Mohon tunggu...
Farhan Syuhada
Farhan Syuhada Mohon Tunggu... -

Berkecimpung di organisasi kemasyarakatan dan hobi bermain bola dan nonton bola.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Angin Sorga dari Jokowi-Ahok

16 September 2012   19:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:22 3
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cukup menarik mencermati acara debat calon gubernur/wakil gubernur di Metro TV malam ini (16/9/2012) antara pasangan Fauzi Bowo - Nahrowi Ramli (Foke-Nara) dengan pasangan Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok). Salah satu hal yang ingin penulis soroti dari acara debat tersebut adalah soal betapa bombastisnya para calon kepala daerah mengumbar atau mengobral janji kepada para pemirsa sekiranya nanti terpilih menjadi kepala daerah di DKI Jakarta. Yang paling fenomenal tentunya penampilan dari pasangan Jokowi-Ahok yang begitu percaya diri untuk melakukan berbagai perubahan besar guna mewujudkan Jakarta Baru.

Ketika ditanya tentang masalah transportasi, Jokowi menjanjikan bahwa jika menjadi gubernur maka dia akan membentuk badan khusus yang bertugas menangani permasalahan trasportasi. Menurutnya badan dimaksud akan diberi nama Otoritas Transportasi Lintas Jabodetabek. Terkait soal pemukiman kumuh, Jokowi menjanjikan bahwa nantinya warga yang tinggal di pemukiman kumuh khususnya di daerah rawan banjir akan digeser dan diberikan bangunan berupa rumah susun yang tidak jauh dari lahan penghidupan mereka. Menyangkut masalah kesehatan, oleh pasangan Jokowi yakni Ahok menjanjikan bahwa rakyat miskin tidak akan lagi kesulitan mendapatkan layanan kesehatan gratis karena setiap SMS dari warga akan segera direspon oleh tenaga medis. Adapun mengenai tata-kelola pemerintahan, Jokowi-Ahok menjanjikan akan meninjau kembali keberadaan PNS yang dianggap melebihi kebutuhan masyarakat.

Bagi Jokowi permasalahan transportasi di Jakarta akan selesai apabila pemerintah DKI Jakarta dan pihak pemerintahan di daerah penyangga bersama pemerintah pusat bersepakat untuk membentuk sebuah badan yang memiliki kewenangan penuh untuk mengatur transportasi di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Sekilas apa yang disampaikan oleh Jokowi ini merupakan sesuatu yang luar biasa karena tidak pernah dilakukan oleh gubernur sebelumnya. Akan tetapi apabila diperhatikan lebih mendalam soal rencana ini, sesungguhnya patut untuk dikritisi. Pertama, ide tersebut sebenarnya merupakan copy paste dari konsep Megapolitan yang pernah ditawarkan oleh Gubernur Sutiyoso. Sebuah tawaran yang berangkat dari pemikiran bahwa menyelesaikan persoalan Jakarta juga harus melibatkan pemerintah di daerah penyangga (buffer zone) yakni Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Kalau memang demikian, maka di manakah genuinitas ide Jokowi di atas. Tawaran Jokowi ini sesungguhnya tidak lebih dari memperpanjang mimpi yang pernah diceritakan oleh Bang Yos pada beberapa tahun yang lampau, di mana pada masa Fauzi Bowo dianggap sangat tidak realistis.

Masih soal otoritas transportasi, ajakan Jokowi untuk nantinya Pemerintah DKI Jakarta duduk bersama pemerintah daerah penyangga dan pemerintah pusat menyelesaikan masalah transportasi ini menandakan betapa lemahnya karakter kepemimpinan dirinya. Bagaimana mungkin berhasil memimpin Jakarta kalau kewenangannya sebagai gubernur di sebuah daerah khusus ibukota dirasa tidak cukup untuk mengatur berbagai hal yang terkait soal transportasi di Jakarta. Untuk menyelesaikan persoalan di wilayahnya, sang gubernur malah berharap belas kasihan dari para bupati dan walikota di Jabodetabek. Rencana ini juga tentunya akan berbenturan dengan persoalan administratif pada daerah-daerah yang jelas-jelas memiliki urusan rumah tangganya sendiri. Bila langkah ini dijalankan bisa dipastikan resistensi akan muncul dari para bupati dan walikota yang merasa sang gubernur hanya akan menambah masalah baru bagi daerah yang mereka pimpin.

Berkenaan dengan janji Jokowi akan menggeser pemukiman kumuh ke rumah susun yang disediakan oleh pemerintah, hal ini bisa dianggap sangat manusiawi. Sayangnya rencana ini nampaknya akan dihadapkan pada penolakan dari warga di pemukiman tersebut yang telah lama hidup dalam suasana tersebut. Memaksakan pola hidup baru kepada golongan masyarakat ini merupakan kerja-kerja sosial yang tidak semudah membalik telapak tangan. Tidak cukup dengan sekedar menggelontorkan anggaran yang besar bagi perbaikan kualitas hidup mereka. Melihat karakter pasangan ini yang tidak istiqomah dengan sumpah jabatannya, maka dikhwatirkan janji ini hanyalah angin sorga buat warga di pemukiman kumuh.

Soal kesehatan, di mana Ahok menjanjikan pelayanan kesehatan gratis dan proaktif bagi rakyat miskin, rasanya janji manis ini patut untuk dipertanyakan. Rasio warga miskin dengan tenaga medis serta sarana-prasarana kesehatan yang belum sebanding membuat ide ini sangat tidak realistis. Dari mana pula sumber anggaran yang akan Ahok belanjakan untuk memenuhi janjinya ini? Ahok bahkan menjanjikan bahwa warga miskin yang membutuhkan tindakan medis akan segera dilayani hanya dengan berkirim pesan singkat (SMS) kepada petugas kesehatan. Satu lagi jurus sang avonturir diberikan kepada rakyat miskin yang memang senang diberi mimpi indah.

Berkaitan dengan tata-kelola pemerintahan, janji Jokowi-Ahok untuk meninjau kembali keberadaan PNS di DKI Jakarta rasanya perlu menjadi kekhawatiran tersendiri. Hal ini dikarenakan rencana tersebut akan diturunkan dalam bentuk pengurangan jumlah PNS pada berbagai unit yang ada dalam rentang kendali Pemerintah DKI. Bila rencana ini berjalan, maka bersiap-siaplah wahai para aparat untuk menyiapkan sekoci penyelamatan diri. Jokowi-Ahok nampaknya perlu mempelajari ulang soal dasar-dasar pemerintahan. Mengelola pemerintahan adalah sangat berbeda dengan mengurus perusahaan dagang ataupun memimpin LSM. Para pegawai negeri bukanlah pegawai swasta yang dengan mudahnya diberhentikan sesuai keinginan sang pemilik.

Melihat hasil pemilihan putaran pertama dan kecenderungan publik yang ada di pihak Jokowi-Ahok, maka bisa dipastikan janji-janji di atas hanya merupakan pelicin tambahan yang akan memuluskan keduanya tampil memimpin DKI Jakarta 2012-2017. Figur yang populis dan mengumbar janji yang bombastis kepada rakyat bukanlah baru kali ini muncul lewat Jokowi-Ahok. Jauh sebelumnya hingga berabad lampau, telah banyak kisah serupa yang berujung pada kekecewaan rakyat karena para pejabat yang mereka pilih tidak menepati apa yang telah dijanjikan. Para penguasa atau pejabat justru lebih mengingat pesan dari Machiavelli yakni: “apabila janjimu hanya akan merugikan atau mebahayakan kekuasaanmu, maka tidak ada kewajiban bagimu untuk menepatinya.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun