Mohon tunggu...
Farhati Mardhiyah
Farhati Mardhiyah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger

Full time copy and content writer Blogger yang punya ketertarikan pada jalan-jalan, makanan, budaya, lingkungan. Magister lingkungan gadungan ini masih belajar untuk siap berkontibusi kepada Indonesia lebih melingkung dan berkelanjutan. Mari berteman di dunia maya dan tatap mata, kindly check IG : https://www.instagram.com/farhatimardhiyah Twitter : https://www.instagram.com/farhatimardhiah Blog : https://www.farhatimardhiyah.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dehumanisasi dalam Revolusi Industri 4.0, Bagaimana Milenial Mengatasinya?

9 Desember 2019   18:32 Diperbarui: 9 Desember 2019   18:31 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bayangkan, kalau kita selalu melakukan share informasi yang belum tentu terkonfirmasi kebenarannya, seberapa banyak dosa yang mengalir?. 

Berita hoaks memang sangat merugikan, berpotensi memecah perdamaian, persatuan, dan sebenarnya sudah terjadi sejak Jaman Rasulullah.  Dari Kitab Sirah Nabawiyah Karya Ibnu Hisyam, Sekertaris Jenderal Kementrian Agama Prof.Dr.Phil. M. Nur Kholis Setiawan menyampaikan kisah tersebarnya berita hoaks yang menimbulkan kecemburuan dan suudzon pada Nabi Muhammad SAW.

Sekertaris Jenderan Kementerian Agama, Prof.Dr.Phil. M. Nur Kholis Setiawan
Sekertaris Jenderan Kementerian Agama, Prof.Dr.Phil. M. Nur Kholis Setiawan

Pada kisah tersebut sebenarnya mengajarkan kita bahwa akan selalu ada namanya lover dan haters, semua tergantung pribadi masing-masing ingin mendapatkan kebaikan lebih karena menyebarkan informasi baik atau sebaliknya.

Dikutip juga dari kitab Ushul Fiqh Jam'ul Jawami karya As-Subki, perihal Haram, Halal dan Mubah, sebenarnya memberikan informasi bagi kita adalah hal yang mubah karena sifatnya tidak wajib, jika informasi itu mengandung hal positif dan baik hingga membuat orang terpengaruh berbuat baik, maka itu adalah kewajiban kita untuk share dan apa yang dilakukan mendapatkan pahala.

Dari penjelasan tersebut, saring sebelum sharing memang paling tepat dalam menyebarkan informasi, jangan asal klik tombol share.

Cara Mengenali Berita Hoaks

Kemudahan teknologi saat ini mempermudah berita tersebar dan diterima oleh masyarakat. Dari total populasi penduduk Indonesia 264,16 juta jiwa, 64,8% sudah menggunakan internet, artinya sangat rawan dalam menyebarkan dan menerima berita hoaks. Untuk itu, Bapak Anthonius selaku PLT Direktur Pengedalian Aplikasi Informatika- Kominfo memberikan ciri-ciri pesan atau informasi yang bersifat hoax, yaitu.

  1. Pesannya sepihak, hanya membela atau menyerang saja.
  2. Sering mencatut nama nama tokoh seakan berasal dari tokoh itu.
  3. Memanfaatkan fanatisme dengan nilai-nilai ideologi atau agama untuk meyakinkan.
  4. Judul  atau tampilan provokatif.
  5. Judul dengan isi atau link yang dibuka tidak cocok.
  6. Minta dishare atau diviralkan.

Kalau sudah mengenali ciri-ciri tersebut, ada baiknya tidak langsung melakukan share tapi cek terlebih dahulu. Salah satu cara cek kebenaran berita atau informasi, kunjungi situs stophoax.id dan situs ini juga bisa melakukan pengaduan jika kita menemukan adanya berita hoaks. Cara mengadukan berita hoaks kurang lebih dapat dilakukan melalui jalur yang tertera pada gambar di bawah ini.

Imbangi Teknologi dengan Kekuatan Spiritual

Selain arus media sosial yang sangat masif, berdasarkan penelitian, rasa keinginan belajar agama pada usia Millenial tiap tahunnya semakin berkurang. Millenial lebih memilih mencari pengetahuan agama melalui media sosial, padahal mendapatkan pengetahuan agama harus secara kaffah, dimulai dari syariah, muamalah, akidah, dan akhlaq.

Fenomena media sosial menimbulkan tren milenil lebih banyak memilih memandang agama secara agnostik. Percaya dan memahami keberadaan Tuhan, tapi tidak mempercayai ajaran agama. Contohnya, banyak yang beragama muslim tapi memahami keberadaan Tuhan hanya dari segi berbuat baik, tidak secara utuh menjalani ajaran agama secara syariah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun