Mohon tunggu...
Farhan Fakhriza Tsani
Farhan Fakhriza Tsani Mohon Tunggu... Akuntan - Seorang Pelajar

Tertarik pada sastra, isu sosial, politik, dan ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Konservatisme Barat dan Ramalan Samuel Huntington tentang Masa Depan Politik Dunia

8 Desember 2019   17:46 Diperbarui: 9 Desember 2019   06:25 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peringkat Pendapatan Domestik Bruto (PDB/GDP) 10 negara tertinggi di Dunia.Sumber: pwc.com

Memasuki abad ke-19, pergolakan kembali terjadi di Benua Baru. Perdebatan tentang hukum perbudakan melahirkan disintegrasi antar negara bagian (states). Sebuah negara yang dideklarasikan sebagai United States mendadak menjadi divided states. Pada tanggal 12 April 1861, perang saudara meletus di Amerika Serikat.

Di bagian selatan, sebanyak 8 negara bagian menentang isu kriminalisasi perbudakan yang dijanjikan Abraham Lincoln dalam pengangkatannya sebagai presiden. Delapan negara bagian itu bersatu menuntut kemerdekaan dan menyebut diri mereka sebagai Konfederasi Amerika. Sementara 25 negara bagian lainnya di utara yang masih setia dengan konstitusi disebut Union. Dua pihak tersebut, Konfederasi dan Union, terlibat dalam peperangan sengit yang berlangsung sepanjang 1861 hingga 1865.

Perang Saudara Amerika Serikat, seperti yang kita tahu, berakhir dengan kemenangan Union. Implikasi dari kemenangan ini adalah integrasi wilayah Amerika Serikat dan dihapuskannya perbudakan. Meski demikian, orang-orang pro-perbudakan masih banyak pada waktu itu.

Memasuki abad ke-20, gema kebebasan berlanjut dalam teritori yang lebih luas. Narasi hak asasi manusia di awal abad ini berfokus pada kemeredekaan wilayah-wilayah jajahan Barat.

Pada paruh pertama abad, berbagai wilayah jajahan mengobarkan semangat revolusi kemerdekaan. Konsep nation-state mulai diterapkan di berbagai wilayah jajahan, dengan bekas negara penjajah sebagai basis penentu teritorial. Pada waktu itu, gagasan bahwa "kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa" menjadi tajuk utama dalam pergerakan hak asasi manusia.

Paruh kedua abad ke-20 diwarnai dengan pergerakan hak asasi manusia dalam bentuk lainnya. Setelah negara-negara jajahan memperoleh kemerdekaannya dan menjadi nation yang diakui secara internasional, pergerakan hak asasi manusia kembali menemukan momentumnya di Barat. Di tengah ketegangan Perang Dingin, masyarakat Barat, terutama Amerika Serikat, berkecamuk dalam diskursus hak sipil dan hak perempuan.

Pergerakan hak sipil, yang terjadi sepanjang tahun 1955-1968, merupakan gerakan menuntut hak-hak sipil orang-orang kulit berwarna untuk disetarakan dengan orang-orang kulit putih. Pergerakan ini terjadi umumnya di bagian selatan Amerika Serikat yang belum sepenuhnya pulih dari pandangan rasisme zaman perbudakan.

Serangkaian gerakan bermunculan. Mulai dari pemboikotan bus hingga pidato "I Have a Dream" oleh Martin Luther King Jr. yang sangat fenomenal. Gerakan ini menuai keberhasilan setelah disahkannya Undang-Undang Hak-Hak Sipil pada tahun 1964 yang menghapus diskriminasi berdasarkan "ras, warna, agama, dan asal usul bangsa" dalam ketenagakerjaan dan akomodasi publik. Beberapa undang-undang lainnya menyusul disahkan hingga tahun 1968.

Berakhirnya gerakan hak sipil memunculkan gerakan baru: feminisme. Gerakan feminisme pada periode ini disebut dengan Feminisme Gelombang Kedua. Pada Feminisme Gelombang Kedua, tuntutan berfokus pada kesamaan kesempatan dan hak dalam pekerjaan serta hak pilih dalam setiap bidang.

Kesuksesan gerakan ini ditandai dengan disahkannya Equal Pay Right pada 1963 dan Equal Right Act pada 1964 yang menjamin perempuan memiliki kesempatan dan gaji yang sama dengan laki-laki dalam pekerjaan.

Memasuki milenium baru, hak asasi manusia terus menjadi diskursus yang selalu dibicarakan, bahkan hingga saat anda membaca tulisan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun