Mohon tunggu...
Farhan Risyad Razaq
Farhan Risyad Razaq Mohon Tunggu... Lainnya - Lulusan dari Universitas Brawijaya, Studi yang ditempuh adalah Ilmu Administrasi Publik.

"if i had remained invisible, the truth would stay hidden" -Lana Wachowski Halo! Saya farhan senang bisa berbagi hal-hal yang bermanfaat, semoga semua tetap waras, trus jaga akal sehat dengan perluas wawasan. Emang lana wachowski bukan hanya seseorang yang menciptakan film yang keren kayak the matrix, tapi juga punya keresahan yang ingin disampaikan. semoga di platfom ini kita semua menikmati keresahan kita masing-masing. selamat beresah ria!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Plastik Melalui Kacamata Para Pedagang

2 Desember 2022   08:42 Diperbarui: 2 Desember 2022   08:51 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Tidak terlihat seperti pasar lain, di Pasar Kebon Kembang Blok F, suasanya sangat sepi, bangunannya rapi, dan lingkungannya nyaman dan bersih. Satpam berseragam rapi berjaga di depan pintu masuk. Pegawai pengelola pasar rajin berkeliling menempelkan kertas yang berisi himbauan-himbauan. Beberapa kios di lantai dasar sebagian besar sudah terisi dan ramai pedagang. Keadaannya berbeda jika kita melihat lantai satu dan basemen. di lantai itu suasananya  sangat sepi pedagang, hanya ada satu-dua kios yang ditempati.

Pantas saja, gedung itu baru dibangun sekitar dua tahun lalu. Aroma baru masih bisa dicium dalam gedung itu. Lapisan cat nya belum luntur, lantai masih mulus, kita bisa melihat tidak ada yang retak di situ, dan pihak pengelola pasar masih aktif berkeliling sekedar mengawasi keadaan sekitar. Kita bisa memujinya sebagai pasar yang tertata rapih.

Pasar Kebon Kembang Blok F hanyalah salah satu dari sekian banyak pasar di daerah pasar anyar. Ada blok a,b,c dan d yang gedungnya bersebelahan dengan pasar Blok F. Di lingkungan luar pasar Blof F kita bisa melihat banyak warung bertebaran menjajakan berbagai macam hidangan. Orang-orang berlalu-lalang mengangkut barang yang sudah dikemas bal-balan ke atas mobil pick up. Memang pasar ini terkenal dengan barang-barangnya yang di jual secara grosir. Jadi pembeli membeli barang dalam skala yang banyak kemudian baru dijual kembali di tempat  lain.

Saya berkunjung ke pasar itu dengan berjalan kaki dari Stasiun Bogor, jaraknya hanya sekitar 500 meter. Siapapun yang berkunjung termasuk saya pasti langsung dapat mengenali Pasar Kebon Kembang Blok F, sebabnya kita langsung bisa melihat tulisan besar terpampang di atas gedung saat melintas di depannya. Kios-kiosnya juga terlihat berada sedikit ada diatas permukaan tanah tempat saya berdiri di depan persis pasar itu. Karena memang design gedungnya menyediakan basement yang membutuhkan ruang, sehingga lantai dasar nya sedikit dinaikan ke atas dan harus menaiki tangga.

Di bagian depan gedung terdapat banyak pilihan tangga yang terpisah, terhitung ada tiga, di masing-masing ujungnya dan di tengah. Saya memilih tangga di ujung barat, tangga itu menuju lantai dasar. Sesampai di lantai dasar pengunjung langsung disambut oleh berbagai macam kios. Untuk saya, Dari banyaknya kios mata saya tertuju kepada kios yang berjualan macam-macam tas.

Saya langsung bertemu dengan yang berjaga, anak muda usia (23) sambil memegang rokok, menyambut saya, "beli apa a?," sambutnya. Pemuda itu adalah pegawai dari pemilik toko tas yang sedang berjaga bersama temannya. Namanya kodel warga asli bogor, ia baru enam bulan pindah dari Jakarta. Tugasnya menawarkan pembeli tas yang digantung di langit-langit di kiosnya, kadang juga dia diminta bos untuk membelikan rokok.

Saya bertanya langsung pada kodel tentang himbauan-himabauan yang pernah di umumkan oleh pihak pengelola pasar terutama tentang pengurangan plastik. Ia tidak banyak tau jawabnya, karena merasa baru berjaga di kios itu. Satu-satunya himbauan pengurangan plastik yang pernah sampai ke dia bukan dari pengelola pasar tetapi dari mahasiswa. Kata kodel mahasiswa itu menyampaiakan tentang bahaya plastik dan pengurangan yang harus dilakukan. "iya memang bahaya saya sudah tau," kodel mengiyakan himbauan itu.

Sehabis dari Kodel, saya langsung menghampiri bosnya, namanya Bayu (40), ia sedang bermain hp dan menghisap rokok yang baru dibeli oleh kodel tadi ketika saya hampiri. Bayu yang tadinya lemas seketika langsung semangat ketika ditanya soal pengurangan plastik. Pertama ia tampak curiga dan bertanya, "emang dari mana mas" setelahnya Ia ingin sekali mengutarakan pendapatnya tentang plastik. Baginya ia tidak punya pilihan lain karena plastik bahan yang kedap air cocok sebagai pembungkus apalagi kalau ada yang beli grosiran dan minta dikirim ke luar pulau.

Plastik digunakan Bayu untuk mencegah barang agar tidak terkena hujan. "negara kita (Indonesia) kan sering hujan ya mas, kalau ga ada plastik basah semua ini," tambah bayu mengutaraka alasan dirinya mengapa pakai plastik. Bayu habis sebesar Rp. 800.000 perbulan untuk belanja plastik. Ia berbelanja plastik  ketika stock di toko habis atau ada  yang order tas dalam skala yang besar. "saya mah ga ngitungin per pack nya mas, saya tinggal ngambil terus nge bon baru nanti dihitung berapa, makanya saya tau persis berapa yang keluar untuk plastik," ungkap pria asal Padang itu menjelaskan cara dirinya berbelanja plastik.

Bayu seperti anak buahnya, Kodel, mengetahui bahaya plastik.  Menurutnya ke depan  sampah plastik akan menjadi masalah besar. Dirinya  pun paham apa yang dimaksud banyak orang tentang pengurangan pemakaian plastik, "ya dikurangin kuantitasnya, kayak di indomaret tuh," jelas Bayu. Tetapi Bayu juga memiliki keadaan yang memaksa dirinya menggunakan plastik. "keadaan gini mau gimana," tambah bayu. Bagi pedagang tas grosiran itu untuk sekarang tidak memungkinkan dirinya mengurangi kantung plastik, karena dibutuhkan untuk membungkus barang yang dibeli skala besar dan belum ada penggantinya.

Setelah banyak bertanya ke Bayu, saya memutuskan untuk melihat ke dalam Gedung Pasar Kebon Kembang Blok F. Kios Bayu terletak di halaman luar gedung, masih banyak kios lainnya yang terletak dalam gedung pasar. Sebelum sampai di dalam ada dua satpam tengah duduk dan senyum kepada setiap pengunjung yang baru datang.  Kemudian kita akan disambut dengan banyaknya barang-barang yang dibungkus menggunakan karung tergeletak di depan kios-kios. Katanya gara gara itu banyak komplain dari kios lain karena mengahalangi jalan.

Di dalam gedung pasar, sebagaian besar di dominiasi oleh pedagang sepatu grosiran, walau ada beberapa baju dan gamis yang juga turut hadir di kios-kios. Di salah satu kios grosiran sepatu saya bertemu Lori (27) sedang duduk sendiri di kios milik bapak-ibunya. Ia sedang berjaga menunggu ada orang mengunjugi kiosnya. Katanya dagangannya sepi semenjak covid melanda, "makin parah mas sejak covid apalagi sekarang," ujar Lori. Lori jarang belanja kantung plastik karena kiosnya hanya melayani pembelian grosiran. Kata lori "itu mas kalau mau kesana pedagang eceran paling banyak," saran dirinya kepada saya.

Menurut perkiraan dirinya, Lori hanya menghabiskan 30 lembar plastik sehari, kalau di akumulasikan perbulan ia hanya menghabiskan Rp.50.000, jadi Lori menghabiskan sekitar 4-5 pcs per bulan untuk kiosnya. Bagi dirinya itu bukan jumlah yang banyak dibanding dengan pedagang eceran.

Dalam menanggapi anjuran pengurangan penggunaan plastik, Lori beberapa kali mengetahuinya dari membaca selebaran yang di tempel di tembok pasar dan penyampaian himbauan secara verbal melalaui pengeras suara. Bagi Lori senada dengan Bayu bahwa sebagai pedagang grosir untuk membungkus dagangannya memerlukan plastik agar tidak terkena air sewaktu dikirim ke luar kota.

Tidak jauh dari kios Lori, saya mengunjungi kios grosiran sepatu lain, di depan kiosnya Rafi (23) memberitahu saya bagaimana cara dirinya membungkus orderan sepatu. Katanya dus sepatu ditumpuk dua sampai tiga baris secara vertikal, tumpukan itu diikat pakai tali rapiah, kemudian baru dimasukaan kedalam plastik besar. Plastik besar itu dimasukan kembali kedalam karung yang didalamnya sudah terdapat dus seukuran karung tersebut sebagai kerangka dan pelindung terhadap tekanan-tekanan dari luar. "semua pedagang disini cara bungkus gini mas," tambah Rafi.

Setelah memperagakan cara membungkus, Rafi kemudian duduk beristirahat. Ketika ditanya, dirinya mengaku baru disini jadi tidak banyak tahu apa yang terjadi. Selepas lulus dari kuliah di Jakarta, Rafi, beraktifitas menjaga kios yang biasa dijaga oleh kakaknya di Pasar Kebon Kembang. Ia mengatakan kalo usahanya masih skala kecil, belum seperti yang disana---dirinya menunjuk salah satu kios.

Ketika ditanya soal pengurangan plastik, Rafi menyatakan opininya, katanya, "Kalau pedagag mungkin mau aja mas, asal murah atau ya bisa aja di biayain tuh kantong belanjanya, tapi kalo grosiran sulit bungkus-bungkusnya nanti". Rafi juga mengatakan kalo himbauan yang ditempel percuma hanya dibaca kalau tidak ada solusi dari pemerintah.

Kemudian saya menghampiri seseorang yang dianggap Rafi usahanya paling besar di Blok F itu. Saya bertemu didepan kiosnya, dengan nada yang ramah ia menyapa, "eh mas, ada pa, dari mana mas". Pria itu beperawakan chinese, dengan kaos oblong dan celana pendek. Ketika ditanya nama ia tidak mau menyebutnya dan meminta jangan disangkut pautkan dengan kiosnya.

Ketika pria chinese itu disodorkan pertanyaan, tak disangka ia seperti mempunyai unek-unek yang terpendam, dirinya terlihat begitu semangat ketika menjawab pertanyaan. Pada awalnya ia mengutarakan komentar yang kurang lebih sama dengan pedagang lainnya. Tetapi akhirnya ia menegaskan, "memang benar mas kalau di masalah ini kita membutuhkan pengorbanan, kalau ga ada yang berkorban ini masalah ga selesai, dan akan semakin parah, kalau saya maunya yang mulai duluan usaha-usaha besar itu dulu tuh yang menggunakan plastik di tindak baru kita yang kecil-kecil" ucapnya dengan menggelora.

Kios-kios grosiran sepatu di Pasar Kebun Kembang  memiliki areanya sendiri, jika kita ke tengah kita menemukan kios lain selain sepatu. Di tengah didominasi oleh kios yang berjualan baju dan seragam, ada juga menyempil kios busana muslim jika dihitung hanya sekitar dua kios. Para pedagang biasanya duduk dengan bangku di depan kiosnya. Tidak ada yang bersura hanya diam menunggu pembeli datang.

Terlihat salah satu pedagang di kios sedang menikmati makananya. Ketika saya melihatnya, Ia terlihat Seperti terpergok, gesturnya tubuhnya kaget dan  menghadap ke saya berbasa-basi menawarkan makanannya---mungkin ada larangan dari pengelola pasar, "mas makan mas,"  ujar nya. "biasa mas, siang gini laper mas," tambah perempuan itu.

Kemudian, saya mendekati perempuan tersebut, ia bernama Nurel (38). Di kiosnya Nurel berjualan gamis dan seragam sekolah. Ternyata ia tidak sendiri berdagang, Suaminya juga ikut berjualan tapi digedung sebelah. Barang dagangannya bisa dibeli secara eceran atau bisa juga digrosir. Sebagaian besar barang dagannya dibeli secara grosir.  Katanya, "ya kalau disini ya walau jual eceran tapi yang beli rata-rata grosiran".

Rata-rata pesanan Nuerel berasal dari Depok, tetapi ia hanya melayani kiriman antar kota kalau pembeli berbelanja diatas sepuluh kilogram. Sebelum dikirim tentunya terdapat proses pembungkusan. Perempuan asal Bogor itu membungkus barang dagangannya menggunakan kantung kresek besar, kemudian kantung kresek itu baru ia masukan karung yang dalamnya sudah berisi kantung kresek seukuran karung tersebut. Katanya ia beli kantung kresek itu di halaman depan gedung pasar. Ketika ditanya tentang perkiraan plastik yang ia beli dalam sebulan, dirinya menjawab tidak tau karena tidak pernah menghitungnya.

Setelah berkeliling sekitar lantai dasar, suasana pasar masih tetap sepeti saat saya masuk tadi. Suara adzan berkumandang melalui pengeras suara dalam gedung Pasar Kebon Kembang Blok F. Banyak orang mulai bergiliran menuju musholla di lantai basement. Pedagang di kios bergantian dengan temannya membeli makan di warung padang depan gedung Pasar Kebon Kembang.

Saya kembali menuju halaman depan gedung Pasar Kebon Kembang Blok F. karena berdasarkan informasi dari banyak pedagang, hanya terdapat satu toko plastik didalam gedung Pasar kebun kembang blok F. artinya, para pedagang tidak perlu jauh-jauh membeli plastik. Cukup beberapa langkah ia sampai pada kios tersebut.

Di kios plastik saya bertemu dengan ibu-ibu paruh baya. Ibu itu sedang duduk memakai masker menunggu pembeli datang. Orang-orang memanggilnya "cici" karena perawakannya yang chinese membuat dirinya dipanggil seperti itu. Saya langusng menyapa ibu itu, sapaannya di bales dengan senyum dan pertanyaan, katanya, "ada apa dek". Ibu itu malu-malu ketika saya mengutarakan maksud saya---bertanya soal penjualannya. Sambil sedikit tertawa, ia berkata, "udah  itu aja tukang elektronik". saya beruaha membalas candaanya, tujuannya untuk membuat ibu paruh baya itu nyaman sehingga mau untuk banyak ditanya.

Akhirnya ibu itu terbuka untuk ditanya, katanya, "emang mau tau apa dek". Cici penjual plastik itu, mengutarakan kalau orang paling sering membeli karung dan tali rapiah. Karung bisa terjual sebanyak 5000 lembar per bulan sementara tali rapiah bisa laku sampai 20 bal, 1 bal isinya 15 jubel tali rapiah, kalau dikalikan totalnya  300 jubel tali rapiah terjual dalam satu bulan. Sementara, Kantung kresek terjual sebanyak 10 bal, 1 balnya bisa berisi 25-40 pcs. Jika di totalkan jumlahnya 350 pcs kantong kresek  terjual di pasar itu. Katanya," alhamduliah ini rezeki ibu".

Para pedagang di Pasar Kebon Kembang Blok F menjawab serampak dan senada, terutama untuk pedagang grosiran, bahwa plastik memiliki fungsi kedap air yang berguna untuk mengirim barang antar kota. Lori sudah membuktikan, dirinya pernah menggunakan kertas semen dan mudah robek, akhirnya pengunannya ditinggalkan.

Para pedagang tidak melihat ada meterial yang lain punya fungsi yang sama seperti plastik. Bahannya yang murah, mudah dan praktis alasan pedagang untuk memakai plastik. Tentu pedagang bukannya tidak tau, kalau plastik mencemari lingkungan. Tetapi semuanya merasa keadaaan memaksa membuat dirinya memakai plastik. Di situasi itu pedagang tidak menghiraukan sosialisasi, semuanya menunggu solusi dari pemerintah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun