Mohon tunggu...
Faricha ichda
Faricha ichda Mohon Tunggu... Guru - Seniman

Travelling

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Teruntuk Ayah

10 Desember 2017   17:25 Diperbarui: 10 Desember 2017   19:42 1367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teruntuk ayahku tersayang yang sedang jauh disana. Semoga ayah selalu ada dalam lindunganNya. Salam rindu dariku ayah. Aku, putri kecilmu dulu dan yang sekarang tetap akan menjadi putri kecilmu. Aku selalu senang menjadi puri kecilmu yah meski kutahu kini usiaku tak kecil lagi. Ayah, aku menyayangimu. Kau adalah sosok lelaki terhebat bagiku. Kau ajarkan aku tentang bagaimana bertahan dalam kerasnya hidup ini. Kau adalah penyemangat hidupku. Kau ajarkan aku bangkit kala aku sedang terpuruk, kau ajarkan aku tentang segalanya dalam hidup ini. Aku menyayangimu Ayah.

            Ayah, bolehkah sedikit aku bercerita tentang masa kecilku bersamamu  ? masa kecil yang begitu indah bagiku. Kala itu ketika aku masih kecil dan kedaan ekonomi keluarga bisa dibilang kurang dari kata cukup. Kau ayuh sepeda tuamu itu untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga, yah meskipun jarak anatara rumah dan tempat kerjamu cukup jauh. Kau tak pernah patah semangat, kau terjang panasnya terik matahari dan dinginnya hujan. Tak jarang pula ketika hari libur sekolah aku merengek meminta untuk ikut ketempat kerja denganmu. Bagian inilah yang ku suka, tak sekalipun kau menolak permintaanku putri kecilmu ini untuk ikut ketempat kerjamu bersamamu. 

Kau angakat dan kau dudukkan aku diboncengan sepeda tuamu itu, dan setelah itu kau tali kakiku agar kaki tak luka karena jeruji sepeda. Sesampainnya ditempat kerjamu kau selalu mengajakku berkeliling tempat itu demi menyenagkan hatiku, meski ku tahu kakimu lelah setelah jauh mengayuh sepeda dan memboncengku. Setiap sore ketika libur kerja kau selalu mengajakku bersepeda dengan sepeda tuamu itu mengelilingi desa, sambil bersepeda tak terasa kau ajari aku juga tentang nama-nama hewan, nama-nama binatang, doa-doa pendek, dan masih banyak lainnya. Itulah yang aku suka darimu ayah, kau selalu memperhatikan tumbuh kembangku, kau selalu menyayangiku dengan setulus hatimu.

            Hingga kini aku dewasa, ketika aku mulai mengerti makna hidup yang sebenarnya aku tetap menyayangimu dan akan tetap menjadi putri kecilmu. Kau tak pernah patah semangat, kau bangun semuanya dari nol. Dari kata kurang dari kata cukup hingga kini menjadi cukup. Perjuanganmu untuk keluarga tak ternilai ayah. 

Kau sosok laki-laki yang bertanggung jawab. Tetapi aku sering jengkel padamu ayah, kenapa kau harus diam saja ketika diperlakukan tidak adil oleh orang terdekatmu ? oleh orang disekitarmu ? kau selalu berucap "sabar nak, gapapa", aku selalu kesal ayah jika kau diperlakukan seperti itu. Hingga ku tahu dan kini kubelajar arti dari sebuah kesabaran darimu ayah. Ayah aku merindukanmu, merindukan saat-saat berbincang denganmu, bergurau denganmu, berdiskusi denmganmu, dan aku rindu berada disampingmu. Aku menyayangimu ayah. Ayah, bolehkan aku menjadi putri kecilmu selamanya ?.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun