Mohon tunggu...
farhan shafwan
farhan shafwan Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya adalah seorang mahasiswa hobby saya bersosialisasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Teks Sastra Botani

28 Mei 2024   21:57 Diperbarui: 28 Mei 2024   22:23 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

TAMAN PENGOBATAN

Bian adalah seorang anak kota berusia 15 tahun, ia pindah ke desa dikarenakan ibunya harus merawat kakeknta yang sedang sakit. Sebagai anak yang terbiasa hidup dengan hiruk pikuk kota, kehidupannya di desa terasa asing baginya. Dia tidak menjumpai keberadaan mall, bioskop, atau tempat hiburan favoritnya. Hanya ada hamparan sawah, bukit-bukit tinggi, dan aliran sungai yang mengelilingi desa.

Hari pertama berada di desa, Bian merasa bosan dan kesepian. Ia duduk di kamar sembari melihat pemandangan dari balik jendela. Tiba-tiba, kakeknya datang menghampiri. “Kamu sedang apa Bian?” tanya kakeknya dengan ramah.

Bian terhentak dari posisinya. “Aku sedang mengamati perkebunan kakek, aku sangat bosan disini.”

“Mari ikut kakek ke Ladang,” ajak Kakek.

Dengan enggan dan wajah murung, Bian mengikuti Kakek. Mereka melewati jalan setapak yang dipenuhi dengan pepohonan rindang. Kakek membawa Bian ke sebuah kebun sayur. Di sana Bian melihat berbagai macam sayuran yang belum pernah ia jumpai. “Ini kebun sayur milik kakek. Setiap hari kakek menanam dan merawat kebun ini sendiri,” kata Kakek.

Bian sangat terkesan melihat kebun sayur di hadapannya, biasanya Bian hanya melihat sayuran yang sedang dicuci oleh ibunya sehabis berbelanja. Disini Bian melihat berbagai macam jenis sayuran yang belum pernah liat sebelumnya.

Hari-hari berikutnya, Kakek sering mengajak Bian untuk ikut serta dalam merawat kebun tersebut. Kakek dengan sabar mengajari Bian cara untuk menanam sayur yang baik dan benar, kakek juga mengenalkan berbagai jenis tumbuhan yang ada di kebunnya.
 

Suatu hari, Kakek mengajak Bian ke suatu tempat yang terletak di dalam hutan. “Kakek ingin membawaku kemana?” tanya Bian.

“Kakek akan membawamu ke tempat yang sering dikunjungi nenekmu,” jawab Kakek sembari mengusap peluh di dahinya.

Mereka berjalan melewati ladang, menyebrangi sungai, dan mendaki bukit dengan penuh semangat. Setelah berjalan cukup lama, akhirnya Kakek dan Bian sampai di depan pintu kayu tua yang tersembunyi di balik semak belukar. Dengan hati-hati, Kakek membuka pintu itu dan memasuki taman rahasia.

Pemandangan yang menakjubkan menyambut Bian, taman itu penuh dengan berbagai jenis tanaman yang belum Bian lihat sebelumnya. “Bian kita telah sampai di tempat yang sering dikunjungi oleh nenekmu, ini adalah tempat dimana nenekmu menanam banyak tumbuhan untuk pengobatan,” tutur Kakek.

Kakek dan Bian menghabiskan hari itu untuk menjelajahi taman, Kakek memperlihatkan aneka tumbuhan sembari menjelaskan kepada Bian, Bian menyimak penjelasan dari Kakek dengan seksama. Lalu kakek menyerahkan buku tua kepada Bian. “Ini adalah buku milik nenekmu, nenekmu sudah mencatat semua informasi tanaman yang ada disini kedalam buku itu, kelak kamulah yang akan merawat taman rahasia ini.” Tutur kakek sembari menyerahkan buku itu kepada Bian.

“Baik kek, Bian akan terus belajar untuk merawat kebun rahasia ini.” Bian menerima buku itu sembari memandanginya dengan mata berbinar.

Bian merasa terhormat dan berjanji untuk terus merawat taman itu dengan sepenuh hati. Kakek mengajarinya lebih banyak pengetahuan tentang botani dan mengungkapkan rahasia-rahasia taman yang belum ia ketahui. Bersama Bian, Kakek menghidupkan kembali taman rahasia itu, Kakek dan Bian menjadikan taman itu menjadi lebih indah dan bermanfaat.
 

Seiring berjalannya waktu, Bian tumbuh menjadi botanis yang terkenal. Ia membuka taman rahasia itu untuk umum dan sekarang taman itu menjadi pusat pembelajaran dan penelitian botani yang memberikan banyak manfaat bagi masyarakat setempat.

Suatu hari, ketika Bian sedang menyiram tanaman, seorang wanita tua datang menghampirinya. “Terima kasih, Bian,” kata wanita itu dengan suara lembut. “Taman ini menjadi tempat penelitian yang memberikan manfaat serta kebahagiaan kepada banyak orang termasuk ibu. Ibu merasa terbantu dengan keberadaan taman ini, karena ibu telah lama mencari keberadaan tanaman obat meniran dan di tempat inilah akhirnya ibu menemukannya.” Tutur Ibu Asri dengan lembut.

“Saya juga senang telah membantu ibu dan orang-orang disekitar saya.” Ujar Bian sembari tersenyum. Bian merasa senang mendengar itu. Ia menyadari bahwa usahanya telah memberikan dampak positif bagi banyak orang.

Beberapa tahun kemudian, taman pengobatan ini semakin berkembang. Bian terus belajar tentang botani dan menerapkan pengetahuannya untuk meningkatkan kebun. Ia juga membuka kelas botani untuk anak-anak dan dewasa, mengajarkan mereka cara merawat tanaman dan pentingnya menjaga lingkungan.

Kisah Bian dan Taman pengobatannya menjadi inspirasi bagi banyak orang. Kebun itu menjadi simbol harapan dan kerja keras, menunjukkan bahwa dengan cinta dan ketekunan, kita bisa mengubah dunia di sekitar kita menjadi tempat yang lebih baik dan indah. Bian tumbuh menjadi seorang botanis yang dihormati, dan Taman Pengobatan terus menjadi sumber kebahagiaan dan pembelajaran bagi generasi berikutnya.

Pada akhirnya, Bian menyadari bahwa pindah ke desa adalah petualangan baru yang membuka matanya terhadap keindahan alam dan makna kehidupan yang sebenarnya. Ia belajar bahwa kebahagiaan tidak selalu ditemukan dalam kemewahan kota, tetapi juga dalam kesederhanaan dan kedamaian desa.

Kisah Bian mengajarkan bahwa kadang-kadang, perubahan yang tampak menakutkan bisa membawa pengalaman yang tak terlupakan dan kebahagiaan yang sejati.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun