Stres. Satu kata yang pasti pernah dirasakan oleh hampir semua orang. Di dunia yang serba cepat ini, stres sering kali dianggap sebagai bagian dari rutinitas hidup, mulai dari tugas kantor yang menumpuk, masalah hubungan, hingga tekanan finansial. Tapi, tahukah kamu kalau stres bukan cuma masalah "perasaan", melainkan bisa mempengaruhi kesehatan fisik kita secara serius? Stres yang nggak terkontrol bisa berkontribusi pada banyak masalah kesehatan, salah satunya yang sering muncul adalah asam urat dan stroke. Nah, artikel ini bakal ngulik lebih dalam tentang bagaimana stres itu bisa memengaruhi tubuh kita, khususnya soal asam urat dan risiko stroke. Yuk, simak!
Stres Itu Apa Sih?
Sebelum kita ngomongin soal dampak stres terhadap tubuh, kita harus tahu dulu apa itu stres. Stres itu adalah reaksi tubuh kita terhadap tekanan atau tantangan, baik itu dari luar (misalnya pekerjaan, hubungan, atau masalah finansial) maupun dari dalam diri kita sendiri (seperti perasaan cemas atau khawatir). Secara alami, stres sebenarnya adalah respons tubuh yang dirancang untuk membantu kita menghadapi situasi darurat. Misalnya, saat kita terancam bahaya, tubuh kita akan mengeluarkan hormon stres seperti adrenalin dan kortisol, yang bikin jantung berdetak lebih cepat, otot jadi lebih tegang, dan kita jadi lebih waspada.
Masalahnya, kalau stres itu terus-menerus hadir dalam hidup kita---alias stres kronis---dan nggak dikelola dengan baik, dampaknya bisa sangat buruk untuk kesehatan tubuh. Stres kronis bisa mengganggu berbagai sistem dalam tubuh, mulai dari sistem saraf, metabolisme, hingga kardiovaskular. Salah satu dampak yang sering diabaikan adalah peningkatan kadar asam urat dalam tubuh, yang bisa berujung pada gout (penyakit asam urat) dan meningkatkan risiko terjadinya stroke.
Stres dan Asam Urat: Kenapa Bisa Berkaitan?
Jadi, apa hubungan antara stres dan asam urat? Mungkin kamu udah tahu bahwa asam urat itu adalah produk sampingan dari pemecahan purin, yang terdapat pada beberapa makanan (seperti daging merah, makanan laut, dan alkohol). Ketika tubuh mengolah purin, ia menghasilkan asam urat, yang kemudian dibuang lewat urine. Nah, masalahnya muncul ketika kadar asam urat ini terlalu tinggi, yang menyebabkan penumpukan kristal asam urat di sendi---terutama di kaki---dan menimbulkan rasa nyeri yang luar biasa. Kondisi ini dikenal dengan nama gout.
Tapi, bagaimana stres bisa meningkatkan kadar asam urat? Ternyata, saat tubuh mengalami stres, produksi hormon kortisol (hormon stres) meningkat. Kortisol ini bisa mempengaruhi metabolisme tubuh, termasuk proses pembuangan asam urat. Stres juga bisa memicu pola makan yang nggak sehat, seperti konsumsi makanan yang tinggi purin (misalnya daging berlemak atau makanan olahan), atau bahkan alkohol berlebihan, yang justru memperburuk kadar asam urat dalam darah.
Selain itu, stres juga dapat memengaruhi kualitas tidur kita, yang pada gilirannya bisa meningkatkan kadar asam urat. Kurang tidur bisa mempengaruhi proses pembuangan asam urat dari tubuh, dan ini berpotensi meningkatkan risiko gout. Jadi, bisa dibilang, stres ini seperti lingkaran setan: stres bikin kadar asam urat naik, dan kadar asam urat yang tinggi bisa memperburuk kondisi fisik yang bikin kamu makin stres.
Stres dan Stroke: Hubungan yang Berbahaya
Sekarang, mari kita bahas soal stroke. Stroke terjadi ketika pasokan darah ke otak terganggu, entah karena pembuluh darah yang pecah (stroke hemoragik) atau terblokir oleh gumpalan darah (stroke iskemik). Stroke itu sangat serius dan bisa menyebabkan kerusakan otak permanen, bahkan kematian. Faktor risiko stroke banyak banget, mulai dari tekanan darah tinggi (hipertensi), kolesterol tinggi, diabetes, hingga obesitas. Tapi, ternyata, stres juga memainkan peran yang cukup besar dalam meningkatkan risiko stroke, lho!
Ketika kamu mengalami stres, tubuh melepaskan hormon seperti adrenalin dan kortisol, yang secara instan meningkatkan tekanan darah dan detak jantung. Dalam jangka pendek, respons ini berguna buat menghadapi bahaya. Tapi, kalau stres terus-menerus hadir dan nggak dikelola dengan baik, peningkatan tekanan darah dan detak jantung yang kronis bisa merusak pembuluh darah dan memicu masalah jantung. Hal ini bisa menyebabkan aterosklerosis, yaitu pengerasan arteri, yang akhirnya meningkatkan risiko stroke.