Salah satu kendala yang ditemukan adalah adanya ketidakadilan yang dirasakan oleh  pekerja yang diupah dibawah UMK (upah minimum kota/kabupaten)/UMP (upah minimum provinsi) yang menyebabkan pekerja tersebut dikategorikan sebagai peserta mandiri. Pekerja  tersebut rata-rata berada di usaha mikro dan kecil yang memiliki upah yang hampir menyentuh garis kemiskinan.
Alhasil, pekerja yang diupah di bawah UMK/UMP Â harus menanggung skema iuran peserta mandiri, karena batas bawah upah agar dikategorikan sebagai peserta PPU adalah upah minimum kabupaten/kota (UMK)[3].Â
Batas bawah tmenjadi angka minimum perhitungan besaran iuran bagi peserta penerima upah, ketentuan tersebut membuat pekerja yang diupah dibawah UMK/UMP dialihkan kepesertannya. Padahal pekerja secara umum dikategorikan sebagai peserta penerima upah badan usaha (PPUBU) atau peserta penerima upah (PPU), keduanya memiliki skema iuran yang berbeda dengan peserta mandiri.Â
Bedanya terletak pada ketentuan penetapan besaran iuran yang dihitung dari persentase total keseluruhan gaji dan tunjangan. Â Peserta penerima upah (pekerja di pemrintah atau badan usaha) membayar sebesar 5% dari gaji pokok dan tunjangan keluarga[4]. 5% tersebut termasuk membayar empat orang anggota keluarganya, sementara pekerja yang menjadi peserta mandiri dapat berubah-ubah besaran persentasenya bergantung pada pendapatan yang diterima dan besaran iuran yang ditagih.Â
Hal ini menimbulkan perbedaan persentase antara pekerja yang dikategorikan sebagai peserta mandiri dengan pekerja yang dikategorikan sebagai PPU (peserta penerima upah).
Persentase yang tidak tetap pada pekerja yang dikategorikan sebagai peserta mandiri dapat dilihat dari hitung-hitugan berikut. Hitung-hitungan persentase dilakukan dengan cara  memperbandingkan antara jumlah upah yang diterima dan besaran iuran yang harus dibayar.Â
Sebagai contoh ada pekerja UMKM (usaha mikro kecil menengah) yang memiliki upah sebesar Rp 1.000.000, ia membayar lima orang didalam satu keluarga, dan memilih pelayanan kelas tiga, hitungannya menjadi Rp. 25.500 X 5, total yang harus dibayar ia sejumlah  Rp 127.500.Â
Jika dihitung perbandingan antara besaran iuran dan upah yang diterima maka persentase iuran yang dikenakan padanya adalah 12,8%. Sedangkan PPU (peserta penerima upah) di pemerintahan maupun badan usaha (PPUBU) hanya dikenakan 5% dari gaji pokok dan tunjangan.
Besaran persentase merupakan jumlah porsi yang diambil dari total pendapatan pekerja. Porsi yang diambil dari iuran PPU (peserta penerima upah) hanya 5% (angka yang tetap dan terdapat batas atas dari gaji pokok dan tunjangan) dari total gajinya sedangkan pekerja yang dikategorikan sebagai peserta mandiri angkanya sebesar 12,8%. Â Gap di angka tersebut merupakan letak ketidakadilan yang dialami pekerja yang di kategorikan sebagai peserta mandiri.
Penyelesaian permasalahan ketidakadilan yang disimulasikan diatas menemukan kebuntuan. Alasannya, sebagian besar  perekonomian Indonesia berada pada sektor informal. Â
Pelaku  usaha yang dikategorikan sebagai usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mayoritas tidak terdaftar secara resmi di negara atau mengikuti perizinan-perizinan yang telah distandarisasi oleh pemerintah.Â