Mohon tunggu...
Farhah nuraz
Farhah nuraz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jual Beli Barang yang Tidak Sesuai antara Lebel dan Harga Asli

30 September 2024   20:11 Diperbarui: 30 September 2024   20:15 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Salah satu bentuk muammalah yang sering dilakukan di tengah masyarakat adalah jual beli. jual beli ini merupakan  suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang dilakukan secara sukarela diantara kedua belah pihak, dimana yang satu menerima benda-benda sementara pihak lain yang menerimanya sesuai perjajian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara' dan sepakati.

Sebelum terjadinya  transaksi jual beli tersebut biasanya konsumen akan memperhatikan harga pada barang tesebut terlebih dahulu. Dimana harga yang sudah di tetapkan harus sesuai dengan kualitas barang yang dijual oleh pedagang. Dengan sistem penetapan harga yang benar yang diterapkan oleh pedagang pembeli dapat melihat terlebih dahulu harga produk yang tertera di bawah produk tanpa harus bertanya terlebih kepada penjual, dimana hal ini memudahkan pembeli dalam proses pembelian suatu barang.

Namun kenyataanya di beberapa daerah yang melakukan transaksi jual beli suatu barang ini dalam pemberian label harga terkadang antara harga label dengan yang tertulis di kasir tidak sesuai, dimana hal ini mengakibatkan produk tersebut memiliki selisih harga yang tidak sesuai dengan harga lebel pada prodak tertentu. Sehingga hal ini menjadi suatu penipuhan bagi pembeli.

Hukum ekonomi syariah merupakan standar atau parameter hukum yang dijadikan sebagai
tolak ukur transaksi ekonomi yang sesuai dengan syariah, sebab agama Islam tidak menginginkan umatnya untuk mengutamakan kepentingan ekonomi di atas kepentingan agama. Hukum Ekonomi Islam mensyariatkan aturan aturan yang berkaitan dengan hubungan antara individu untuk kebutuhan hidupnya, membatasi keinginan-keinginan hingga memungkinkan manusia memperoleh maksudnya tanpa memberi madharat kepada orang lain.

Adapun nilai-nilai ke Islaman yang dapat dijadikan ruh dalam menjalankan aktifitas bisnis Islami adalah pertama, tidak melakukan penipuan, yaitu keadaan dimana salah satu pihak baik penjual ataupun pembeli tidak mengetahui informasi terhadap barang tersebut, baik yang menyangkut kualitas, kuantitas, waktu penyerahan dan harga. Kedua, Tidak melakukan tahrir atau manipulasi (ketidakpastian akad) dengan mengubah sesuatu yang spesifik menjadi sesuatu yang tidak baik dari segi kualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahan.

Jika melihat keterangan diatas maka akad yang di lakukan jual yang memberikan lebel tidak sesuai tersebut tidaklah sah, karena penjual tidak melakukan kewajibannya secara utuh yaitu tidak menjelaskan atau memasang harga barang yang seharusnya dipakai dalam jual beli tersebut. Selain dengan transaksi jual beli yang tidak sesuai dengan label harga yang di lakukan penjual, ini juga mengandung unsur spekulasi karena silisih harga yang terteran tidak diketahui jika ada pembeli yang mengetahuinya. sehingga apabila seorang pembeli tidak cermat dan teliti dalam melakukan transaksi hal semacam ini bisa jadi tidak diketahui, sedangkan dalam hukum ekonomi Islam jual beli dengan tipu daya dan spekulasi itu dilarang,  karena dapat merugikan orang lain.

Hal ini juga telah di atur dalam undang- undang hukum positif terkait penipuhan dalam jual beli yaitu pada Pasal 378 KUHP (Pasal 492 UU no.1 tahun 2023) mengatur tentang penipuan, yang menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menggunakan tipu muslihat untuk mengelabui orang lain dengan maksud untuk memperoleh sesuatu barang atau uang, dapat dihukum dengan pidana penjara.

*pandangan aliran posotivisme hukum dan sosiologi jurisrudensi dalam menganalisis kasus Jual beli barang yang tidak sesuai antara lebel dan harga asli*

Pandangan positivisme hukum menekankan bahwa hukum terdiri dari norma-norma yang tertulis dan diterapkan secara sistematis. Dalam konteks ini, analisis akan fokus pada peraturan yang ada, seperti Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Positivisme akan menilai apakah tindakan penjual melanggar norma hukum yang berlaku, misalnya, apakah ada ketidakjujuran dalam label harga yang dapat dikenakan sanksi. Di sisi lain,  Sosiologi jurisprudensi mempertimbangkan nilai-nilai sosial dan norma yang hidup dalam masyarakat, serta bagaimana hukum seharusnya mencerminkan dan melindungi kepentingan masyarakat.

Kedua pendekatan ini saling melengkapi dimana, positivisme hukum memberikan kerangka normatif yang jelas, sementara sosiologi jurisprudensi menawarkan perspektif yang lebih luas tentang implikasi sosial dari tindakan hukum. Dalam kasus ini, penegakan hukum yang ketat serta kesadaran masyarakat akan hak-haknya sebagai konsumen sangat penting untuk mencegah praktik yang merugikan masyarakat.

Syaripudin, & Zamzam, Analisis Hukum Ekonomi Islam Tentang Transaksi Jual Beli Yang Tidak Sesuai Dengan Label Harga (Studi kasus Alfamart Sudirman 38), Jurnal Hukum Ekonomi Syariah (JHESY), Vol. 02; No. 01; (2023), hlm1-12

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun