“Laika?”
Aku masih terdiam. Gadis dihadapanku ini hadir setelah lama menghilang dalam kehidupanku, membuatku tak mampu berkata sepatah katapun.
“Laika, ini aku.. Eva.’’
Aku menghela nafasku dan berusaha untuk mengembalikan kesadaranku. Aku menganggukkan kepalaku. Eva tersenyum sambil menanyakan kabarku.
“Apa kabar?”
“Aku baik-baik saja, bagaimana kabarmu? Kau sedang berlibur juga?” aku berusaha untuk tersenyum.
“Aku baik-baik juga. Laika .. aku sudah setahun ini tinggal di sini. Orang tuaku ditugaskan di sini,” jawab Eva yang masih tersenyum. Aku menganggukkan kepalaku. Aku tertegun sejenak, ternyata dalam tiga tahun banyak yang terjadi padanya.
Seketika ada rasa canggung hadir di antara kami. Aku tak menyangka bahwa setelah tiga tahun, kami bertemu lagi untuk pertama kalinya di negara yang sangat jauh ini. Aku masih terdiam tetapi Eva tampaknya berusaha untuk memecahkan kecanggungan diantara kami dengan mengajakku untuk minum teh bersama dan berjalan keliling kota di sore hari. Aku merasa bahwa Eva tampaknya selama ini baik-baik saja dan seperti tak ada sesuatu yang mengganggunya dalam persahabatan kami. Jadi aku menolak ajakannya, selain itu Julie juga menungguku untuk pulang bersama.
Eva masih bersikeras untuk bertemu kembali denganku. Dia mengajakku untuk makan siang keesokan harinya. Aku merasa bimbang karena esok waktuku sangat padat untuk jadwal latihan. Jadi aku berusaha menolak kembali tawarannya. Sepertinya Eva melihat kebimbanganku, jadi dia memberikan nomor teleponnya agar aku bisa mengabarinya kalau sudah ada waktu luang untuk bertemu dengannya. Aku menerimanya dan setelah itu kami berpisah. Aku berjalan menghampiri Julie yang masih asyik dengan barang-barang yang akan dibelinya. Sementara benakku masih memikirkan pertemuan yang tak terduga dengan Eva.
Sesampainya di rumah, hari sudah mulai gelap dan udara semakin dingin. Aku dan Julie makan malam bersama di rumah. Setelah itu aku memutuskan untuk istirahat karena kepenatanku. Aku mencoba untuk tidur tetapi benakku kembali menerawang peristiwa sore tadi. Beberapa pertanyaan berputar di pikiranku. Aku bingung, haruskah aku menerima ajakan Eva atau mengabaikannya saja? Jika aku tetap menemuinya, aku takut akan terus mengingat masa lalu dan akan mengganggu konsentrasiku saat latihan karena konser ini penting bagiku. Dulu dia pindah tanpa memberitahuku, tanpa penjelasan apapun. Selama bertahun-tahun aku dibuatnya bingung dan merasa aku mungkin melakukan kesalahan padanya. Apa yang terjadi diantara kami belum bisa kulupakan. Aku memang merasa sedih dan sakit hati. Mungkin baginya persahabatan yang terjadi bertahun-tahun di antara kami hanya persahabatan biasa saja. Aku menghela nafas perlahan.
“Tidak. Pertemuan tadi tidak akan mengganggu penampilanku.”