Mohon tunggu...
Faricha Hasinta
Faricha Hasinta Mohon Tunggu... -

Menulislah selagi jemarimu masih mampu bergerak ...^^\r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kebermaknaan Hidup

13 Agustus 2010   21:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:03 4820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pengertian Kebermaknaan Hidup

Psikologi eksistensial membahas segala kemampuan manusia yang tidak mendapatkan pembahasan secara sistematik dalam aliran positivis-behavioursm atau dalam teori klasik psikoanalisa. Misalnya masalah values,proses menjadi (becoming), kreativitas, afeksi, tanggung jawab dan kebermaknaan (Abidin, 2002). Salah satu prinsip dasar aliran tersebut adalah keberadaan mengatasi dunia (being-beyond-the world), maksudnya adalah menusia memiliki kemungkinan yang luas untuk mentransendir atau melampaui atau mengatasi diri dan lingkungannya, serta merealisasikan potensinya. Konsep mengatasi dalam psikologi eksistansial ini dapat menerangkan dan mendeskripsikan kemampuan manusia mentransendir diri dan lingkungannya, waulaupun lingkungan yang dihadapinya sangat menindas dan penuh penderitaaan (Frankl, 2003).

Frankl berusaha menghindari kerancuan dengan pendekatan eksistensial lain dengan menyebut pendekatannya dengan istilah logoterapi baik dalam konsep teortik maupun terapeutik. Frankl menggunakan istilah analisis eksistensial sebagai persamaan kata dari logoterapi. Kata logos dalam bahasa Yunani berarti makna (meaning) dan juga rohani (spirituality), sedangkan terapi adalah penyembuhan atau pengobatan. Logoterapi secara umum dapat digambarkan sebagai corak psikologi atau psikiatri yang mengakui adanya dimensi kerohanian pada manusia disamping dimensi ragawi dan kejiwaan, serta beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk bermakna (the will of meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningful of life) yang didambakan (Bastaman, 2007).

Istilah logoterapi pertama diperkenalkan oleh Viktor Frankl sekitar tahun 1920-an. Berbeda dengan tokoh psikologi eksistensial lain di Eropa yang pesimistik dan anti agama, Frankl mempunyai pandangan yang optimistik terhadap keberadaan manusia dan menempatkan agama sebagai salah satu sistem nilai yang berpengaruh besar terhadap kehidupan manusia (Bastaman, 2007).

Konsep utama logoterapi akan dapat lebih dipahami dalam konteks pemahaman logoterapi secara keseluruhan. Konsep utama yang menjadi dasar filosofis logoterapi menurut Koesworo (1992) adalah kebebasan berkeinginan (freedom of will), keinginan akan makna (will of meaning) dan makna hidup (meaning of life).

Ketiga konsep tersebut dijelaskan sebagai berikut.

a. Kebebasan berkeinginan (freedom of will)

Pandangan Frankl menentang pendirian dalam psikologi dan psikoterapi bahwa manusia ditentukan oleh kondisi biologis, konflik-konflik masa kanak-kanak, atau kekuatan lain dari luar. Ia berpendapat bahwa kebebasan manusia merupakan kebebasan yang berada dalam batas-batas tertentu. Manusia dianggap sebagai makhluk yang memiliki berbagai potensi luar biasa, tetapi sekaligus memiliki keterbatasan dalam aspek ragawi, aspek kejiwaan, aspek sosial budaya dan aspek kerohanian. Kebebasan manusia bukan merupkan kebebasan dari (freedom from) bawaan biologis, kondisi psikososial dan kesejarahannya, melainkan kebebasan untuk menentukan sikap (freedom to take a stand) secara sadar dan menerima tanggung jawab terhadap kondisi-kondisi tersebut, baik kondisi lingkungan maupun kondisi diri sendiri. Dengan demikian kebebasan yang dimaksud Frankl bukanlah eskapisme atau lari dari persoalan yang sebenarnya harus dihadapi.

b. Keninginan akan makna (will of meaning)

Manusia dalam berperilaku mengarahkan dirinya sendiri pada sesuatu yang ingin dicapainya, yaitu makna. Keinginan akan makna inilah yang mendorong setiap manusia untuk melakukan berbagai kegiatan agar hidupnya dirasakan berarti dan berharga (Frankl dalam Bastaman 2007). Frankl tidak sependapat dengan prinsip determinisme dan berkeyakinan bahwa manusia dalam berperilaku terdorong mengurangi ketegangan agar memperoleh keseimbangan dan mengarahkan dirinya sendiri menuju tujuan tertentu yang layak bagi dirinya, yaitu makna (Frankl, 2004).

c. Makna Hidup (meaning of life)

Menurut Bastaman (2007) makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagai seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purposein life). Bila hal itu berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia (heppiness). Menurut Frankl makna hidup bersifat personal dan unik (Frankl,2004). Ini disebabkan karena individu bebas menentukan caranya sendiri dalam menemukan dan menciptakan makna. Jadi penemuan dan penciptaan makna hidup menjadi tanggung jawab individu itu sendiri dan tidak dapat diserahkan kepada orang lain, karena hanya individu itu sendirilah yang mampu meresakan dan mengalami makna hidupnya.

Makna hidup dapat ditemukan dalam setiap keadaan, menyenangkan atau tidak menyenangkan, keadaan bahagia dan penderitaan. Apabila hasrat makna hidup ini dapat terpenuhi maka kehidupan dirasakan berguna, berharga dan berarti (meaningful) akan dialami, sebaliknya bila hasrat ini tidak terpenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan tidak bermakna (Bastaman, 2007).

Menurut Frankl (2004) dalam bukunya yang berjudul man's search for meaning mengartikan makna hidup sebagai kesadaran akan adanya satu kesempatan atau kemungkinan yang dilatarbelakangi faktor realitas atau menyadari apa yang bisa dilakukan dalam situasi tertentu.

Pengertian makna hidup menunjukan bahwa dalam makna hidup terkandung tujuan hidup, yakni hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi. Berdasarkan uraian diatas, kebermaknaan hidup adalah kemampuan dan kualitas penghayatan individu terhadap seberapa besar dirinya dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya dan seberapa jauh individu telah berhasil mencapai tujuan-tujuan hidupnya untuk memberi arti terhadap kehidupannya.

Aspek-aspek kebermaknaan hidup.

Menurut James Crumbaugh & Leonard Maholick (dalam Koeswara, 1992), kebermaknaan hidup individu dapat diidentifikasi melalui enam aspek dasar, yaitu

a. Arti hidup; makna hidup adalah segala sesuatu yang dianggap penting dan berharga bagi kehidupan individu, memberi nilai yang spesifik, serta dapat dijadikan sebagai tujuan hidup bagi individu tersebut.

b. Kepuasan hidup; Kepuasan hidup adalah penilaian seseorang terhadap hidup yang dijalaninya, sejauh mana ia mampu menikmati dan merasakan kepuasan dalam hidup dan segala aktivitas yang telah dilakukannya.

c. Kebebasan; kebebasan adalah bagaimana individu merasa mampu untuk mengendalikan kebebasan hidupnya secara bertanggung jawab.

d. Sikap terhadap kematian; sikap terhadap kematian adalah persepsi tentang kesiapan individu terhadap kematian yang pasti akan dihadapi oleh setiap manusia.

e. Pikiran tentang bunuh diri; pikiran tentang bunuh diri adalah persepsi tentang jalan keluar dalam menghadapi masalah hidup bahwa bunuh diri bukan merupakan solusi.

f. Kepantasan untuk hidup; kepantasan untuk hidup adalah evaluasi individu terhadap hidupnya sendiri, sejauh mana ia merasa bahwa apa yang telah ia lalui dalam hidupnya merupakan sesuatu yang wajar, sekaligus menjadi tolok ukur baginya tentang mengapa hidup itu layak untuk diperjuangkan.

Pada penelitian ini tingkat kebermaknaan hidup diukur dengan menggunakan kesimpulan teori dari James Crumbaugh & Leonard Maholick (Koesworo,1992). Terdapat enam aspek yang berkaitan dengan kebermaknaan hidup. Butir-butir soal dalam skala ini didasarkan pada karakteristik kebermaknaan hidup yang ada dalam logoterapi. Butir soal tersebut antara lain: makna hidup, kepuasan hidup, kebebasan, sikap terhadap kematian, pikiran untuk bunuh diri, dan kepantasan hidup.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebermaknaan hidup

Frankl (2003) berpendapat bahwa secara hakiki manusia mampu menemukan kebermaknaan hidup melalui trandensi diri. Salah satunya dengan mengambil ajaran-ajaran agama yang diterapkan pada sebuah kehidupan. Namun Di Muzio (2006) berpendapat untuk menemukan makna hidup tidak selalu berkaitan dengan personalan agama, melainkan bisa dan seringkali merupakan filsafat hidup yang sifatnya sekuler, bahkan manusia dapat menemukan makna tanpa kehadiran tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun