Siapa yang pernah dan masih ingat lagu anak-anak karangan Ibu Sud?
"Nenek moyang ku s'orang pelaut
Gemar mengarung luas samudra
Menerjang ombak tiada takut
Menempuh badai sudah biasa"
Sekitar 45 tahun kemudian... saya membuktikan sendiri, bahwa lirik lagu itu benar adanya...
Menyambung tulisan saya mengenai perjalanan ke Kepulauan Banda, khususnya Neira, di hari pertama tiba di Neira, kami langsung menuju ke dermaga kecil yang dipenuhi banyak perahu tempel motor untuk berlayar ke berbagai pulau-pulau kecil di Laut Banda yang terkenal dengan palung-palung lautnya yang sangat dalam. Sekali lagi... sebagai orang yang bertumbuh di kota metropolitan, situasi dan kondisi alam tidak banyak diketahui pun dialami karena ziboek dengan mall ke mall hahahaha...
Namun rasa ingin tahu dan jiwa eksplorasi sesuatu yang baru dan tentunya yang positif menjadi motor penggerak kami menuju Pulau Hatta, dinamakan demikian sebagai penghormatan untuk Bapak Proklamator Bung Hatta yang pernah diasingkan di Pulau Banda.
Suatu pagi, Bung Hatta pergi ke pantai, beliau melihat perahu dan memanggil nya lalu masuk ke dalam perahu dan pergi ke Pulau Rozengian, lalu menginjak pantai nya, tidak lama kemudian berlayar balik kembali ke Neira , dan dinamakanlah pulau Rozengian itu dengan nama Pulau Hatta. Cerita itu dituturkan oleh Oma Emi Salma Baadilla yg sekarang menunggu dan memelihara bekas Rumah Pengasingan Bung Hatta di Banda Neira, Kepulauan Maluku.
Dari dermaga kecil di Neira sekitar pukul 09.00 pagi, kami mulai berlayar dengan perahu motor tempel sewaan (dimiliki pemilik penginapan, saat itu sewanya Rp. 400.000,- PP), penduduk setempat menamainya perahu ting2 (perahu fiber Johnson) menuju ke Pulau Hatta. Perjalanan mengarungi Laut Banda selama sekitar 1 jam membelah ombak setinggi 1,5-2 meter. Ngeri2 sedap. Berasa banget untuk bergantung hanya kepada kuasa TUHAN untuk selamat dan kami pun berdoaaaaa sepanjang pelayaran dan merasa laaaaamaaaa sekali tiba di tujuan karena sejauh mata memandang hanya lautttt..... lauuut... sementara kami berada di perahu kecil sekali... rasanya keciiiil di tengah alam ciptaan TUHAN dan memang kita manusia adalah debu tanah yang sangat keciiiil tapi TUHAN Maha Besar yang membuat kita berharga di mataNYA. Amin
Akhirnya terlihat juga sebuah pulau, makin lama makin besar dan tampak rupanya hahahahaha.... Legaaaa... perahu merapat ke pantai... lalu kami menapakan kaki di pantai di depan Home Stay Bintang Agung sekitar pukul 1030 pagi ... Beberapa orang menyambut kami dan kami langsung menuju ke rumah panggung untuk melepaskan ketegangan dengan bersantai di kursi santai berbahan bambu ditemani pisang goreng dan pilihan kopi dan teh lengkap dengan kayu manis asli Maluku... seng ada lawan... sambil rebahan... menunggu makan siang siap untuk disantap...
Selesai santap siang ikan laut dalam dan sambal yang dibakar dan ditemani sambal colo2 dan sayuran yang endeus bingitz, sambil menunggu matahari agak condong ke barat... semilir angin laut membuat kami tertidur sejenak... merasa sayang waktu kami singkat di pulau itu, kami bangun dan berjalan kaki hampir mengitari sebagian besar pulau karena ada beberapa tempat yang sulit ditembus. Â Panas terik matahari dengan pemandangan pantai putih laut dan langit biru cerah memberi penghiburan di kala kami kelelahan. Pohon pala dan pohon kanari tertanam di banyak tempat dan keduanya bagaikan magnet yang menarik penjajah datang ke bumi Nusantara.
Sempat mampir di warung untuk membeli minuman dan ngobrol dengan Ibu dan anak perempuannya yang mengatakan tidak menjual minuman dingin karena di pulau itu tidak tersedia kulkas (lemari pendingin) karena daya listrik yang terbatas (diesel dan dinyalakan hanya malam hari  saja yaitu pukul 18.00-22.00 ), jadi pemilik warung menyediakan air putih yang berwangi asap kompor untuk diminum, puji TUHAN.
Tidak ada kendaraan bermotor yang dimiliki oleh penduduk di Pulau Hatta, dan hanya ada beberapa sepeda saja.  Kami terus berjalan kaki menyusuri kampung2 yang ada di tepian pantai, mengitari hampir 1/2 pulau hingga ke kampung baru yg ada sekolah SD dan SMP. Di sini tidak ada signal HP sejak menara pemancar nya roboh diterjang badai, maka jika warga mau menelpon mereka harus berjalan ke kampung lama dekat pantai penginapan di mana kami bermalam dan penginapan pulau Hatta yang pertama yang berdekatan dengan Pulau Banda Besar yang memiliki pemancar untuk  HP.
Setelah lelah berjalan kaki, kami balik ke penginapan dan pukul 16.30 bersiap untuk bermain di pantai. Tidak ada penyewaan alat snorkling apalagi diving... so bawa sendiri peralatan sesuai kebutuhan ya.
Harap berhati-hati jika bermain di air laut, sekalipun di pantai karena banyak palung palung laut dan batuan besar serta arus air cukup kencang saat itu.
Jelang senja, kami kembali ke Penginapan Bintang Laut, bersihkan diri sebelum hari gelap... laluuuu santaiii menunggu santap malam dihidangkaaan.
Usai santap malam di saung yang lengkap dengan meja dan kursi... ada pemilik penginapan tetangga yang sedang bermain gitar dan kami menyapa bapak itu, dan seketika terjadi perbincangan hangat ... sebagian cerita tentang sejarah pulau itu termasuk saat terjadi kerusuhan di tahun 2000-an, ternyata ada gereja yang dibakar... dan banyak pendatang yang akhirnya meninggalkan pulau indah itu. Sekarang penduduknya hanya sedikit, maka di sana hanya ada sekolah dasar karena memang tidak banyak anak usia sekolah.
Malam kian larut..., saat nya masuk ke kamar untuk beristirahat... ditemani debur ombak di tepi pantai dalam gelap nya malam...
08 Aug 2017
Pagi jam 09.15 kami berangkat dari Pulau Hatta Rozengian ke Pulau Banda Neira. Agak bergelombang (1,5 m) sekitar 45 menit dan tiba di Penginapan Bintang Laut yg berada di tepi dermaga Laut Banda Neira.
Melalui keberadaan kami di tengah lautan Maluku, di tengah alunan gelombang di salah satu laut dalam di dunia yg terkenal dengan palung2 nya;
Melalui keberadaan kami terbang kembali ke Ambon dengan kapal perintis yang hanya memuat 12 penumpang dan 4 awak kabin dalam cuaca berawan dan hujan....
TUHAN YESUS memberikan kami pelajaran untuk bersyukur, tidak mengeluh, berserah kepada TUHAN dan selalu bersukacita dalam segala hal. AminÂ
Berikut ini aktivitas kami di Pulau Hatta :Â
Snorkeling, diving, sun bathing, drinking, eating, chatting and sleeping. No gadget karena no signal hahahaha... what a wonderful simple life indeed.
Kenangan manis di Pulau "Rozengian" Hatta akan selalu ada dalam hati dan ingatan.
TUHAN memberkati Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H