Mohon tunggu...
Farhan Saleh
Farhan Saleh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam.

Saya suka menulis, mendengarkan musik, travelling, dan berenang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Merawat Hati di Tengah Gempuran Era Digitalisasi

17 Juni 2023   23:15 Diperbarui: 17 Juni 2023   23:16 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Riya ialah mengerjakan suatu perbuatan kebaikan, baik itu ibadah maupun muamalah yang ditujukan agar mendapatkan pujian, sanjungan, dan pengakuan dari manusia. Biasanya orang akan memamerkan harta kekayaannya guna mencari perhatian sehingga muncul yang namanya pujian dan pengakuan dari masyarakat. Contohnya yaitu, seseorang hartawan yang melakukan sedekah dengan menunjukkan nominal uang yang sangat besar dan dikontenkan dalam sosial media. Dalih-dalih beramal sholih, namun realitanya hanya untuk menambah subscribers, followers, view, and likes saja. Simpelnya orang-orang yang melaksanakan riya ini beramal sholih hanya sebatas pencitraan saja, menjadikan manusia sebagai tujuan utama bukan mengharapkan ridho Allah semata. Bahkan orang-orang seperti itu tergolong orang yang rugi, dikarenakan ia tidak memperoleh apapun dari kebaikan yang dilakukannya, seperti yang telah disampaikan di dalam QS. Al-Baqarah ayat 264 yang berbunyi:


Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jangan membatalkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia, sedangkan dia tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu licin yang di atasnya ada debu, lalu batu itu diguyur hujan lebat sehingga tinggallah (batu) itu licin kembali. Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum kafir". (QS. Al-Baqarah (2:264).

  • SUUDZON 

Suudzon adalah sebuah perbuatan prasangka buruk kepada orang lain, keadaan, peristiwa, bahkan kepada Allah sekaligus. Akan tetapi, prasangka buruk dalam hal ini lebih ditekankan kepada orang lain. Misalkan contohnya: Ada seorang tokoh terkenal yang memposting bahwa ia sedang sakit parah dan membutuhkan bantuan dana dari followersnya. Tetapi respon masyarakat malah justru menganggap bahwa itu hanya sebuah gimmick atau berpura-pura agar dirinya bisa tersorot lagi di dunia maya. Hal ini tentunya tidak dibenarkan oleh syariat Islam karena sesuatu yang belum diketahui secara pasti kebenarannya, lalu ada orang yang mengatakan keburukan kepada orang tersebut, maka itu termasuk suudzon. Allah Swt melarang secara tegas dan lugas aksi suudzon ini di dalam QS. Al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi:


Yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang". (QS. Al-Hujurat (49:12).

Dalam hal ini Rasullah Saw pun dalam haditsnya melarang perbuatan prasangka buruk ini, beliau bersabda: "Allah mengharamkan (penumpahan) darah dan (pengambilan) harta umat Islam, serta berburuk sangka terhadapnya". (HR. Baihaqi dan Ibnu Majah).

Itulah ketiga jenis penyakit hati yang sering dilakukan oleh masyarakat dalam menggunakan media sosial. Tentunya jika hal ini terus menerus dilakukan dan tidak bertaubat hingga ia wafat, maka akan termasuk ke dalam golongan orang-orang kafir atau orang yang tidak mengikuti petunjuk Allah Swt karena hatinya tertutup oleh penyakit hati tersebut, na'udzubillah tsumma na'udzubillah. Hal tersebut dirumuskan di dalam Al-Qur'an Surat At-Taubah ayat 125 yang artinya: "Dan adapun orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit, maka (dengan surat itu) akan menambah kekafiran mereka yang telah ada dan mereka akan mati dalam keadaan kafir".

Lantas, bagaimana cara merawat hati dengan baik agar terhindar dari yang namanya penyakit hati? Cara pertama yakni dengan menganalisis kebenarannya terlebih dahulu jika menerima sebuah informasi yang bersumber dari tayangan-tayangan media sosial. Hal ini bertujuan supaya mencegah prasangka buruk yang muncul pada kalangan warganet. Seperti yang diuraikan dalam QS. Al-Hujurat ayat 6 yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu". Yang kedua dengan cara rutin membaca Al-Qur'an, sebagaimana yang dipaparkan di QS. Yunus ayat 57 yang artinya: "Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur'an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman". Yang terakhir dengan melalui cara perbanyak membaca dzikir kepada Allah Swt, seperti mana yang dibentangkan di dalam QS. Ar-Ra'd ayat 28 yang artinya: "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram".

Hati yang tenteram dan tenang akan mudah menerima datangnya petunjuk berupa rahmat dari-Nya. Dalam pernyataan lain yang disampaikan oleh Syekh Ibrahim Al-Khawash bahwa obat hati diklasifikasikan menjadi lima perkara yakni: membaca al-Qur'an disertai perenungan, rutin melakukan puasa, dirikanlah sholat malam, menyembunyikan diri di hadapan Allah pada akhir malam (berdzikir dan bermuhasabah), dan bergaul dengan orang-orang yang sholih.

Simpulan

Di era kontemporer ini memang semua serba bisa dan serba mudah untuk melakukan hal apapun. Hanya bermodalkan handphone dan perangkat lainnya, pengguna dapat mengakses media sosial sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Sebetulnya hal tersebut memberikan pengaruh positif bagi aspek perekonomian keluarga, karena banyak orang yang tadinya tidak bekerja, kini bisa menghasilkan uang dengan menjadi konten kreator. Namun, mengingat bahwa dunia merupakan tempatnya godaan dan ajakan syaithon untuk melakukan kemaksiatan yang akan menjadi sebagai ujian keimanan dan ketaqwaan seluruh umat Muslim. Maka tak jarang umat Muslim yang terperosok oleh rayuan manis syaithon, sehingga mereka menyalahgunakan sosial media kepada hal-hal yang dilarang oleh syariat Islam, salah satunya penyakit hati ini.

Sudah menjadi kewajiban kita semua sebagai umat Muslim untuk saling mengingatkan satu sama lain. Ayat-ayat al-Qur'an, hadits Nabi Saw, dan nasihat-nasihat para 'ulama menjadi instrumen untuk menyadarkan masyarakat pada perkara penyakit hati ini. Jika dilema ini terus dibiarkan akan memunculkan banyaknya konflik yang mengakibatkan hilangnya ketenteraman dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat. "Perbuatan yang baik, jika diawali dengan niat yang buruk akan berakhir dengan keburukan pula. Sedangkan, perbuatan yang baik akan berakhir dengan hal-hal baik pula, jika diawali dengan niat yang baik". Jadilah warganet yang cerdas dan bijak, agar mampu menguatkan dan menjaga ukhuwah Islamiyah, insaniyah, dan wathaniyah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun