Sepotong cerita perjalanan ke Bumiayu, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah
Beberapa kali menjalani overland di Pulau Jawa dan melewati Kabupaten Brebes. Cerita tentang Brebes pastinya teringat telur asin dan bawang merah, yaaa benar banget. Dari masa ke masa Brebes biasanya hanya dijadikan tempat "mampir", bukan tempat tujuan wisata sesungguhnya.
Mei 2021, pertama kali bersama teman-teman Tour Leader, kami mengunjungi Kabupaten Brebes dalam waktu yang sangat singkat mengingat cukup banyak tempat yang harusnya dikunjungi.
Pagi-pagi benar berangkat dari Jakarta karena sudah membuat janji bertemu Dinas Pariwisata setempat. Kami tiba sebelum pukul 8 pagi dan berusaha mencari tempat makan pagi ternyata banyak yang masih tutup karena wabah yang sudah hampir dua tahun membuat dunia pariwisata sekarat. Akhirnya kami makan mie rebus gerobak "ala Brebes" yang berjualan di samping kantor Dinas Pariwisata.Â
Bumbunya khas, mungkin ada ketumbar, jahe, kemiri selain bamer dan baput serta agak kental. Usai sarapan, kami langsung bertemu "tuan rumah Kabupaten Brebes" yaitu pejabat dari Dinas Pariwisata sebagai ucapan "permisi" untuk masuk ke wilayahnya. Banyak hal yang disampaikan kedua belah pihak.Â
Setidaknya saling bertukar wawasan untuk ke arah yang lebih baik, walaupun tersirat adanya "kemerosotan" semangat dari para pelaku pariwisata di tempat ini yang disebabkan banyak hal terutama wawasan dan motivasi para pemangku kepentingan.
Tanpa didampingi petugas pariwisata setempat, kami berusaha menuju ke Candi Pangkuan yang terletak di Desa Cilibur, kecamatan Paguyangan, kabupaten Brebes, provinsi Jawa Tengah. Candi Pangkuan merupakan candi yang berupa batu lonjong seinggi 50 cm. Sejarah candi ini tidak begitu jelas karena tidak ada simbol atau catatan sejarah yang ada pada candi.Â
Menurut legenda masyarakat sekitar candi ini digunakan sebagai tempat upacara keagamaan masyarakat pada zaman kerajaan. Kawasan candi seluas empat hektar ini ditemukan oleh masyarakat sekitar tahun 1965.Â
Beberapa waktu sebelum 2020, mungkin ada usaha penataan (terlihat adanya jalan setapak dan tempat duduk di bagian bawah hutan sebelum jalan menanjak menuju ke candi) untuk menjadikan candi ini sebagai objek wisata yang menawarkan keindahan hutan dengan pohon yang berumur ratusan tahun, tetapi sayangnya tidak ada upaya yang konsisten sehingga semua menjadi terbengkelai.
Selanjutnya kami menuju ke Paguyangan untuk mengunjungi Waduk Penjalin yang cukup ramai dikunjungi warga sekitar bahkan di masa wabah ini. Menurut Wikipedia, Waduk Penjalin berada di Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, atau sekitar 12 Km dari Bumiayu. Penjalin dalam Bahasa Jawa berati rotan.Â
Waduk ini dibangun tahun 1930 oleh pemerintah kolonial Belanda bersamaan dengan Waduk Malahayu. Waduk Penjalin terletak perbatasan Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Brebes. Air waduk ini dipersiapkan untuk menyuplai irigasi Sungai Pemali bawah dan areal persawahan. Pemandangannya indah. Bila ada penataan, pengelolaan dan pendampingan berkesinambungan dari pemda bagi masyarakat sekitarnya, pasti waduk ini akan menjadi daya tarik wisata yang bermanfaat bagi pendapatan masyarakat dan pemda juga.Â
Dengan elevasi mencapai +328 m, stasiun paling selatan di Kabupaten Brebes ini merupakan stasiun kereta api tertinggi di Daerah Operasi V Purwokerto dengan topografi daerah yang terjal dan jalur berliku-liku yang mengakibatkan jalur ini dijuluki "jalur maut".Â
Sekitar 15 km dari stasiun ini terdapat jembatan rel Sakalimolas sepanjang 300 m, yang merupakan jembatan terpanjang di lintasan Prupuk-Kroya. Di barat stasiun ini terdapat Waduk Penjalin. Stasiun Patuguran hanya digunakan sebagai tempat penyusulan KA. Sejak Maret 2011 lalu dioperasikan rel ganda dari Stasiun Purwokerto dan berujung di Stasiun Kretek. Di sebelah selatan Stasiun Patuguran terdapat Stasiun Legok, namun stasiun ini sudah jadi stasiun mati karena sejak ada jalur ganda, stasiun ini sudah tidak digunakan untuk persilangan kereta api lagi.
Tidak terasa, hari sudah hampir gelap, kami kembali ke Kota Brebes untuk mencari penginapan dan bermalam di Hotel Salsa Dalila yang cukup baik.
Hari berikutnya, kami memulai hari dengan mengunjungi museum mini purbakala yang masih dimiliki dan dikelola secara perseorangan, yaitu Bapak Rizal, seorang pengusaha/penjual batik di Kota Brebes yang merelakan sebagian dari rumah nya untuk menyimpan dan memamerkan banyak benda-benda purbakala temua dari banyak pihak terutama masyarakat sekitar.Â
Berdasarkan penelitian, di Bumiayu ditemukan fosil manusia purba tertua di Indonesia yang berusia 1,8 juta tahun, dan museum ini sudah dibantu oleh cukup banyak organisasi serta orang-orang yang ahli di bidangnya, selengkapnya dapat dibaca di link: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpsmpsangiran/museum-purbakala-buton-kini-dilengkapi-dengan-replika-manusia-purba-tertua/
Pak Rizal seorang yang ramah dan mau meluangkan waktu untuk mengantar kami ke Desa Galuh Timur, Kabupaten Brebes, di mana banyak ditemukan fosil dan benda purbakala lainnya oleh masyarakat, bahkan ada salah seorang Bapak yang sederhana juga merelakan sebagian dari rumah kecilnya untuk menyimpan banyak fosil binatang purbakala. Desa Galuh Timur juga menjadi tempat di mana sungai purba mengalir dan masih dapat dilihat hingga saat ini.Â
Sebelum kami mengakhiri kunjungan di tempat ini, kami sempat bersilaturahmi dengan penduduk sambil duduk lesehan di rumah salah satu penduduk untuk menikmati makanan local. Kami berbincang tentang apa yang dapat dilakukan oleh semua yang hadir, namun sayangnya ketika kami tiba di Jakarta dan ingin menindaklanjuti lebih jauh, ada hal yang tidak dapat disepakati karena adanya keterbatasan dari kedua belah pihak. Jadi cerita perjalanan ini berakhir sampai di sini.
Sangat diperlukan penataan, bimbingan dan pendampingan serta dana yang berkesinambungan untuk menjadikan desa yang cantik dan penduduknya yang ramah, menjadi daerah tujuan wisata yang menarik wisatawan, bukan hanya sebagai tempat persinggahan untuk membeli telur asin dan bawang merah saja. Saya membayangkan desa yang terjaga keasriannya dan memberikan rumah sejahtra lahir batin buat penduduknya, mungkin dapat diwujudkan melalui desa wisata?
Kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, semua stake holders serta masyarakat secara berkesinambungan akan meningkatkan ekonomi masyarakat yang di tahun 2019 menempati peringkat atas "masyarakat miskin di Jawa Tengah."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI