Mohon tunggu...
Farhatul Istiqomah
Farhatul Istiqomah Mohon Tunggu... -

Coret-coretan hatiku yang tak bisa ku ungkapkan dengan lisan ^-^

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di 9 Tahun yang Lalu

16 Februari 2013   10:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:14 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Flashback ke masa lalu, sekitar 9 tahun yang lalu saya medapatkan kenangan yang begitu menyeramkan, waktu itu sempat yang namanya trauma, sampai sekarangpun kalau menyebrang dijalan besar masih ada rasa takut dan harus ada teman.

Di 9 tahun yang lalu, dimana saya dan adik saya sudah diajarkan mandiri sejak kecil, kami berangkat dan pulang sekolah tanpa diantar ataupun dijemput, kami berangkat berdua pulangpun berdua,dimana saya dan adik saya masih begitu polos dan lucunya (tetep narsis), kami  disuruh umi untuk lewat jalan kampung, yang sering kami sebut "Kampung Bengek", disana aman karena tidak ada mobil yang melintasi dikampung tersebut, dan belum marak yg namanya penculikan anak.

Suatu ketika saya dan adik saya pulang sekolah, kami melewati kampung bengek dengan riang gembira, ditemani teriknya matahari yang membakar pori-pori kami, tapi kami tak peduli itu karena kami sudah terbiasa bermain-main dengan teriknya matahari. kamipun hampir tiba dirumah hanya tinggal menyeberang kami sampai, tapi langkahku terhenti ketika melihat adikku sudah duduk tersungkur dijalan, akupun teriak menyebut namanya.

Aku seperti mimpi kejadiannya begitu cepat, kejadian ini adalah kesalahan adik saya sendiri, dia menyeberang jalan tanpa liat kanan dan kiri, karena posisi kita berada dibelakang koasi (angkutan umum), mungkin dia fikir tidak ada motor/mobil yang melintas, tapi dugaannya salah, dia diserempet motor dan sempat berputar dan akhirnya dia jatuh. Tanpa berteriak minta tolong, orang-orang sudah berdatangan. dan beruntungnya lagi umi saya sudah pulang dari mengajar, jadi adik saya bisa langsung diobati, saya hanya diam karena masih takut, adik saya hanya bisa menangis kesakitan karena pipinya bengkak dan berwarna ungu. umi tidak meminta ganti rugi oleh orang yang menabrak adik saya, karena umi juga merasa kasihan kepada orang tersebut. kerumunanpun hilang, tinggalah aku yang menjadi saksi mata yang harus menceritakan kronologi kejadiaanya kepada orang rumah. kamipun mendapatkan ilmu baru. sekian :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun