Ada kalanya kita tak hanya ingin bergerak untuk kesenangan pribadi. Terkadang kita merasa perlu bergerak untuk hal di luar diri, untuk negeri dan untuk aktualisasi. Bergerak karena murni ingin mengabdi untuk negeri.
Menjadi seorang relawan berarti menginvenstasikan waktu bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk mereka di penjuru negeri. Memilah dan memilih ruang yang paling pas untuk diri karena sebenarnya ruang berbagi tidak pernah benar-benar habis. Bergerak sekaligus belajar kembali.
Perubahan itu datang dari Azizah Nurul Amanah. Hatinya mulai terketuk menjadi seorang relawan sejak tahun 2015 silam. Kala itu ia melihat krisis pendidikan yang dialami oleh anak-anak di kampung Pemulung, Duren Sawit. Dari masalah yang terjadi di lingkungan sekitarnya, mahasiswi STMIK Antar Bangsa itu beserta relawan lainnya terlibat aktif dalam memberikan pengajaran kepada anak-anak di kampung tersebut.
"Awalnya di tahun 2015 itu aku suka ikut kegiatan sosial kayak ngajar anak jalanan, dan anak-anak di kampung Pemulung Duren Sawit yang putus sekolah," terang Azizah.
Selama menjalani tugas sebagai relawan, banyak suka dan duka yang dialami olehnya. Usai mengajar, Azizah menyempatkan diri untuk mendengar keluh-kesah dan cerita dari anak-anak didiknya. Ternyata dari pengalaman itu membawa ia semakin menikmati proses perjalanannya sebagai relawan.
Tak hanya itu, jiwa kepeduliannya semakin terpanggil ketika kesempatan untuk mengabdi di pelosok Kalimantan Tengah menggerakan Azizah untuk berangkat. Kehadirannya di desa terpencil itu mengundang antusias yang luar biasa dari anak-anak dan warga sekitar. Hal itu sangat ia syukuri dan nikmati dapat berinteraksi langsung dalam kegiatan kemasyarakatan.
"Pengalaman paling berkesan itu pas pertama kali ditugaskan ke salah satu desa terpencil di Kalimantan Tengah, pertama kali bertugas dalam  waktu dua minggu, ngajar di sekolah, ikut bahagia sekali sebab belajar bareng dengan anak-anak super semangat walaupun banyak keterbatasan, kemudian menjadi relawan free food car dimana saya menjadi pramusaji yang turut serta menjadi pendengar yang baik, mendengarkan berbagai kisah-kisah mereka," tulis Azizah dalam pesan singkat.
Kemudian, berbekal pengalamannya sebagai tenaga medis, Azizah turut serta membantu korban bencana tsunami di Pandeglang pada 2018 lalu. Pengalaman yang ia dapatkan selama di lapangan memberikan kesadaran bahwa seorang relawan harus bersiap menerima segala konsekuensi yang ada.
"Saat turun sebagai relawan bencana tsunami di Pandeglang, yang mana menyadarkan diri bahwa ketika sudah turun di lokasi bencana maka harus bersiap menerima segala konsekuensi termasuk nyawa. Dari situ aku belajar banyak, sebab turun ke lokasi bencana harus perlu ilmu, perlu persiapan matang, dan perlu kesiapan jiwa dan raga," pesannya.
Selain itu, ia juga turut terlibat aktif sebagai mentor di program Beasiswa Indonesia Maju (BIM) sebagai program persiapan S1 luar negeri. Kini, salah satu siswa binaannya Norman Jefferson berhasil mendapatkan beasiswa di tiga kampus terbaik dunia seperti University of Melbourne Australia, Monash University Australia, dan Royal Conservatoire of Scotland.
Perempuan asal Palembang ini menjelaskan motivasi yang melatar belakangi dirinya untuk terus bergerak adalah kesadaran akan pertanggung jawabannya dihadapan Sang Khalik kelak.
"Motivasinya aku adalah ingat umur, kesempatan yang sudah Allah berikan, kira-kira semasa hidup ini aku udah kasih kebermanfaatan belum sih bagi lingkungan sekitar, maka dari itu dengan mengikuti kerelawanan aku ingin bisa memberikan manfaat sebanyak-banyaknya di lingkungan sekitarku, terutama membantu masyarakat yang perlu dibantu," jelasnya.
Semangat yang selalu dihadirkan oleh Azizah melalui gerakan kemanusiaan diharapkan juga dapat menular ke teman-teman agar bisa bergerak dan berkontribusi bersama demi kemajuan dan kesejahtreaan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H