Mohon tunggu...
Farhan Mustafid
Farhan Mustafid Mohon Tunggu... Penulis - penulis

"Ke-Aku-an" Ini perkara baju, tapi ketelanjangan "diri" yang begitu Sunyi dalam riuh-riuh realitas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Relasi antara Sastra dan Kota

17 September 2023   11:22 Diperbarui: 17 September 2023   11:37 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Smber gambar YouTube: Martin Suryajaya/Lecture dan penulis

Hubungan antara Sastra dan Kota.

Relasi antara sastra dan kota yaitu adalah soal komparatif jadi ketika berbicara tentang sastra dan kota sebetulnya itu kita bicara tentang mengenai perbandingan apa yang dimaksud dengan perbandingan di sini?

Menurut Martin suryajaya di YouTubenya yang berjudul "Sastra, Kota, Pikiran terbuka". Adalah bagaimana kita bisa melihat dari sudut pandang yang bukan sudut pandang kita sebetulnya dan ini terjadi dengan semua karya sastra. 

Misalnya ketika kita membaca sebuah novel atau membaca sebuah puisi kan kita seperti menangguhkan sejenak kepribadian kita, jadi kita seperti berhenti sebentar menjadi "diriku" dan mencoba masuk kedalam kepribadian yang muncul didalam karya itu. 

Entah para tokoh yang ada di novel, cerpen atau pun kepribadian lirik yang ada didalam puisi, "aku" lirik yang ada disana, kita mencoba berempati dengan si suara yang ada didalam karya itu dan itu adalah satu hal yang tadi menggaris bawahi hubungan juga antara sastra dan kota.

Di dalam sastra modern hal semacam ini dikenal dengan suatu rumusan yang sering kali diatribusikan dikenakan dari  para penulis yaitu "Escape from personality". Jadi dalam menuliskan puisi terutama seorang penyair itu melarikan diri dari kepribadiannya. Paling tidak menuruti  T.s eliot tulah ciri dari puisi modern puisi yang bisa mengambil jarak ketika penyair mengambil jarak dari diri sendiri. 

Berbeda dari penyair romantic yang cenderung menuliskan puisi dengan cara mengekspresikan semua perasaan pribadinya, para penyair modern ini justru bergerak sebaliknya. 

Sang penyair dalam hal ini mencoba melihat dari sudut pandang orang lain mencoba melihat. Misalnya "bagaimana seorang dari tradisi yang berbeda sama sekali mengalami sesuatu sebetulnya dalam puisi-puisi Teresiet sendiri tidak terlalu tergambarkan usaha pelarian dari kepribadian ini sangat sedikit sekali ketika memasukan kutipan seperti itu mungkin suara dialog tokoh-tokoh bisa dianggap"  "escape from personality" tetapi secara keseluruhan puisinya menggambarkan satu suara yang bulatnya suara utuh si penyair dalam hal ini. 

Kita akan jauh lebih melihat perbedaan suara itu ketika kita beralih ke penyair lain yang juga punya semacam obsesi serupa meninggalkan kepribadian sendiri dan melihat dari sudut pandang perbandingan, membandingkan dunia dari sudut pandang orang lain gitu nah ini adalah seorang penyair dari Portugal bernama Fernando soa, di dalam hidupnya dia cukup unik dia menulis banyak sekali karya yang nama penanya itu ada puluhannya sampai 80 kalau tidak salah dan ini disebut sebagai heteronim jadi dia bukan sekadar menulis dengan nama samaran tetapi menulis dengan kepribadian lain dengan riwayat hidup lain.

Dengan bahkan bahasa yang lain ada salah satu heteronimnnya kalau ga salah namanya wait dia menulis dengan bahasa inggris sedangkan teswa sendiri menulis dalam bahasa Portugis jadi kelihatan perbedaan bahasannya bahkan jadi ini adalah contoh bagaimana seorang penyair berusaha keluar dari kepribadiannya sendiri ya masuk merasuk kedalam kepribadian khalayak ramai melebur kedalam kepribadian kota Lisbon dst itu yang dilakukan oleh pesoa, demikian pula dalam perkara penulis prosa ketika mereka menulis cerpen atau novel mereka tidak hanya menulis dengan satu suara saja satu suara naratornya misalnya seperti itu tapi mereka juga menulis dalam suara unik dari masing masing tokohnya dan novel itu bisa dikatakan bagus sekurang-kurangnya salah satunya adalah karena muncul separasi suara antar tokoh jadi suara seorang tokoh berbeda dari suara tokoh yang lain ya pilihan katanya lain mereka merefleksikan cara pandang terhadap dunia yang lain dst karena kalau tidak begitu satu novel isinya satu dogma ajaran dari seorang narator kepada pembaca itu akan menjadi diktat bukan novel yang membuat novel itu menarik adalah justru karena suaranya itu beragam nah hal semacam ini juga berlaku bukan hanya didalam perkara penulis sastra ya bukan hanya para penyair novelis, cerpenis dan seterusnya tetapi juga para pembaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun