Mohon tunggu...
Farhan Fakhriza Tsani
Farhan Fakhriza Tsani Mohon Tunggu... Akuntan - Seorang Pelajar

Tertarik pada sastra, isu sosial, politik, dan ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Menjadi Pemilih Cerdas dalam Demokrasi yang Sarat Politik Uang

27 Oktober 2023   08:45 Diperbarui: 27 Oktober 2023   09:05 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaannya, bagaimana cara memberikan pemahaman kepada rakyat? Bagaimana caranya agar rakyat memiliki kebijaksanaan untuk memilih yang tepat antara tukang permen dan dokter? Saya tidak menemukan jawaban lain selain solusi klise yang disebut pendidikan. 

Data menunjukkan bahwa tingkat masyarakat yang lulus perguruan tinggi masih sangat rendah. Hal ini disebabkan mahalnya biaya perguruan tinggi serta minimnya perguruan tinggi berkualitas di banyak daerah. Selain itu, pendidikan di sekolah menengah kurang menitikberatkan pada pemahaman demokrasi. Hal ini diperparah dengan budaya literasi masyarakat kita yang sangat rendah. Melihat kondisi tersebut saya jadi berpikir, seandainya Socrates hidup lagi di Indonesia sekarang, dan melihat kondisi demokrasi-nya, mungkin dia akan kembali menenggak racun yang sama.

Dengan kemudahan akses terhadap internet dan media sosial, hari ini kita melihat perang gagasan di tengah kandidat bakal calon presiden lebih hidup daripada pemilu sebelumnya. Namun jika kita melihat jumlah penonton acara-acara adu gagasan tersebut, jumlahnya masih jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah pemilih aktif kita. Artinya acara adu gagasan seperti itu masih kurang menarik, atau mungkin kurang bisa diakses, oleh sebagian besar masyarakat.

Selain itu, gegap gempita pemilu mendatang lebih banyak didominasi oleh pemilihan presiden (pilpres). Padahal, tahun 2024 kita akan memilih tidak hanya presiden, namun juga kepala daerah, anggota DPR/DPRD, serta anggota DPD. Gaung gagasan dari bakal calon kandidat lain masih belum banyak terdengar. Demokrasi yang baik akan terwujud saat kandidat pemilihan gencar menawarkan gagasan, dan masyarakat kritis dalam mencerna janji-janji politik.

Dua puluh lima tahun kita melihat demokrasi tumbuh, namun sepertinya masih lama sampai kita bisa memetik buahnya. Tidak ada alasan untuk berputus asa. Seperti yang dikatakan Winston Churchill, "demokrasi adalah sistem pemerintahan yang paling buruk kecuali jika dibandingkan dengan sistem pemerintahan lainnya yang pernah ada sepanjang sejarah."

Banyak rakyat yang menderita hari ini, namun tidak lebih menderita daripada nenek moyang kita dulu. Angka harapan hidup manusia meningkat tajam dalam beberapa ratus tahun terakhir. Teknologi berkembang pesat menghasilkan standar hidup baru dan kemudahan yang belum pernah dirasakan leluhur kita. Kita telah berevolusi menjadi makhluk pembelajar. Kita menggali kebijaksanaan masa lalu untuk menemukan kebenaran hakiki. Dan saya percaya, masyarakat Indonesia akan menemukan kebijaksanaan-nya dalam memilih pemimpin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun