Mohon tunggu...
Farianty Gunawan
Farianty Gunawan Mohon Tunggu... Lainnya - Smart Traveller, Travel Consultant, Christian-Holyland Expert, Happy Baking Learner,

A wife for best husband and a mother of wonderful best two grown up daugther and son. Being in Travel Industry since 1992. Love to learn the new right things. Pray first and do the best

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Beta Tar Bisa Lupa, Kenangan Manise di Ambon dan Saparua, Kepulauan Maluku

3 Juli 2021   15:17 Diperbarui: 6 Juli 2021   23:33 1506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bangunan usia lebih dari 4 abad yang masih kokoh berdiri. Sumber : koleksi pribadi

Usai kunjungan, kami mampir ke warung makan untuk santap siang yang cukup terlambat. Pemilik warung adalah  orang Pulau Jawa yang menyediakan aneka masakan khas Jawa.

Untuk menghindari gelombang pasang di sore hari, kami bergegas ke dermaga, saat melewati pasar tradisional, kami sempat membeli kain penutup kepala khas Pulau Saparua yang berasal dari budaya zaman kolonial, pengemudi mengatakan kain itu diimport dari Belanda (ngga heran harganya Rp. 150.000,-) per helai.

Saparua memang jempolan Bu, apalagi suara penyanyi-penyanyi asal Saparua, seng ada lawan. Sumber : koleksi pribadi
Saparua memang jempolan Bu, apalagi suara penyanyi-penyanyi asal Saparua, seng ada lawan. Sumber : koleksi pribadi

Sesampai nya di dermaga, kami menyewa taxi air / speed boat kecil yang hanya memuat 4 orang penumpang ditambah 1 pengemudi dan 1 anak kecil yang mungkin anak nya. Kami bertiga naik ke atas boat diikuti oleh seorang perempuan yang ternyata dokter muda yang bertugas di Pulau Saparua. 

Taxi air digunakan sore hari karena tidak ada jadwal kapal cepat. Sumber : koleksi pribadi
Taxi air digunakan sore hari karena tidak ada jadwal kapal cepat. Sumber : koleksi pribadi

Perjalanan cukup seru, kami berpegangan erat karena speed boat kecil menantang ombak yang cukup besar sehingga beberapa saat setelah meninggalkan dermaga, anak kecil yang berpegangan di buritan kapal (bagian belakan kapal) terlempar dan kecebur di laut, tapi dengan sigap nya dia berenang kembali ke dermaga. Lalu kami diombang ambing oleh gelombang sekitar 1 jam sebelum akhirnya mendarat di dermaga Tulehu, Pulau Ambon. 

Ketika turun dokter muda bermaksud membayar jumlah tertentu sebagai biaya transportnya, tapi karena kami sudah tahu bahwa beliau adalah dokter yang sedang bertugas melalui perbincangan di atas speed boat, maka kami menolak dengan halus mengatakan terima kasih untuk bantuan nya sebagai dokter muda  di Pulau Saparua.

GOD bless young good man. Sumber : koleksi pribadi
GOD bless young good man. Sumber : koleksi pribadi

11 Agustus 2017 

Dari Lapangan Merdeka Kota Ambon berjarak sekitar 37 km atau sekitar 1,5 jam menuju (Negeri/Desa Hila) atau disebut juga negeri belakang karena lokasinya di ujung utara Pulau Ambon, seolah-olah ada di bagian belakang dari lokasi pusat Kota Ambon.

Sahabat kami, Bapak Ben dan Bung Ronald serta Bapak pengemudi bercerita tentang peristiwa kerusuhan yang merebak mulai tahun 1999. Hingga di tengah perjalanan kami berkunjung ke Negeri Hila, mobil sempat dihentikan dan seorang laki-laki meminta izin untuk melihat ke dalam mobil yang memang sengaja kacanya dibuka lebar oleh Bapak pengemudi yang berpengalaman mengantar orang ke sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun