Masyarakat Padang menganggap tradisi ini sebagai bentuk pengamalan perintah Allah yang berada di Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 148 yang memerintahkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Kearifan lokal ini memiliki simbol gotong royong dan memiliki prinsip "bersaing tidak untuk menjatuhkan kelompok lain, tetapi harus memberikan yang terbaik pada tahun berikutnya". Kegiatan ini mempunyai 3 tahapan yakni: Pengumpulan uang, Mandekor, dan Maarak Bungo Lado.
Uang yang telah terkumpul biasanya langsung dikaitkan ke ranting-ranting hingga membentuk sebuah pohon uang dan akan dipamerkan pada saat Maulid Nabi Muhammad Saw. Acara perayaan akan diisi dengan ceramah agama dan jamba. Jamba sendiri merupakan istilah yang berarti makan bersama. Ibu-ibu di nagari setempat akan memasak beragam makanan mulai dari makanan berat seperti nasi dan lauk hingga menyediakan snack dan buah-buahan. Tak tanggung-tanggung, warga menyediakan 40 porsi lauk dari setiap rumah warga yang berpartisipasi. 40 porsi tersebut mengandung simbol sebagai bentuk rasa perhatian kepada masyarakat yang kurang mampu.
Bungo Lado yang sudah jadi akan diarak menuju ke surau atau masjid setempat, untuk kemudian digunakan dalam kegiatan keagamaan. Selain adanya arak-arakan Bungo Lado, biasanya warga setempat juga akan menyajikan makanan khas berupa Jamba yang dimasak bersama-sama. Makna tradisi Bungo Lado sejatinya adalah momen bahagia untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Kegembiraan itu diwujudkan dengan cara-cara yang baik yaitu dengan berlomba-lomba meningkatkan amal ibadah dan menjaga tali silaturahmi antar warga.
Itulah kedua kebudayaan Islam yang ada di kota Cirebon dan Kota Padang pada perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Keduanya menjadi praktik kebudayaan Islam yang menarik, bahkan bisa menjadi destinasi wisata budaya. Tapi ada perbedaan yang cukup mencolok di antara kedua kearifan lokal tersebut. Perbedaannya yakni untuk Tradisi Panjang Jimat mengandung tingkat kesakralannya yang cukup tinggi, aspek transendentalnya sangat memenuhi di setiap prosesi yang dijalankan. Sedangkan Bungo Lado lebih menonjolkan pada sisi kemanusiaan yang tinggi, hampir secara keseluruhan rangkaian acara melibatkan masyarakat untuk saling bahu membahu.Â
Namun di sisi lain ada kesamaan yang diterapkan yakni mengamalkan ajaran syariat Islam berupa sedekah, dan sholawat Nabi. Dapat disimpulkan bahwa kedua kebudayaan ini dapat menjadi best practice bagi daerah lain. Karena kebudayaan seperti ini dapat melekatkan tiga nilai sekaligus, yakni: nilai sosial, nilai ekonomi, dan nilai agama. Oleh karena itu, pentingnya kita untuk melakukan perbandingan terhadap praktik-praktik kebudayaan Islam yang ada di setiap daerah. "Perbedaan itu bukanlah menjadi suatu permasalahan, melainkan perbedaan merupakan suatu keindahan yang dapat kita syukuri dan nikmati bersama-sama".
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H