisme method yang digaungkan telah menciptakan ruang yang besar untuk individu-individu tertentu tampil dan mengembangkan Kapitalnya, Kapital, Kapital dan Kapital par excellence! Bunyi putusan yang pantas untuk menggambarkan bagaimana ideologi ini bekerja, dengan mengangkangi mode sistem pemerintahan apa saja, dari mulai Oligarki, otokrasi sampai Demokrasi, hingga mengangkangi beberapa Moral bentukan rasio universal, sebagaimana ada saja yang masih gumun alias terkagum-kagum terhadap mode moral hipokrit era Victorian sampai pribadi-pribadi yang ‘super’ ala motivator negeri ini,  yang pada pokok akhir berbicara skala prioritas tentang pentingnya ‘tidak kalah’ dan ‘putus asa’ dalam meraup Kapital par excellence.

Karakter Ideologi yang sedang kita bicarakan, dalam hal ini kapitalisme, setelah kita cermat dan jujur dalam mengindera berbagai fakta yang ada, hanyalah kerusakan demi kerusakan yang dihasilkan olehnya, beberapa diantaranya  adalah Gap yang berlebihan antara si kaya dengan si miskin sebagai imbas distribusi kekayaan yang timpang. Keyakinan para pemodal akan expected return, membuat segala sesuatunya terkapitalisasi, dengan kata lain bisa dibaca sebagai melihat segala sesuatu dari kacamata ‘untung rugi’, ranah pendidikan dan kesehatan pun tak luput dari hal ini, akibatnya masyarakat kian menderita karena masih saja dipungut biaya untuk perihal yang seharusnya menjadi haknya dalam kerangka masyarakat yang bermukim di sebuah Negara. Hingga penguasaan SDA-SDA kunci oleh korporasi swasta dan asing imbas privatisasi yang idealnya diperuntukan untuk hajat hidup masyarakat. Kerusakan tersebut, bagi yang peka akan menghasilkan resistensi bahkan perlawanan keseharian (every day forms of resistance), sedangkan yang tidak, akan melahirkan manusia – manusia pragmatis dan apatis yang mendahulukan kepentingan pribadi sehingga tidak perduli dengan keadaan yang ada disekitarnya. Celakanya fenomena dinding pragmatisme yang tinggi tidak hanya menjangkiti level masyarakat sipil (grassroot), hal ini bahkan sampai pimpinan tertinggi pun ikutan tertular, lahirlah para pemimpin Despotik yang tidak kita patut banggakan dan tidak juga berbagai sambutan glorifikasi atas kehadirannya.

***

Penulis kali ini, mengulas, membatasi dan membuat pembahasan sederhana terkait karakter massa di tengah-tengah hegemoni Kapitalisme, karena pada kenyataannya ditemukan beberapa tipikal massa yang berbeda secara karakter  dalam penyikapannya terhadap situasi dan kondisi yang sedikit banyaknya terdeskripsi melalui paragraph di atas, sehingga pecah menjadi beberapa entitas Massa, semoga saja pembagian atau klasifikasi karakter massa yang akan penulis uraikan, dapat memudahkan kita dalam membaca dan memetakan perkembangan masyarakat yang ada dalam iklim Kapitalisme saat ini.

1. Massa Ideologis, adalah kumpulan atau kelompok masyarakat yang sadar tentang ketidak ideal-an kondisi yang ada dan berusaha mengubah tatanan yang ada, entitas ini mempunyai beberapa karakter yang menonjol, diantaranya adalah punya panduan, sandaran, asas, atau pun standarisasi baku yang melekat dalam kelompok ini, dimana panduan tersebut akan memancarkan berbagai aturan yang barang tentu beberapa asumsi atau pemahaman dasarnya berbeda dengan Kapitalisme, perwujudannya bisa jadi sebuah anti tesa terhadap Kapitalisme yakni sosialisme, atau pun Ideologi  yang berasal dari langit yang secara faktual atau pun Historis dianggap mumpuni menjadi Ideologi alternatif dan pengganti Kapitalisme yakni ideology Islam.

2. Massa mengambang, adalah sesuai dengan namanya, minim referensi, standar atau basis tertentu dalam menentukan sikapnya terhadap kondisi yang ada, namun ada karakter yang menonjol terhadap kelompok yang satu ini, plin-plan!,di satu sisikelompok ini begitu terusik dengan politik, ngedumel ketika harga-harga barang naik, marah ketika terlihat aksi massa ramai di jalan, entah aksi damai atau pun rusuh, bikin macet! Katanya, namun disisi yang lain mendambakan stabilitas, pertumbuhan ekonomi, pengentasan orang miskin, tapi kemudian alergi dengan ide-ide Revolusioner, pembacaannya atas politik begitu sangat-sangat normatif, sehingga wajar saja ketika asumsi dasarnya gampang berakhir seiring habisnya kopi dan cemilan setelah asik ngalor ngidul sembari duduk-duduk dan nongkrong  di warung kopi hingga sevel, walaupun secara background di isi dengan kebanyakan orang dari latar pendidikan yang cukup, pada analisa terakhir sikap politik mereka tercermin dalam kata-kata yang sederhana namun dirasa cocok buat kelompok massa model beginian, Ini kagak, itu kagak!

3. Massa semantik berakhiran –Is (Pragmatis, Apatis, Fatalis dan sejenis”), adalah kelompok massa yang diinginkan setelah adanya intrusi Kapitalisme, karakternya kemudian  secara garis besar adalah mereka yang hanya berfikir tentang bagaimana mencukupi kebutuhan dirinya sendiri dan kelompoknya, sikapnya terhadap kondisi yang ada, tentang fakta kerusakan yang inderawi, tidak mencerminkan keperdulian yang berarti bahkan cenderung ‘pasrah’ selama pencapaian-pencapaian pribadi dan kelompok dapat tercapai dan tidak terusik, maka sering secara sadar atau pun tidak kelompok ini pada akhirnya kerap dijadikan alat sebagai corong ekstensi dan eksistensi Kapitalisme, jangan pernah berharap kelompok ini mau merubah kondisi yang ada menuju tatanan idealnya.

***

Pembagian karakter massa di atas masih merupakan sketsa kasar, karena memang sedari awal tidak ditujukan untuk meraih eksposisi yang mendetail, namun pembagian di atas secara singkat menggambarkan posisi setiap kita dalam interaksinya terhadap dominasi kapitalisme. Melalui spirit sekuler dan kebebasan Individu sekaligus berkepemilikan hingga fundamentalisme pasar yang telah mengantarkan masyarakat dan dunia yang kita tinggali pada kondisi yang sedemikian sekarang, sebaiknya bagi massa ideologis (khususnya Ideologi Islam) keukeuh memegang Ideologinya, Massa mengambang cepat-cepat menentukan sikap, dan yang terakhir terhadap Massa semantic akhiran –is yang tak dapat disangkal masih menjadi massa mainstream di era Kapitalisme, buruan sadar dan insyaf. Agar alegori Takezo, tokoh utama dalam novel Musashi yang berucap “Dunia sudah gila. Manusia seperti daun kering yang di tiup angin musim gugur” bisa mereka sanggah dan lampaui segera.

(FS, 15 Maret 2014, Indonesia Bagian Timur)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun