Mohon tunggu...
Farichatul Jannah
Farichatul Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ingin lebih banyak lagi belajar apa yang belum saya ketahui

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dear Pak Menag, Kalau Aku Jadi Bapak

3 Agustus 2018   23:29 Diperbarui: 4 Agustus 2018   01:47 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu soal pemuka agama. Perlu Pak Menteri Agama tau, bahwa di lini paling dasar masyarakat Indonesia ini, apalagi di Jakarta menjadi ustadzah atau ustad itu gampang sekali. Bisa baca Yasin (terbata-bata) aja sudah dipanggil ustadz atau ustadzah.

Hallooo Pak Menteri please kali-kali datang ke pengajian-pengajian kecil di Jakarta please.  Huhuhu sebagai alumni pesantren aku sedih. Aku pengen membenarkan pengen bicara tapi apalah aku tak punya kekuasaan pak. Beda kalau aku jadi bagian dari Menteri Agama mungkin langsung di denger sama ibu-ibu ini.

Lalu entah mengapa pak menteri,  aku teringat saat aku dulu mondok di MAKN Surakarta. Setiap kelas 2 MAKN seluruh nya diwajibkan mengadakan camping dakwah Ramadhan. Jadi selama sebulan penuh, santri santriwati MANK tinggal di desa yang dianggap agamanya minim. Melakukan kegiatan sosial, kesehatan, pendidikan sampai kegiatan keagamaan. Tentu di bawah bimbingan ustad dan ustadzah yang kompeten.

Kami mengajar mengaji untuk anak-anak sampai Ibu-Ibu, kami menggerakkan pemuda desanya, menggenjot mereka dari pengetahuan umum sampai mengaji agar saat kita pergi mereka bisa mengajarkan kembali ke anak-anak di desanya juga.

Nah, pak menteri.. Kalau aku jadi menteri agama, aku akan kerahkan anak-anak sekolah dari masing-masing agama di Indonesia ini untuk langsung turun terjun ke masyarakat untuk membimbing agama-agama di setiap daerah sesuai agamanya. Untuk mengamalkan ilmu yang mereka dapatkan di sekolah kepada masyarakat. Untuk menguatkan pengetahuan agama masing-masing.

Atau menerjunkan anak-anak Pondok Pesantren atau alumninya ke masyarakat agar tidak ada lagi ustad atau ustadzah "Yasin" yang hanya bisa baca Yasin aja sudah diminta masyarakat untuk mengisi pengajian sehingga ilmu yang disampaikannya pun, ya begitulah pak.

Masalahnya pak, kadang momen keagamaan, katakanlah pengajian ujung-ujungnya dimanfaatkan untuk mengangkat hoaks. Nah kalau saja ustadz ustadzahnya tau benar soal agama, jika pemuka agamanya tau betul tentang agama, mereka tidak akan membakar isu agama, melainkan memadamkannya.

Masa depan bangsa dan agama ditentukan oleh pemuda masa kini, , young today is Leader Tomorrow, pemuda hari ini adalah pemimpin di masa yang akan datang.

Dengan menerjunkan anak muda yang sudah menimba ilmu agama yang semangatnya masih membara ilmunya masih melekat di otak, aku rasa anak muda juga punya power untuk memberikan pengertian pada masyarakat dan Ibu- Ibu kelompok keagamaan menangkal hoaksx.

KETIGA: Pilih Pengisi Acara Program Keagamaan yang Paham Betul Agama

Pak, bapak ingat kasus viral ustadzah yang salah nulis ayat Al-Qur'an?  Atau kasus viral ustadzah tentang Islam Nusantara? Entah mengapa ya pak saat aku baca berita itu pikiran aku langsung melayang dan menduga dalam hati saja, pasti ini yang milih ustadzahnya produsernya atau kru acaranya gak paham betul soal agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun