Mohon tunggu...
Faricha Hasinta
Faricha Hasinta Mohon Tunggu... -

Menulislah selagi jemarimu masih mampu bergerak ...^^\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menjadi Dewasa

27 Agustus 2014   07:18 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:25 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tak pernah membayangkan ternyata menjadi dewasa, sesulit ini. Dulu saya sering membaca buku-buku yang hampir semuanya berkisah tentang masa anak-anak atau remaja. Sepertinya usia dewasa itu hanya identik dengan masa memilih pasangan, lalu menjadi orang tua, sudah. Kemudian kisah peran utamanya akan dilanjutkan oleh si anak yang kemudian beranjak remaja, karena usia dewasa dirasa sudah tak lagi menarik.

Tetapi nyatanya kini, saya telah berada di usia dewasa. Beberapa ahli berpendapat usia saya ini berada di masa usia dewasa muda atau dewasa awal. Banyak tugas perkembangan yang harus dijalani di usia ini, namun saya tak ingin membahasnya disini. Bagi saya masa-masa ini adalah saat dimana saya dituntut untuk selalu mengalah, dituntut untuk selalu mementingkan orang lain terlebih dahulu jauh di atas kepentingan saya sendiri, dan masa dimana saya harus selalu tampil “sempurna”.

Mengapa saya bilang bahwa usia ini kita dituntut sempurna? Karena tidak ada lagi toleransi yang berlaku di usia dewasa. Semua sudah harus sesuai dengan porsinya, atau harus sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan umum yang berlaku di masyarakat. Mungkin semua tahapan usia pun juga harus sesuai dengan bagaimana seharusnya atau sesuai dengan tahapan perkembangannya. Namun jika pun toh ada yang tidak sesuai, maka akan banyak toleran yang muncul. Mungkin ada yang akan bilang “maklumlah, masih anak-anak,..”, atau  “wajar namanya juga remaja..”. maka selesailah semua perkara ketika kalimat-kalimat “kewajaran” itu muncul. Tetapi apakah demikian halnya dengan kasus yang ada pada usia dewasa?? Tidak.., semua kata-kata itu sudah tidak lagi berlaku. Karena masa dewasa adalah masa “kesempurnaan” yang mana sudah tak ada lagi simpatisan-simpatisan yang muncul membela kita.

Itulah mengapa saya begitu takjup dengan masa ini. Walaupun banyak orang bilang bahwa masa pencarian dan masa penyesuaian ada pada masa remaja, namun baru sekarang lah saya merasa benar-benar mulai melangkah ke tempat yang  sama sekali berbeda dimana saya dituntut untuk melakukan penyesuaian diri yang sebenar-benarnya. Ketika saya sudah lebih banyak memikirkan dan melakukan kegiatan sehari-hari saya daripada beraktivitas di media social, ketika saya lebih banyak mengurusi orang-orang di sekitar saya daripada mengurus diri sendiri, dan ketika saya harus mengorbankan banyak keinginan dan cita-cita saya yang saya buat di usia sebelumnya demi kebaikan bersama.

Ada kalanya saya ingin menjerit dan berkata “saya belum siapp..! sudahkah saya harus memikirkan ini semua??” tapi jeritan itu hanya ada dalam batin saya, dan kemudian harus saya bungkam sendiri dengan helaan napas dan kedewasaan. Kedewasaan itu sendirilah yang akhirnya menenangkan saya dari jeritan-jeritan yang membelenggu jiwa saya. Kedewasaan pula yang kemudian menyadarkan saya bahwa sudah bukan saatnya lagi saya meratapi semua keadaan, namun harus segera bergerak menghadapinya, kedewasaan jugalah yang kemudian melatih diri saya sendiri untuk menerima segalanya dengan penuh rasa syukur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun