Selain adanya dampak yang ditimbulkan oleh manusia, isu lahan kritis di Manggarai Timur terjadi oleh karena dampak perubahan iklim. Wilayah Manggarai Timur merupakan daerah yang memiliki iklim panas. Kemarau panjang kerap kali menjadi pemangku iklim tetap di wilayah ini. Hal ini pun menyebabkan berbagai isu lingkungan yang menjadi momok mengerikan lainnya. Secara sederhana dapat dipahami bahwa kemarau panjang merupakan keadaan dimana intensitas matahari lebih besar dibandingkan rerata cuaca di suatu daerah. Intensitas matahari yang besar menyebabkan kandungan air di bawah tanah lambat laun menipis. Secara pasti bahwa tanah akan mengalami penurunan kualitas sehingga tidak mampu lagi mengimbangi kebutuhan manusia.
Jika diamati dari perspektif hukum, pengelolaan isu lingkungan di Indonesia di atur dalam UU RI No. 23 Tahun 1997 (Bab 1 tentang ketentuan umum, pasal 1 butir 2) diterangkan bahwa pengelolaan lingkungan meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan. Dalam bab 3 pasal 6 butir 1, Negara mengatur kewajiban setiap warga negara memelihara kelestarian fungsi lingkungan serta mencegah dan menanggulangi isu kerusakan lingkungan. Menilik paradigma hukum sebagaimana yang telah diterangkan di atas, lingkungan seharusnya mendapatkan perlakuan yang sama. Berkaca pada alam Manggarai Timur, realitas menggambarkan bahwa adanya sinergi yang tidak komperhensif. Acap kali hal ini menimbulkan pemahaman bahwa perlu adanya langkah solutif guna mengatasinya. Solusi yang berlangsung pun perlu didasari dengan tantangan zaman yakni efektif dan berkelanjutan.
Budi Daya Bambu: Akses Menuju Pembangunan Ekologis
Tanaman bambu merupakan jenis rumput-rumputan dengan rongga dan ruas pada batangnya. Secara ekologi, bambu mampu menjadi solusi dari ancaman lingkungan dan perubahan iklim. Tanaman bambu juga mampu menyerap air hujan yang cukup besar, sehingga dapat mencegah kemungkinan terjadinya aliran langsung dan erosi (Raka, 2020). Pemahaman terkait dampak positif bambu terhadap lingkungan menjadi perhatian berbagai kalangan. Sadar akan hal ini, Yayasan KEHATI bekerjasama dengan LSM Yayasan Ayo Indonesia, Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis bersama masyarakat melalui dukungan CIMB Niaga melakukan restorasi melalui penanaman bambu di Desa Rana Kalong, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur. Tanaman bambu ini ditanam sebagai pembatas di blok pemanfaatan dan blok lindung.
Menurut Widjaja (2004), cepatnya pertumbuhan bambu disbanding dengan pohon kayu, menjadikan bambu diunggulkan sebagai jenis tanaman yang dapat meminimalisir masalah deforestasi. Dengan system perakaran yang sangat rapat dan menyebar ke segala arah, baik menyamping atau pun ke dalam, bambu memiliki keunggulan sebagai tanaman konservasi lingkungan dalam menjaga ekosistem air di tanah. Sejalan dengan itu, bamboo juga dapat menjadi tanaman rehabilitasi guna mengembalikan fungsi lahan sebagai penahan air, pengendali erosi, siklus hara dan pengatur iklim mikro. Dalam kaitannya dengan upaya mitigasi perubahan iklim, pengembangan tanaman bambu juga dapat meningkatkan penyerapan karbon. Berdasarkan penelitian yang ada, tanaman bambu dapat menyerap lebih dari 62 ton/ha karbondioksida tiap tahunnya.
Berdasarkan fakta yang telah dikuak di atas, pelestarian tanaman bambu merupakan langkah yang efektif dan optimal. Hal ini didasari oleh rentang waktu pelestariannya yang tidak membutuhkan waktu yang begitu lama karena bambu dapat mencapai usia dewasa pada umur 3-6 tahun. Selain itu, penanaman bamb juga tidak memerlukan biaya yang mahal selayaknya tanaman kayu-kayuan karena tanaman bamboo merupakan tanaman rakyat yang murah dan mudah didapatkan. Di samping adanya fakta tersebut, tanaman bambu memiliki akar rimpang yang sangat kuat. Struktur akar ini menjadikan bambu dapat mengikat tanah dan air dengan baik. Berbeda dengan pepohonan yang hanya menyerap 35-40% air hujan, bambu dapat menyerap air hujan hingga 90%.
Penutup
Lahan Kritis menjadi fenomena yang sangat krusial. Penting bagi kita generasi muda menilik masalah ini sebagai hal yang patut ditindaklanjuti dengan bijak dan serius. Sembari kita melangkah, perlu adanya langkah rasional sehingga masalah ini dapat terselesaikan. Dibutuhkan pula sinergi dari setiap pelaku kemasyarakatan, baik itu pemerintah, pihak swasta, kaum muda, maupun tokoh masyarakat demi menanggulangi masalah ini. Kiranya langkah solutif yang telah dijabarkan di atas, mampu menjadi pertimbangan yang penting dalam menyelesaikan permasalahan lahan kritis.
I Dewa Nyoman Raka, (2020). Pelestarian Tanaman Bambu Sebagai Upaya Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah di Daerah Sekitar Mata Air Pada Lahan Marginal di Bali Timur . Agrimeta.
Imami, E. N. (2020). Manajemen Data Spasial: Pemetaan Lahan Kritis Berbasis Sistem Informasi Geografis. ResearchGate.