Unsur iklim seperti suhu, kelembapan, curah hujan, dan pencahayaan memiliki pengaruh yang besar pada pertumbuhan bunga Rafflesia, khususnya di habitat alaminya yang beriklim tropis dan lembap. Rafflesia membutuhkan kondisi suhu yang tidak terlalu tinggi atau rendah, dengan kelembapan yang stabil agar jaringan bunga dapat berkembang dengan baik. Di habitatnya, seperti yang tercatat di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), suhu rata-rata berkisar 25-29C dengan kelembapan sekitar 90%. Kondisi ini membantu mempertahankan mikrohabitat yang sesuai, penting untuk mencegah penguapan berlebihan dan menjaga kestabilan pertumbuhan.
Ketinggian tempat dan intensitas cahaya juga berperan pada kelangsungan  hidup bunga rafflesia.  Bunga rafflesia umumnya tumbuh di area yang teduh, dengan tajuk hutan yang cukup rapat untuk menurunkan intensitas cahaya langsung. Hal ini diperlukan karena Rafflesia merupakan parasit pada akar tumbuhan inang yang tidak melakukan fotosintesis; oleh karena itu, pencahayaan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan dehidrasi. Selain itu, curah hujan yang tinggi di daerah tersebut memungkinkan tanah tetap lembap dan mendukung kondisi mikrohabitat yang diperlukan.
karakteristik pH tanah yang sedikit asam juga penting bagi Rafflesia, yang umumnya ditemukan di tanah dengan pH sekitar 5,5. Keseimbangan ini mendukung ekosistem hutan, termasuk mikroba tanah yang mendukung pertumbuhan Rafflesia dan inangnya. Faktor tambahan, seperti jarak ke sumber air, juga berperan, karena kelembapan yang konstan di sekitar habitat Rafflesia mendukung siklus hidup bunga hingga fase mekar.
Perubahan iklim berdampak signifikan terhadap habitat alami Rafflesia arnoldii, terutama dalam hal suhu dan kelembapan yang diperlukan bagi pertumbuhannya. Kenaikan suhu global dapat menyebabkan pergeseran pola cuaca di kawasan hutan tropis, termasuk Sumatra, tempat bunga ini tumbuh. Perubahan pola curah hujan dan suhu yang tidak menentu dapat mengakibatkan kekeringan di habitat Rafflesia, yang menurunkan kelembapan tanah dan mengurangi ketersediaan air. Hal ini menciptakan kondisi mikrohabitat yang kurang sesuai bagi bunga yang sangat bergantung pada lingkungan yang stabil dan lembap untuk melanjutkan siklus hidupnyaÂ
Perubahan iklim yang ekstrem juga dapat menurunkan keanekaragaman hayati di ekosistem hutan tempat Rafflesia hidup. Spesies ini sangat bergantung pada tumbuhan inang dari genus Tetrastigma, yang juga rentan terhadap perubahan lingkungan. Ketika habitat mengalami penurunan kualitas akibat suhu yang lebih panas atau kekurangan air, keberlangsungan hidup Tetrastigma bisa terganggu, yang pada gilirannya mengancam populasi Rafflesia. Ketergantungan yang kuat antara Rafflesia dan inangnya ini memperlihatkan betapa rapuhnya rantai kehidupan di ekosistem hutan, sehingga hilangnya satu spesies dapat memengaruhi spesies lainnyaÂ
Adaptasi utama Rafflesia yaitu kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang stabil dan lembap, seperti hutan tropis yang memiliki kelembapan tinggi sepanjang tahun. Rafflesia juga telah beradaptasi dengan periode pertumbuhan yang lambat dan siklus mekar yang singkat, hanya sekitar 5-7 hari, sehingga memungkinkan bunga ini memanfaatkan periode kelembapan tinggi dan suhu stabil di habitatnya. Namun, perubahan iklim yang meningkatkan suhu atau mengurangi curah hujan tahunan dapat berdampak negatif. Dalam kondisi kekeringan atau perubahan suhu yang ekstrem, bunga ini mungkin mengalami kesulitan karena habitatnya menjadi lebih kering dan kurang sesuai dengan mikroklimat yang diperlukan
Selain itu, perubahan lingkungan akibat deforestasi dan pembukaan lahan untuk pertanian di sekitar habitat Rafflesia meningkatkan risiko kepunahan spesies ini. Fragmentasi habitat mengurangi area yang dapat dihuni Rafflesia, menyebabkan isolasi populasi dan menghambat penyebaran alami. Bahkan dalam kawasan konservasi seperti taman nasional, perubahan iklim dapat membuat lingkungan menjadi kurang sesuai bagi pertumbuhan bunga ini. Hilangnya habitat asli Rafflesia tidak hanya mengancam keberadaan spesies itu sendiri, tetapi juga merusak keanekaragaman hayati di kawasan hutan
Secara keseluruhan, ketergantungan Rafflesia terhadap kondisi mikrohabitat dan inangnya membuat spesies ini rentan terhadap perubahan iklim. Jika tren pemanasan global terus berlanjut tanpa upaya mitigasi yang memadai, maka Rafflesia bisa punah di alam liar. Langkah-langkah konservasi, seperti perlindungan habitat dan restorasi ekosistem hutan, menjadi penting untuk menjaga kelangsungan hidup spesies unik ini.
Daftar Pustaka :
Delima, N. R., Setiawan, A., & Master, J. (2017). Populasi dan Kondisi Lingkungan Rafflesia arnoldii di Rhino-Camp Resort Sukaraja Atas Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Jurnal Sylva Lestari, 5(2), 128--141. ISSN (cetak) 2339-0913, ISSN (online) 2549-5747.
Mukmin, H. 2008. Kajian Populasi dan Habitat Rafflesia patma Blume di Cagar Alam Pananjung Pangandaran Jawa Barat. Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 60 hlm
Priatna, D.R., Zuhud, E.A.M., dan Alikodra, H.S. 1989. Kajian Ekologis Rafflesia patma Blume di Cagar Alam Leuweung Sancang Jawa Barat. Media Konservasi, 2(2): 1--7.
Zuhud, E.A.M., Hikmat, A., dan Nugroho, A.F. 1994. Eksplorasi Karakteristik Ekologi Rafflesia rochusseni T. et Binn untuk Kegiatan Konservasi dan Penangkarannya di Gunung Salak. Media Konservasi, 4(4): 10–22