Mohon tunggu...
Farhan Akbar
Farhan Akbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pragmatis, Panteis

I Don't Know Where I Am Going But I Am On My Way~Voltaire

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menjaga Historisitas Sejarah Maritim Indonesia Melalui Perlindungan Cagar Budaya Bawah Air, Studi Kasus: HMAS Perth

4 Februari 2022   16:25 Diperbarui: 4 Februari 2022   16:29 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapal HMAS Perth dalam perang dunia II sumber foto: ABC

 Kepentingan menjaga nilai-nilai sejarah yang teraktualisasikan dalam bentuk peninggalan budaya arkeologis, telah dilakukan oleh manusia sebagai bentuk jejak transformasi yang membedakan kebudayaan mereka dengan bentuk kebudayaan lain di sekitarnya. 

Peninggalan bawah air terutama, menjadi suatu sensasi yang dibawa kembali ke zaman ini, dalam arahan kemendikbud untuk mencari sisa-sisa “Kejayaan Maritim” maupun ekspedisi “Jalur Rempah” di Indonesia.

Kesadaran untuk melindungi tinggalan peradaban dan eksplorasi hasil kebudayaan, sudah dilakukan oleh manusia, sejak mereka memahami pentingnya melindungi sejarah sesame mereka.

Tidak hanya menghasilkan beragam benda unik dan aneh dari berbagai masa waktu, namun juga membentuk identitas serta paradigm yang membentuk suatu negara dalam ruang lingkup yang lebih luas.

Manusia akan menyadari bahwa interaksi sejarah yang dihasilkan, ternyata tidak hanya persoalan antara komunitas yang memang sudah terbentuk di wilayahnya sendiri, namun juga persoalan antara jalinan komunikasi yang dilakukan dengan komunitas lain di luar daearah mereka secara terintegrasi dalam bentuk penjejalahan.

Eksplorasi yang demikian, bisa ditemukan dalam bentuk interaksi perdagangan, pernikahan antara putra-putri raja dengan penguasa daerah lain, hingga ekspansi dan peperangan perebutan wilayah bahkan dengan tujuan untuk mempelajari agama tertentu, hingga penelitian kebudayaan yang menciptakan pergerakan politik.

Perubahan dalam bentuk secara fisik, terhadap tinggalan budaya bawah air, tentu akan menyulitkan para ahli dalam mengungkap misteri serta latar belakang sejarah yang dikandung dalam benda-benda tersebut. 

Peninggalan budaya bawah air dalam lain hal, memiliki kesulitan yang tentu berbeda dengan tinggalan budaya yang berada di darat. 

Umumnya tinggalan budaya bawah air dapat berupa antara lain; kapal perang, kapal dagang, pesawat tempur, barang muatan kapal tenggelam (BMKT) yang juga dapat berasal dari kapal berjenis dagang ataupun perang, peradaban kuno tertentu yang tenggelam di laut disebabkan oleh perubahan iklim ekstream semisal banjir bandang, tsunami, ataupun bencana gunung berapi.

Banyak tinggalan budaya bawah air yang sulit untuk diangkat ke permukaan sehingga dapat menjadi konsumsi public, disebabkan oleh mahalnya biaya pengangkatan, serta adanya risiko tinggalan tersebut memiliki tingkat kerapuhan yang tinggi sehingga sangat memungkinan adanya resiko perusakan lebih lanjut jika diangkat. 

Para ahli akhirnya lebih memilih hanya mengangkat BMKT ataupun sisa-sisa fragmen yang dapat dikumpulkan dan meninggalkan tinggalan budaya bawah air yang lebih besar tersebut, dalam status perlindungan serta penjagaan (konservasi) lebih lanjut. 

Pertemuan saya dengan tinggalan budaya bawah air dimulai ketika saya ambil bagian dalam kursus singkat (short course) yang diadakan oleh pemerintah Australia bekerja sama dengan KKP (Kementrian Kelautan dan Perikanan) dalam hal ini diintegrasikan dalam bentuk pelatihan singkat serta kunjungan museum bertemakan maritim, dipandu oleh pemateri senior dari University of Sydney. Terutama mereka yang berkecimpung dalam hal penelitian bertajuk arkeologi maritime, maupun studi mengenai Asia Tenggara (South East Asian Study).

Pemikiran pertama saya bahwa peninggalan sejarah baik yang berada di darat maupun yang tenggelam di lautan itu hanyalah sekedar persoalan yang dihadapi oleh para arkeolog, sejarawan, terutama pemerintah pusat untuk melindungi cagar budaya tersebut agar individu seperti saya dapat menikmatinya tentu dengan harapan kondisinya masih terjaga dengan baik.

Ternyata anggapan yang selama ini saya pegang berbanding terbalik dengan apa yang saya pelajari, dan justru meningkatkan kesadaran saya terutama dalam hal urgensi perlindungan serta pencatatan sejarah (historical recording) mengenai peninggalan budaya bawah air yang ada di Indonesia terutama provinsi Banten.

Penjajakan selama kursus saya dibuat takjub bagaimana sejarah terutama dari tinggalan budaya bawah air dapat menciptakan suatu narasi, serta mempertahankan eksistensi historisitas manusia didalamnya baik yang merupakan pelaku, saksi hingga kita yang merasakan adanya dorongan untuk menyadarkan kepemilikan bersama, sehingga lahir suatu pergerakan dalam skala yang besar untuk dapat bekerja sama dengan pihak terkait untuk melindungi setiap tinggalan budaya bawah air secara masif.

Perlindungan yang diberikan tentu memerlukan waktu serta riset mendalam terkait bagaimana skema konservasi yang nantinya akan diterapkan. 

Penting untuk dicatat bahwa perlindungan tidak hanya akan melindungi tinggalan budaya bawah air tersebut secara fisik, namun juga melindungi cerita didalamnya terutama adanya dorongan etis untuk menjaga warisan tersebut yang sudah menjadi bukan rahasia umum lagi berinteraksi dengan laut Indonesia sehingga mengembangkan catatan sejarah baru.

HMAS PERTH: “BUKAN BAGIAN SEJARAH KITA”

Kapal yang berlabuh pada tanggal 14 Februari 1942 harus tenggelam oleh torpedo kapal penghancur Jepang Fabuki, dan akhirnya kapal ini tenggelam pada 1 Maret 1942. 

Latar belakang tadi membawa pada kisah mengenai kapal perang, berperang kemudian meninggalkan catatannya yang belum banyak orang mengetahui meskipun Hmas Perth tenggelam di perairan Indonesia. 

Berita tenggelamnya ini lantas, menjadi diskusi hangat dikalangan arkeolog serta sejarawan tentang bagaimana interaksi dari tenggelamnya kapal asing dengan perkembangan sejarah Indonesia secara nasional.

Banyak anggapan yang sontak keluar dan masuk, menyatakan bahwa kapal-kapal asing terutama mereka yang tidak berinteraksi langsung dengan Indonesia dalam aspek apapun benda tinggalan arkeologisnya adalah bukan bagian dari sejarah Indonesia. Pernyataan ini jelas sangat kaku dan hanya melihat bahwa perkembanga sejarah kecil kemungkinan hanya melibatkan wilayah daratan.

Kunjungan Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa bersama dengan dosen pembimbing serta pihak Warehouse BMKT KKP Cileungsi, Jawa Barat yang dilaksanakan pada 23 Maret, 2021. Sumber foto: Dokumentasi pribadi
Kunjungan Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa bersama dengan dosen pembimbing serta pihak Warehouse BMKT KKP Cileungsi, Jawa Barat yang dilaksanakan pada 23 Maret, 2021. Sumber foto: Dokumentasi pribadi

Dalam konteks sejarah maritime, perlu dilihat bahwa keterlibatan interaksi setiap komunitas tidak hanya perihal perdagangan, didalamnya juga terdapat interaksi serta pertukaran budaya, penyebaran agama, ideologi, filsafat, serta bahasa maupun teknologi.

Maka tidak heran terkadang kita melihat bahwa perkembangan sejarah Indonesia meskipun kita ingin melihatnya secara independen, tetap tidak akan bisa melepaskan dirinya dari pengaruh luar yang telah membentuk negeri ini menjadi sebuah Banda Neira tempat berlabuhnya para pedagang dan pelancong dari berbagai wilayah.

Hmas Perth, adalah bagian dari sejarah kita bersama, diyakini atau tidak keberadannya berada dalam territorial laut Indonesia, dan tentu ekspedisi mendalam akan melahirkan perspektif baru terkait peran kapal perang Australia yang tergabung kedalam ABDACOM (American-British-Dutch-Australian Command) di wilayah perairan Indonesia.

Menjadi sebuah tanggung jawab bersama terutama dalam hal ini pemerintah serta pihak terkait, agar dapat melakukan kerjasama agar terciptanya perlindungan secara holistic terhadap rangkaian situs yang ditemukan di laut Jawa ini. Pemberitaan mengenai pencurian beberapa bongkahan kapal oleh pihak tidak bertanggung jawab, tentu harusnya menjadi tamparan kilat tentang bagaimanaya regulasi perlindungan BMKT di Indonesia, serta sudah sejauh mana pemerintah ataupun kita sebagai masyarakat maupun pegiat sejarah peduli pada benda historis tersebut.

Simbolisasi kejayaan sejarah maritime di Indonesia memang penting, tapi bagaimana kita menjaga situs-situs arkeologi dan mampu menampilkannya hingga generasi selanjutnya adalah tanggung jawab yang begitu mahal, sehingga tidak bisa dianggap angin lalu. 

Agni Mochtar arkeolog dari balai pusat arkeologi Yogyakarta, mewacanakan agar Indonesia menerapkan konservasi cagar budaya bawah air dengan metode In-situ.

Ada beberapa situs seperti terdapat di Rembang, Bali serta Yunani yang menerapkan metode demikian untuk menjaga situs kapal karam tetap berada di tempat mereka ditemukan. Namun masih bisa diteliti oleh para pegiat maupun dijadikan sebagai wahana rekreasi pendidikan, bagi masyarakat umum.

Perlu waktu serta peninjauan berkala agar akhirnya situs-situs tersebut dapat diakses secara terbuka oleh setiap masyarakat, dan tentutnya konsistensi dari pemerintah, peneliti maupun masyarakat setempat agar bersama-sama menjaga budaya cagar air tersebut bertahan sehingga tidak terancam dari dalam maupun dari luar.

Sekilas memang menarik, namun ada persoalan yang perlu dihadapi serta mengapa setiap situs kapal karam di Indonesia tidak menerapkan metode In-situ untuk melakukan perlindungan. Indonesia belum meratifikasi perjanjian konvensi UNESCO tahun 2001. 

Untuk itu penerapannya masih memerlukan perjalanan yang panjang, agar keinginan agar setiap situs cagar budaya bawah air dan setiap yang ada di dalamnya dapat menghasilkan kisah-kisah sejarah baru (new historical event) yang tidak hanya menguatkan kepribadian setiap individu dalam melihat bangsanya.

Juga Indonesia melaksanakan kewajiban etis untuk melindungi benda cagar air tersebut, meskipun lahir dari rahim yang asing sebagai anak mereka sendiri.

Aktivitas Mahasiswa mengamati tinggalan budaya bawah air yang dimiliki oleh Warehouse BMKT, Cileungsi, Jawa Barat (Dokumentasi Pribadi)
Aktivitas Mahasiswa mengamati tinggalan budaya bawah air yang dimiliki oleh Warehouse BMKT, Cileungsi, Jawa Barat (Dokumentasi Pribadi)

Menghilangkan Pandangan ‘Kapitalistik’ Dalam melihat BMKT (Benda Muatan Kapal Tenggelam)

Keputusan Presiden nomor 12 Tahun 2009 melihat bongkahan kapal karam yang tenggelam di lautan Indonesia dalam aspek ekonomis belaka. 

Dengan demikian, sulit untuk melihat urgensi serta ada tidaknya kesadaran sejarah dari penetapan regulasi yang telah ada. Niat yang hanya sekedar menjadikan situs kapal karam sekedar dalam bentuk museum, ataupun beberapa benda bernilai dijual kepada para kolektor, membuat para sejarawan sulit untuk melihat latar belakang dari munculnya eksistensi benda tersebut serta kaitannya dengan perkembangan sejarah maritim negeri. 

Sebab niat tersebut kandas oleh hilangnya benda tersebut, atau benda tersebut sudah keburu dibeli oleh mereka yang melakukan transaksi cukup besar agar dapat menjadikan benda antic tersebut kedalam koleksi mereka.


Daftar Pustaka

Matanasi, P., 2018. Tirto.id. [Online]
Available at: https://tirto.id/hmas-perth-dihantam-empat-torpedo-jepang-karam-di-selat-sunda-cCHF
[Accessed 5 August 2021].

Mochtar, A. S., 2016. In-Situ Preservation Sebagai Strategi Pengelolaan Peninggalan Arkeologi Bawah Air Indonesia. Kalpatru , 25(174), pp. 1-12.

Putri, R. H., 2016. Historia.id. [Online]
Available at: https://historia.id/politik/articles/kesalahan-memahami-sejarah-maritim-DEZEa
[Accessed 3 August 2021].

Putri, R. H., 2021. Historia.id. [Online]
Available at: https://historia.id/ekonomi/articles/bukti-keberagaman-dari-muatan-kapal-tenggelam-DbW1b
[Accessed 4 August 2021].

 Putri, R. H., 2021. Historia.id. [Online]

Available at: https://historia.id/ekonomi/articles/menjaga-muatan-kapal-tenggelam-tetap-di-situsnya-D8039/page/1

[Accessed 4 August 2021].

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun