Oleh: Syamsul Yakin & Farhan Fadillah
Dosen Retorika Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta & Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dalam praktiknya, retorika dan dakwah harus mengedepankan adab. Semua yang baik harus digunakan, dan yang buruk harus dihindari. Prinsip ini berlaku baik bagi komunikator (orator dan dai) maupun bagi komunikan (audiens dan mad'u).
Secara umum, dalam agama islam adab merupakan aturan sopan santun yang diambil dari al-Qur'an. Adab ini digunakan untuk membangun komunikasi yang dialogis antar manusia. Dalam Islam, adab menempati posisi yang lebih tinggi daripada ilmu.
Dalam dakwah agama Islam, kesantunan, keramahan, dan kelembutan budi pekerti harus menjadi prioritas utama. Jadi, dalam komunikasi Islam, fokusnya tidak hanya pada hasil, tetapi juga pada proses. Inilah pentingnya adab dalam retorika dakwah.
Adab dan akhlak dalam Islam memiliki perbedaan. Adab adalah aturan yang bersifat memaksa, sementara akhlak adalah panggilan hati tanpa paksaan, yaitu respons spontan. Dalam retorika dakwah, adab lebih tepat diusung karena sifatnya yang mengikat.
Akhlak atau respons spontan seorang orator atau dai muncul begitu saja saat ceramah atau pidato. Ini muncul bukan karena aturan agama atau budaya, bukan juga karena direncanakan atau dibuat-buat. Namun, akhlak bisa dipelajari, diulang, dan dibiasakan.
Secara aksiologis, adab bermanfaat bagi orator dan dai dengan membimbing mereka menjadi manusia yang lebih baik dalam berpikir dan bertindak sesuai dengan waktu dan tempat tertentu. Ini dikenal sebagai ethos dalam ilmu retorika yang juga mempengaruhi komunikan.
Berdasarkan paparan di atas, adab retorika dapat dipahami sebagai berikut:
Pertama Adab retorika adalah aturan mengenai kesopanan, keramahan, dan budi pekerti dalam bertutur untuk mengajak manusia berbuat baik. Aturan ini ditujukan kepada orator atau dai.
Kedua Adab retorika dakwah adalah aturan tentang apa yang baik dan buruk yang mengikat dan harus dipatuhi saat dai berdakwah atau orator berpidato. Yang ditekankan adalah menjaga diri dari kesalahan.
Ketiga Adab retorika dakwah mencerminkan baik buruknya seorang dai dan orator yang tampil di berbagai media, baik panggung dan mimbar (media tradisional), radio dan televisi (media konvensional), maupun platform media sosial (media baru).
Para dai dan orator akan mendapat pujian dan sanjungan dari netizen jika mengusung adab retorika dakwah, namun akan dicaci dan dimaki jika mengabaikannya. Respons negatif netizen di dunia digital cenderung lebih menyakitkan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Menyampaikan pesan dakwah itu penting. Membuat dakwah menjadi informatif, persuasif, dan rekreatif tidak kalah penting. Namun yang paling penting adalah mengedepankan kesopanan, keramahan, dan budi pekerti dalam seluruh proses tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H