Mohon tunggu...
Farent B. Sagala
Farent B. Sagala Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Asisten Rumah Tangga

Manusia yang belajar di jurusan PKn. Saya orangnya sok edgy, sok lucu, hanya soklin pemutih.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jomlo adalah Pahlawan

9 Desember 2019   09:44 Diperbarui: 9 Desember 2019   09:50 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jomblo menjadi sebuah predikat yang hina di Indonesia. Hal tersebut bisa dilihat dari banyaknya bertebaran jokes jomblo di masyarakat Indonesia. Banyak masyarakat Indonesia resah dengan kehadiran jomblo, bahkan jomblo pun resah dengan adanya jomblo. Mereka dianggap hina karena asumsi jomblo berarti tidak ada yang mau, apabila 'nembak' selalu ditolak.

Tidak semua jomblo tercipta karena terjadinya penolakan di masyarakat pada saat spesies ini  menyatakan perasaannya. Beberapa spesies justru tidak pernah mendapatkan penolakan namun menyatakan jomblo sebagai pilihan. Ada juga yang pernah mendapatkan penolakan dan akhirnya mendeklarasikan diri bahwa jomblo adalah prinsip (baca: pembenaran). Namun terlepas dari bagaimana latar belakang mereka bergabung dalam kelompok ini, mereka adalah pahlawan yang relevan di jaman sekarang. 

Di Indonesia, memiliki kekasih menjadi tuntutan di banyak masyarakat, yang membuat cinta, asmara menjadi isu yang banyak digemari. Itulah mengapa kita banyak menemukan film layar lebar, sinetron, lagu yang bercerita tentang cinta dan banyak yang laris manis di pasaran. Hal itu sangatlah beralasan karena cinta membuat hidup menjadi sangat berwarna. Kalau kata Bu Angga "hidup tanpa cinta itu bagai nongkrong tanpa gibah."

Namun banyak yang memaknai cinta hanyalah "aku suka sama kamu, denganmu aku akan bahagia, aku mau kamu jadi pacarku". Malah lebih parahnya lagi ada yang memaknai cinta hanyalah tentang adegan setelah "raaa, biiim". Padahal ruang lingkup cinta lebih luas dari itu. Cinta akan memengaruhi banyak hal.

Cinta akan berpengaruh terhadap beberapa aspek pada diri kita sendiri seperti ekonomi, sosiologi, psikologi, dan pada akhirnya negara akan terkena dampaknya sehingga memengaruhi aspek kebijakan publik, ekonomi negara, kurikulum pendidikan nasional, politik, industri hiburan, dan masih banyak lagi. Cinta akan berdampak pada kebahagiaan banyak orang termasuk anak dan cucu kita nanti.  

Hal itu terjadi karena cinta adalah salah satu motivasi terbesar seseorang melakukan sesuatu. Sangat mungkin kita termotivasi untuk menjadi orang yang lebih baik, namun tidak jarang juga malah menjadi lebih buruk setelah mengenal cinta. Apalagi apabila kita melihat ke jendela yang lebih besar, asmara dengan pacarannya akan berakhir pada pernikahan, dan memiliki keturunan.

Saat menikah, kita akan berbagi kebahagiaan ataupun kesusahan dengan orang yang kita pilih. Pada fase ini kita akan bertarung untuk sebuah kondisi. Apakah kita akan menjadi keluarga yang berbahagia, atau kita hanya akan menjadi bagian dari angka-angka yang akan disebutkan sebagai kegagalan pemerintah. Semua itu adalah akibat dari pilihan. Apakah kita mau atau tidak untuk diajak atau mengajak orang lain hidup susah.

Itu adalah alasan saya tidak menyukai lagu yang berlirik "terimalah lagu ini dari orang biasa, tapi cintaku padamu luar biasa. Aku tak punya bunga, aku tak punya harta, yang kupunya hanyalah hati yang setia tulus padamu". Saat saya mendengar liriknya yang saya pikirkan adalah hujatan "makan tuh cinta" ---yang keluar dari mulut orang tua di FTV. Pada saat saya kecil hujatan tersebut terdengar sangat jahat, namun sekarang hujatan itu terasa amatlah rasional. 

Namun lagu tersebut sangat laris. Dapat diasumsikan banyak orang Indonesia merasa terwakili dengan lagu tersebut. Mungkin itu terjadi karena masyarakat Indonesia masih sangat menyukai narasi "aku cinta dia apa adanya kok" padahal itu artinya kita mau untuk diajak susah.

Lalu pada bagian akhir lagu disebutkan "terimalah cintaku yang luar biasa, tulus padamu". Ada orang biasa, yang tidak punya apa-apa lalu ingin cintanya diterima sama orang yang seperti bidadari lalu menyebut itu adalah cinta yang tulus. Menarik. Cinta bukanlah sekedar untuk memiliki orang lain untuk membuat diri sendiri bahagia.

Betul karena cinta kita ingin memiliki orang yang kita cintai, namun saat konsepnya hanya seperti itu kita hanya akan mengeksploitasi pasangan supaya kita bahagia dan saat sudah tidak bahagia kita akan meninggalkan pasangan kita. Cinta seharusnya adalah untuk membuat orang yang kita cintai bahagia.

Kita tidak lagi memprioritaskan diri sendiri, namun kita memprioritaskan kebahagiaan orang lain. Saat mencintai seseorang rasanya tidak apa-apa bila kita apa-apa karena yang paling penting adalah orang yang kita cintai tidak apa-apa. Saat mencintai seseorang kita ingin orang yang kita cintai berkembang menjadi orang yang paling sempurna yang dia bisa. 

Oleh karena itu dalam konsep asmara, lagu yang berlirik "jangan cintai aku apa adanya jangan, tuntutlah sesuatu biar kita jalan ke depan" memiliki konsep yang ideal. Saat dua sejoli saling menuntut untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Konsep tersebut dituliskan dalam Falsafah Sunda 'Silih Asih, Silih Asah, Silih Asuh'. Saling mengasihi, saling mengasah, saling membimbing. Maka saat mencintai seseorang, kita memegang tanggung jawab untuk membuat orang yang kita cintai lebih baik lagi. 

Itulah alasan mengapa jomblo adalah pahlawan. Saat mereka sadar dirinya masih orang biasa. Saat merasa dirinya masih sampah. Mereka tahu bahwa saat bersamanya orang yang dia cintai tidak akan bahagia sepenuhnya. Oleh karena itu mereka merelakan orang yang dicintainya bersama orang lain yang lebih bisa membuatnya menjadi pribadi yang lebih baik lagi, dan lebih bahagia.

Saat mereka tahu orang yang dicintainya sudah bahagia, mereka akan lebih nyaman tinggal dalam kesendirian. Mengutip lirik lagu Tulus, "biarkanku memelukmu tanpa memelukmu mengagumimu dari jauh, aku menjagamu tanpa menjagamu menyayangimu dari jauh. Bukan tak percaya diri tapi aku tahu diri." Pada akhirnya mereka bisa melihat dirinya seperti adegan akhir "Train to Busan" saat karakter yang diperankan Oppa Gong Yoo tersenyum lalu lompat dari kereta demi melindungi orang yang dicintainya. Sembari waktu berjalan Jomblo ini sebisa mungkin menjadi pribadi yang lebih baik.

Apabila Haji Agus Salim mengatakan 'Leiden Is  Lijden!' yang berarti Memimpin adalah Menderita, maka saya---berbekal Google Translate---mengatakan 'Liefhebben is Lijden'. Mencintai berarti menderita.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun