Mohon tunggu...
Farhan Kudlori
Farhan Kudlori Mohon Tunggu... Mahasiswa - Islamic family law

Mahasiswa aktif jurusan hukum keluarga Islam Universitas Islam negeri Raden mas said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku Pelaksanaan Eksekusi Hak Asuh Anak terhadap Istri yang Keluar dari Agama Islam

14 Maret 2023   21:25 Diperbarui: 14 Maret 2023   21:27 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hak Asuh Anak( hadhanah) Pengasuhan anak disebut “ hadhanah ” dalam bahasa Arab. Tujuannya untuk mengasuh dan melatih atau membesarkan anak yang belum mampu mengurus dan mengatur diri sendir( belum baligh). Para ahli hukum mendefinisikan “ al- hadhn ” sebagai seorang anak kecil laki- laki atau perempuan atau orang yang belum cukup akal dan tidak dapat membedakan baik buruknya perilakunya. Hadhanah adalah suatu pekerjaan yang penuh dengan tanggung jawab, sedangkan orang yang bukan mukallaf adalah orang yang tidak dapat mempertanggung jawabkan perbuatan. Mempunyai kemampuan melakukan hadhanah. Dapat menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak, terutama yang berhubungan dengan budi pekerti. Di dalam Ensiklopedia Hukum Islam menjelaskan bahwa hadhanah adalah mengurus bayi atau anak normal yang tidak hidup atau belum dapat hidup mandiri untuk memenuhi kebutuhannya, melindunginya dari hal- hal yang merugikan, memberikan pendidikan jasmani dan rohani, mengembangkan perkembangan intelektual dan Keterampilan sehingga mereka dapat bertanggung jawab atas apa yang di lakukanya. Yang dimaksud dengan hashana dan kafalah adalah “ peduli ” atau Dalam arti yang lebih lengkap, ini adalah dukungan dari anak- anak kecil setelah putusnya pernikahan. Hal ini disebutkan dalam fikih karena dalam praktiknya suami istri berpisah ketika anak membutuhkan bantuan fraulein /ibunya. Hadhanah adalah kewajiban orang tua untuk memelihara, menjaga dan mendidik anak dengan sebaik mungkin. Pengasuhan ini meliputi urusan pendidikan dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan dasar seorang anak. Dan dari pengertian hadhana tersebut dapat disimpulkan bahwa hadhana meliputi aspek- aspek sebagai berikut yaitu a) Pendidikan b) Kesesuaian kebutuhan c) Umur( yaitu bahwa hadhana diberikan kepada anak sampai dengan umur tertentu/ baligh). Menurut Pasal 45 ayat( 1) Undang- Undang disebutkan bahwa, “ Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak- anak mereka sebaik- baiknya ”.M. Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Hukum Perkawinan Nasional, mengemukakan bahwa arti pemeliharaan anak adalah a. Tanggung jawab orangtua untuk mengawasi, memberi pelayanan yang semestinya serta mencukupi kebutuhan hidup dari anak oleh orang tua. Tanggung jawab yang berupa pengawasan dan pelayanan serta pencukupan nafkah tersebut bersifat kontiniu( terus menerus) sampai anak itu mencapai batas umur yang legal sebagai orang dewasa yang telah bisa berdiri sendiri. Dari pengertian pemeliharaan- pemeliharaan anak( hadhanah) tersebut dapat di simpulkan bahwa pemeliharaan anak adalah mencakup segala kebutuhan anak baik jasmani dan rohaninya. Sehingga termasuk pemeliharaan anak adalah mengembangkan jiwa intelektual anak melalui pendidikan. Dasar Hukum Hadhanah Menurut para ulama, bahwa pemeliharaan anak itu hukumnya wajib, sebagaimana wajib memeliharanya selama berada dalam ikatan perkawinan. Adapun dasar hukumnya mengikuti umum perintah Allah untuk membiayai anak dan istrinya. Firman Allah dalam Al- Qur’an surat Al- Baqarah ayat 233 yang memiliki arti “ Adalah kewajiban fraulein untuk memberi nafkah dan pakaian untuk anak dan istrinya ”. Hadhanah Menurut Hukum Positif Suami- istri wajib merawat dan memelihara anak- anaknya, tumbuh kembang jasmani, rohani, kecerdasan dan juga pendidikan agamanya. Suami bertanggung jawab atas semua biaya rumah tangga, perawatan, pengobatan dan pendidikan anak sesuai dengan penghasilannya. Batas Usia Tugas dari kedua orang tua berlaku selama anak tersebut menikah atau dapat berdiri sendiri( mandiri), dan kewajiban itu tetap berlaku meskipun perkawinan kedua orang tuanya putus. Batasan usia anak yang menjadi tanggungan/ dewasa adalah 21 tahun. Jika anak tersebut tidak cacat fisik ataupun mentalnya dan belum menikah. Dalam kasus perceraian, hak asuh anak di bawah usia dewasa( masih 12 tahun) adalah hak ibu, begitu anak mencapai usia dewasa, fraulein tinggal memilih. Atau ibu sebagai pemilik hak asuh. Tunjangan anak tetap ditanggung oleh sang fraulein, semua biaya tunjangan dan pemeliharaan tetap menjadi tanggung jawab sang fraulein kepada anak- anaknya yang berusia di bawah 21 tahun sesuai dengan kemampuannya. Tugas dan kewajiban orang tua yang sebagaimana diatur di dalam pasal 26 Undang- Undang. Tujuan perlindungan anak adalah membesarkan, mengasuh, mendidik, dan melindunginya. Kembangkan sesuai kemampuan, bakat dan minat serta cegah pernikahan dini. Jika orang tua tidak ada atau tidak dapat memenuhi tugas dan tanggung jawabnya karena alasan apapun, tanggung jawab tersebut dapat dialihkan kepada keluarga. Namun, jika orang tua mengabaikan tanggung jawabnya, tindakan kontrol dapat dilakukan dan bahkan otoritas dapat diambil dari orang tua dengan perintah pengadilan. Permohonan penetapan pengadilan dapat dimintakan oleh salah satu orang tua, saudara kandung atau keluarga sampai derajat ketiga. Surat kuasa orang tua juga dapat dicabut oleh pejabat atau lembaga yang berwenang, dalam hal pengadilan dapat menunjuk seseorang( harus seiman) atau lembaga negara/ masyarakat sebagai wali. Dalam syarat37 juga harus diperhatikan bahwa perwalian tidak memutuskan hubungan darah antara anak dan orang tua kandungnya, juga tidak menghilangkan kewajiban orang tua untuk menjaga anaknya dan menyebutkan batas waktu penarikan. Di antara asas penyelenggaraan perlindungan anak juga terdapat asas kepentingan yang terbaik bagi anak, yang artinya dalam segala tindakan yang menyangkut dirinya harus diperhatikan kepentingannya di atas segalanya. Lembaga sosial harus menjamin bahwa setiap anak beribadah kepada ibadahnya menurut miliknya sendiri. Agama dan sebelum seorang anak dapat menentukan pilihannya, ia harus mengikuti agama orang tuanya. Perlindungan meliputi pembinaan, pengajaran dan pengamalan pelajaran agama. Anak dapat menentukan agama pilihannya apabila ia bijaksana dan bertanggung jawab serta memenuhi persyaratan dan tata cara agama pilihannya dan ketentuan undang- undang. Menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam Dalam pasal 41 Undang- UndangNo. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyatakan Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah

1. Baik ibu atau bapak berkewajiban memelihara dan mendidik anak- anaknya, semata- mata berdasarkan kepentingan anak bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak- anak Pengadilan memberi keputusan.

2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 156 di sebutkan anak yang belum mumayiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh Wanita- wanita dalam garis lurus dari ibu, Wanita- wanita dalam garis lurus ke atas dari fraulein. ,Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan. Wanita- wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu,Wanita- wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari fraulein.

Status Hukum Perkawinan Orang Murtad.

Dalam Peraturan, Undang-Undang mengatur mengenai murtad hanya spesifik pada perkara murtad yang bisa menjadi alasan perceraian sesuai dengan Pasal 75 KHI (Kompilasi Hukum Islam) mengenai keputusan:

a.Perkawinan yang batal karena salah satu suami atau istri murtad.

b.Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut.

c.Pihak ketiga sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan beritikad baik, sebelum keputusan pembatalan perkawinan kekuatan hukum yang tetap.

Mengenai murtad dapat menjadi alasan-alasan perceraian sebagaimana yang diatur juga dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 huruf k peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.

Judul Buku Pelaksanaan Eksekusi Hak Asuh Anak Terhadap Isteri Yang murtad( keluar dari agama Islam) Penulis Zulfa Efendi,M. Pd. I Penerbit STAIN SULTAN ABDURRAHAMAN PRESS Tahun penerbitan 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun