Ini tulisan ke-3 saya tentang Banda Neira yang sejak abad ke-17 bahkan mungkin jauh sebelumnya sudah menjadi incaran penjelajah Eropa.
Kemilau itu belum hilang tetapi agak meredup di tengah kesibukan manusia modern di kota metropolitan. Kiranya tulisan ini dapat menggugah pembaca untuk mendukung Neira yang pernah diperebutkan bangsa-bangsa Eropa pada masanya.
Bagi yang baru membaca artikel ini, silahkan mampir di halaman tulisan saya yang pertama tentang Neira di tautan berikut ini.
Dan bagi yang ingin melihat lebih jauh Pulau Hatta, sebagai tulisan kedua tentang Banda, silahkan mampir di tautan berikut ini.
Mengutip sejarah singkat yang ditulis di setiap papan nama di lokasi masing-masing, ada tiga bangunan bersejarah yang wajib dikunjungi ketika berada di Banda Neira (selain bekas rumah pengasingan Bung Hatta).
1. Gereja Tua Neira
Pada tanggal 20 April 1873, telah dibangun sebuah bangunan gereja yang kemudian diresmikan pada tgl 23 Mei 1875 oleh dua orang Misionaris asal Belanda yaitu Maurits Lantzius dan John Hoeke.Â
Bangunan gereja ini dibangun di atas pusara 30 prajurit Belanda yang gugur dalam perang penaklukkan Banda, hal ini dibuktikan dengan adanya 30 batu nisan lengkap dengan identitas para prajurit tersebut pada lantai gereja. Hingga sekarang gereja ini masih digunakan untuk pelayanan umat Nasrani di Banda Neira.
Selain waktu ibadah terjadwal, maka gereja tidak dibuka setiap waktu karena tidak ada yang menjaga. Kalau ada pengunjung, maka pemandu akan menelpon pemegang kunci atau ada perjanjian lebih dulu.Â
Menurut saya, bangunan ini tidak hanya sebagai tempat berkumpulnya umat nasrani untuk beribadah, tapi juga sebagai tempat bersejarah untuk banyak orang belajar tentang apa yang pernah terjadi di Neira.
Walaupun bukti tertulis tidak banyak dapat dibaca di tempat ini, tetapi dalam globalisasi sekarang banyak data dapat diperoleh dengan cukup mudah di internet.
2. Bangunan Sociteit Harmonie
Terletak di sebelah barat Kompleks Istana Mini. Bangunan ini dibangun di atas lahan seluas 1480m2 dengan luas bangunan 540m2.Â
Pada masa lalu Gedung ini merupakan salah satu gedung terbaik di Kota Neira, di mana para pengawai sipil, militer, perkeniers dan para bangsawan lainnya berkumpul untuk menikmati minum teh sore.
Main kartu atau berbincang-bincang. Saat-saat tertentu diadakan perjamuan dan pesta dansa serta pertunjukan musik atau drama. Menurut informasi yang diperoleh dahulu bangunan ini merupakan bangunan mewah, berlantai marmer dengan lampu gantung yang indah.
Lokasi gedung ini tidak jauh dari rumah bekas pengasingan Bung Hatta di Neira. Kondisinya cukup memprihatinkan.Â
Kami tidak masuk ke dalam karena memang kosong dan tidak ada yang dapat dilihat. Perlu campur tangan pemerintah untuk melestarikan cagar bangunan budaya seperti ini.
3. Benteng Belgica
Benteng Belgica dibangun untuk mengoreksi kekeliruan dalam pembanguan Benteng Nassau yang berlokasi di bibir pantai yang dengan mudah diserang melalui bukit yang lebih tinggi di belakangnya.Â
Rakyat Neira yang terusir oleh Belanda ke pulau lain di sekitar Pulau Neira sering melakukan serangan gerilya dan menembaki Benteng Nassau dengan panah api dari atas bukit tersebut.
Untuk menghentikan perlawanan penduduk Neira ini, kemudian pada tahun 1611, Gubenur Jenderal Pieter Both menggagas pembanguan sebuah benteng pertahanan kecil di atas bukit itu, dengan ketinggian 30 meter di atas permukaan laut, dan diberi nama Belgica.
Bebeerapa tahun kemudian dibangun lagi benteng keci lain yang diberi nama Neria di puncak bukit yang sama. Pada tahun 1660, dua benteng kecil tersebut digantikan oleh sebuat redut yang lebih besar dan diberi nama Belgica II.
Pada Maret 1667, Admiral Cornelis Speelman tiba di Pulau Neira. Ia kemudian meminta kepada Adrian de Leeuw, seorang arsitek Belanda, untuk membuat rancangan benteng baru untuk pengembangan redut Belgica II, struktur pentagon dengan lima menara pada bagian dalam benteng, dan struktur pentagon lain dengan lima bastion di sisi luarnya. Pembanguan benteng ini berlangsung dari tahun 1672-1673 tanpa mengalami kendala yang berarti.
Benteng Belgica versi ketiga ini dapat menampung 400 tentara yang dilengkapi berbagai persenjataan termasuk meriam. Pada tahun 1795, benteng ini dipugar oleh Francois Boeckholz, namun sayangnya satu tahun kemudian benteng ini berhasil diserang dan direbut oleh Inggris yang kemudian menguasai Banda hingga awal abad ke-19.
Hanya dipungut biaya retribusi yang kecil untuk masuk ke dalam Benteng Belgica ini. Namun tidak ada pemandu untuk menjelaskan secara detail tentang tempat dan ruangan-ruangan yang ada. Diperlukan keseriusan untuk membangun ekonomi kreatif dan pariwisat yang dapat memajukan penduduk di Neira.Â
Untuk mengunjungi Benteng Belgica lebih baik di pagi/siang hari , karena dapat melihat pemandangan dan hasil foto yang lebih baik.Â
Cila Bintang estate, lebih baik untuk melakukan reservasi dulu sebelum tiba di Neira jika ingin menginap di sini. Lokasi, fasilitas dan makanan minuman yang baik menjadi incaran banyak turis domestik dan internasional.Â
Kami bermalam di Penginapan Bintang Laut yang memiliki fasilitas bintang 1-2 namun lokasi nya tepat di bibir dermaga kecil di pantai, cukup memuaskan untuk melihat pemandangan kapal-kapal kecil hilir mudik menuju ke laut lepas.Â
Beruntung kenalan kami, Bung Bey yang bertugas sebagai anggota SAR di Neira saat itu, membawa kami mampir ke Hotel Maulana, hotel warisan alm. Bapak Des Alwi yang sekarang dikelola oleh cucu-cucu nya.Â
Hotel itu masih menyimpan kejayaan pada masanya. Saat kami tiba di sana, mereka juga bersiap menjadi tuan rumah untuk berlabuh dan menginapnya awak kapal-kapal layar dari Darwin menuju Banda dan Raja Ampat.Â
Usai sudah perjalanan kami di Neira dalam kesempatan kali ini. Saat saya menulis artikel ini sudah 3 tahun berlalu, ada rasa rindu kembali ke sana, ke tempat yang pernah menjadi bagian dari sejarah panjang bangsa dan negara Indonesia.Â
Semoga tulisan ini dapat menginspirasi banyak pihak untuk berkontribusi dan melestarikan sejarah Indonesia, membangun bangsa dan negara Indonesia khususnya bagi penduduk di Kepulauan Banda termasuk di Neira dan Pulau Hatta.Â
Pemerintah semata tentu tidak mampu, perlu kerjasama dengan penduduk dan semua pemangku kepentingan untuk bergandeng tangan tanpa adanya kepentingan pribadi atau golongan tapi bersatu dalam damai demi kehidupan yang lebih baik bagi generasi penerus bangsa.Â
Salam damai sejahtra dan merdeka !!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H