Mohon tunggu...
Nur Farikha
Nur Farikha Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Ijtima' tentang Perayaan Maulid Nabi SAW

3 Februari 2017   20:07 Diperbarui: 3 Februari 2017   20:13 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Intinya menghimpun semangat juang dengan membacakan syi’ir dan karya sastra yang menceritakan kisah kelahiran Rasulullah SAW. Diantaranya yang paling terkenal adalah karya Syeikh Al-Barzanji yang menampilkan riwayat kelahiran Rasulullah SAW dalam bentuk natsar (prosa) atau nadzom (puisi). Saking populernya, sehingga karya seni Al-Barzanji hingga kini sering masih kita dengar, dibacakan dalam acara peringatan maulid Nabi SAW.

Dengan berkah peringatan maulid Nabi, maka bangkitlah semangat islam melawan tentara salib dan bebasalah baitul maqdis dari cengkraman penjajah dibawah pimpinan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi.

Membicarakan tentang bid’ah mengenahi peringatan maulid Nabi, memang benar peringatan maulid nabi dikatakan bid’ah (hal yang baru) tapi tidak menyalahi aturan-aturan islam, dengan demikian hukumnya boleh memperingati maulid Nabi, terdapat salah satu hadist yang memperkuat kebolehan memperingati maulid Nabi yaitu :

من سن في الاسلام سنة حسنة فله اجرها واجر من عمل بها بعده من غير ان ينقص من اجرهم شيئ (رواه مسلم)

“ Barang siapa yang memulai (merintis) dalam islam sebuah perkara baik maka ia akan mendaapatkan pahala dari perbuatan baiknya tersebut dan ia juga mendapat pahal dari orang yang mengikuti setelahnya, tanpa berkurang pahala mereka sedikitpun.” (H.R. Muslim dalam kitab Shohihnya).

Menurut imam syafi’i bid’ah itu ada dua macam yaitu bid‘ah yang dipuji (bid‘ah mahmûdah) dan bid‘ah yang dikeji (bid‘ah mazmûmah).

Berdasarkan hadist diatas memberikan keleluasaan bagi ulama’ umat Nabi Muhammad SAW untuk merintis hal yang baru dan tidak menyalahi aturan agama. Hal ini disebut bid’ah mahmudah.

Imam Suyuthi juga mengatakan dalam menanggapi hukum perayaan maulid Nabi SAW:

والجواب عندي ان اصل عمل المولد الذي هو اجتماع الناس وقراة ما تيسر من القران ورواية الاخبار الواردة في مبدئ امر النبي صلى الله عليه وسلم ماوقع في مولده من الايات ثم يمد لهم سماط يأكلونه وينصرفونه من غير زيادة على ذالك من بداع الحسنة التي يثاب عليها صاحبها لما فيه من تعظيم قدر النبي صلى الله عليه وسلم و اظهار الفراح والاستبشار بمولده الشريف

“Menurut saya asal perayaan maulid Nabi SAW , yaitu manusia berkumpul membaca al-qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahiran nya sampai perjalanan hidupnya. Kemudian dihidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan tidak lebih . Semua itu tergolong bid’ah hasanah (sesuatu yang baik). Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW yang mulia.”

Banyak aliran selain sunni atau Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang mengatakan bahwa merayakan maulid nabi itu bid’ah madzmumah (bid’ah tercela), alasannya karena perayaan maulid Nabi tidak pernah dirayakan oleh para sahabat karena tidak melihat suatu kebaikan, padahal kalau dilihat pada zaman sekarang isi dari perayaan maulid Nabi adalah pembacaan sholawat pada Nabi, sedangkan hal tersebut telah termaktub dalam kitab suci Al-Qur’an:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun