Mohon tunggu...
Farhan Akbar
Farhan Akbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pragmatis, Panteis

I Don't Know Where I Am Going But I Am On My Way~Voltaire

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Asia Tenggara adalah Kita, "Sebuah Refleksi Semangat Bersejarah"

11 Juni 2021   20:43 Diperbarui: 15 Juni 2021   22:03 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapakah kita yang mengaku-ngaku sebagai manusia? sebagai bagian dari mitos dan pembangunan setiap peradaban, sebagai sesuatu unsur dari jagad raya yang begitu besar, manusia melihat dirinya sebagai "mahluk sejarah". 

Maka kita semua yang tinggal di negara Indonesia adalah bagian kecil dari sebuah wilayah bernama "Asia Tenggara", adalah penting untuk mengenal bahwa kebanggaan kita juga menjadi kebanggan mereka dengan sejarah yang panjang, membentuk peradaban yang membuat bangsa Eropa dari berbagai penjuru datang serta menanamkan pengaruhnya, hingga kita semua mendeklrasikan lahirnya kemerdekaan.

Mempelajari sejarah bagi sebagian manusia modern adalah perkara yang cukup mudah. Anda tinggal mengambil buku dari rak buku yang anda punya dan mulai mencari buku dengan kategori "Sejarah" didalamnya. Itupun juga anda menyadari bahwa membaca buku sejarah dapat memberikan manfaat, meski tidak semua orang merasakan bahwa mempelajari masa depan justru lebih relevan serta realistis untuk dipahami. 

Masyarakat modern cenderung menghilangkan sekat-sekat periodisasi kehidupan mereka, mempelajari sejarah sekarang dikhususkan kepada mereka yang ingin mengambil bagian dari perabadan manusia yang kompleks  dan panjang. Sejarah memperkaya pemikiran mereka, sesekali bernostalgia sembari mengingat bahwa sejarah tidak hitam-putih.

Asia Tenggara, adalah bagian dari wilayah yang kita kenal bagian dari 'Asia' yang lebih besar. Ada Asia Timur, Asia Selatan, Asia Barat Daya, serta Asia Tenggara. Jika anda adalah orang Indonesia, tentu tidak asing mengenai pemahaman bahwa Indonesia adalah bagian dari kawasan Asia Tenggara. Ini dibuktikan dimana negara kita berbatasan dengan beberapa negara seperti; Malaysia, Filiphina, Timor Leste, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand, Vietnam, Kamboja, Myanmar, Laos. Begitu banyak masing-masing dengan perubahan kesejaarahan yang berbeda-beda.

Meskipun begitu perkembangan sejarah masing-masing negara, selalu berinteraksi dengan negara-negara lain disekitarnya. Dapat kita lihat adanya interaksi antara Malaysia dan Indonesia, bahkan sebelum menjadi sebuah negara yang berdaulat, interaksi yang intim sudah terjadi terutama pada masa kekuasaan kerajaan Malaka dan Sriwijaya. Bahkan itu yang mendorong Soekarno serta tokoh perjuangan Malaysia Ibrahim Yacoob menghendaki persatuan diantara kedua wilayah, demi bisa melihat kembali masa-masa kejayaan 'golden age' kerajaan Malaka dan Sriwijaya.

Pada akhirnya idealisme mereka memang hancur, terutama ketika Jepang kalah oleh sekutu (AS) pada masa Perang Dunia II, sehingga masing-masing negara-pun kembali dirundung oleh kekerasan atas keinginan lama para penjajah untuk merebut kembali wilayah mereka semula. Dimana Belanda ingin kembali menguasai wilayah Indonesia, dan Inggris kembali ke wilayah Sarawak, Sabah, Singapura untuk mengambil alih kembali kekuasaan. 

Konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia pada masa kepemimpinan Soekarno, juga meretakkan hubungan negara yang disatukan oleh sejarah ini. Sanjungan sebagai negara "serumpun"-pun. Disematkan karena, ketika melihat penduduk Malaysia atau Melayu, memang tidak ada bedanya dengan yang ada di Indonesia. Wilayah Sumatra masyarakat disana, memiliki pemerintahan kesulatanan, dan sama seperti apa yang dapat kita temukan di negar Malayisa.

Paradigma ini membuat kita selalu merasa ada koneksi yang samar-samar antara satu negara dengan negara lainnya. Kesemuanya sama-sama pernah dijajah oleh bangsa asing, memiliki sejarah panjang masa kuno ketika dipengaruhi oleh kebudayaan India (Hindu-Buddha) serta kebudayaan Cina. Sehingga dapat terlihat sisa-sisa feodalisme yang masih dipertahankan. Indonesia memiliki Kasunan Yogyakarta dan Surakarta dimaan tradisi serta bukti fisik keraton masih dipertahankan dan dilindungi sebagai living heritage serta kebudayaan tangible dan non-tangible. Tidak hanya sejarah, disana terdapat apa yang filsuf Jerman Hegel sebut sebagai "geist" "spirit" yang masih melekat di wilayah Yogyakarta, meski terancam oleh modernisasi. 

Tradisi serta kebudayaan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Thailand melangkah lebih jauh dengan menjadikan sistem pemerintahannya, dengan bentuk monarki absolut. Negeri 'Gajah Putih' ini masih mempertahankan bentuk asli dari pemerintahan monarki, meski negara-negara di sekitarnya sudah beralih kepada demokrasi serta sosialisme, dnegan mengedapankan nasionalisme.

Sekarang kita dihadapkan pada sebuah ketenggelaman sejarah. Saya menggunakan istilah ini bukan dengan dalih bahwa tidak ada manusia di dunia yang tidak mempelajari sejarah. Tentu semua orang mempelajari sejarah, sejarah yang 'baik-baik' terkadang kita khawatir mempelajari sejarah yang dapat merusak tatanan kosmis pemikiran mereka barangkali kebenaran sejarah dapat menyakiti kita seumur hidup serta generasi yang akan datang. 

Tidak bukan itu, ketenggelaman ini adalah sebagai wacana pikiran bahwa semakin banyak orang-orang yang tidak terlalu menganggap bahwa sejarah adalah bagian dari kemajuan roh mereka, kemajuan dari apa yang disebut manusia sebagai 'peradaban'. Peradaban tak ayalnya lepas dari sejarah, mempelajari sejarah seharusnya bukan sekedar seperti mempelajari manual book melainkan menjadi refleksi dalam berkehidupan, melihat sudah begitu banyak kemajuan serta inovasi yang mampu manusia hasilkan dari olah pikir maupun tubuhnya.

Inovasi yang mampu membawa manusia bahkan untuk membenarkan konflik & kekerasan. Yang membawa bangsa-bangsa penjelajah menelusuri hakikat sebuah rempah-rempah.

Kegelimpangan atas konflik yang panjang, sekarang di masa modern dapat kita lihat masih terjadi di negara tetangga Myanmar. Aung San Su Kyii ditahan oleh pihak junta militer yang diketuai oleh Min Aung Hlaing. Menakutkan memang jika hal kudeta tersebut terjadi di Indonesia. Segera Indonesia dan beberapa negara lainnya, berusaha membahas permasalahan krisis-politik di Myanmar melalui forum internasional, ASEAN.

Menlu Retno menggelar pertemuan dengan menlu Thailand dan Myanmar di Bangkok, hari Rabu (24/02). 
Menlu Retno menggelar pertemuan dengan menlu Thailand dan Myanmar di Bangkok, hari Rabu (24/02). 

"Indonesia memilih tidak tinggal diam. Berpangku tangan bukanlah pilihan," kata Retno Marsudi sesudah pertemuan itu. (Dilansir dari BBC.com).

Diskusi formal yang terjadi demi membahas keterbukaan serta harapan yang dapat dihasilkan memang tergolong alot, meski ASEAN sudah menginjak ke yang 53 tahun, namun posisi serta pemanfaatan ASEAN dalam meresolusi konflik yang ditengarai selalu melanda negara-negara anggotanya tergolong sulit serta kurang inklusif, sehingga tetap saja masih terikat pada kepentingan pribadi masing-masing negara. 

Langkah ASEAN dalam mencoba menjadi penengah terutama dalam hal Indonesia, patut diapresiasi sebagai upaya demi meredam ketegangan yang ada. Dan sekarang pemberitaan mengenai kondisi Myanmar memang cenderung stabil, walaupun situasi dapat kembali memanas sewaktu-waktu.

Sejarah adalah bagian dari setiap kemajuan paradigma manusia terhadap segala hal baik yang telah terjadi (masa lalu) masa sekarang (present) serta masa depan (future).

Pandangan kita mengenai sejarah juga membentuk identitas kita, sama halnya ketika melihat bentuk hasil pemikiran manusia lainnya dalam bentuk karya seni musik, tari, bahasa, pakaian hingga makanan bahkan pemikiran filsafat. Maka sejarah dapat menjadi kebanggan akan kemajuan yang terlah diciptakan, juga menjadi bahan pertimbangan bagi manusia yang mempelajarinya untuk melangkah dengan hati-hati menapaki waktu eksistensial yang mereka ciptakan hari ini dan nanti. Saya ingin mengutip apa yang dapat kita pelajari dari filsuf Denmark Soren Kierkegaard mengenai perjalanan hidup.

"Life can only be understood backwards; but it must be lived forwards." 

Konflik, penderitaan, kekelaman, adalah bagian dari pembentukan sehingga negara dapat lahir, namun jangan sampai kita melupakan bahwa kita juga adalah bagian dari lingkungan yang lebih besar, lingkungan Asia Tenggara.

Daftar Pustaka: Misnal Munir, "Filsafat Sejarah" Gajah Mada University Press, cetakan ke-II, Yogyakarta.

bbc.com (Kudeta Myanmar: Menlu RI bertemu menlu Myanmar di Thailand, aktivis prodemokrasi protes keras). 

tirto.id (Sejarah Berdirinya ASEAN & Alasan Diperingati Setiap 8 Agustus)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun