Mohon tunggu...
Farelino Reynard
Farelino Reynard Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Puitis dan berjiwa seni

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Budi Daya Tanaman Bambu: Upaya Pemulihan Lahan Kritis yang Efektif dan Berkelanjutan

2 Januari 2025   18:45 Diperbarui: 2 Januari 2025   18:51 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: batukita.com

Pendahuluan

Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup keseluruhan komponen biosfer yang bersifat siklis termasuk komponen atmosfer, tanah, batuan induk, relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala unsur timbal-balik yang ditimbulkan oleh adanya aktivitas yang mempengaruhinya ada. Hal ini berpengaruh pada penggunaan lahan oleh manusia pada masa sekarang maupun masa yang akan datang (Imami, 2020). Undang-Undang Nomor 37 tahun 2014 menyebutkan bahwa, lahan merupakan bagian daratan dari permukaan bumi sebagai suatu lingkungan baik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi, dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia. Secara eksplisit dapat dipahami bahwa lahan menjadi sesuatu yang bersifat fundamental terhadap ekosistem yang dipengaruhi oleh manusia.

Lahan sebagai suatu sistem mempunyai komponen-komponen yang terorganisir secara spesifik dan perilakunya menuju pada sarana-sarana tertentu. Hal ini mencakup keseluruhan efisiensi yang ada pada suatu lahan yang sekiranya mampu menunjang kebutuhan ekosistem serta pola biologis, contohnya dapat berupa peningkatan kualitas lahan melalui penanaman yang konsisten tanpa sedikit pun mengurangi nilai guna lahan. Secara sederhana, nilai guna lahan dapat dipahami sebagai kondisi di mana lahan mampu memberi daya dukung yang baik terhadap ekosistem yang berlangsung di sekitarnya, terutama menunjang kebutuhan hidup manusia.

Lahan Kritis: Wujud Fenomena Kontekstual

Hakikatnya, semua lahan mampu menunjang  segala bentuk kebutuhan manusia. Namun di samping itu, kerap kali pemanfaatan lahan tidak diimbangi dengan rasionalisme yang menyebabkan paradigma pemanfaatan lahan cenderung terjerumus pada ekstrim tertentu. Selain itu, ada peristiwa alamiah yang menyebabkan lahan tidak berpotensi menjadi kawasan penyalur kebutuhan yang efektif. Hal ini yang kemudian menimbulkan perspektif lain yang mengenai adanya lahan kritis.

Lahan kritis kerap kali menjadi momok yang krusial, terutama bagi masyarakat Indonesia yang menekuni sektor pertanian. Lahan yang rusak tidak sekedar timbul. Pasti ada penyebab yang menjadi dasar adanya fenomena tersebut. Dikaji dari materi Sustainable Development Programs (SDGs) terkait manajemen lahan kritis, terdapat sekurang-kurangnya empat penyebab timbulnya lahan kritis, antara lain aktivitas penambangan, aktivitas pertanian, aktivitas pembangunan, dan erosi. Lahan kritis akibat kegiatan pertambangan terjadi karena hilangnya vegetasi penutup lahan, perubahan topografi dan juga perubahan struktur lapisan tanah. Sedangkan pada sektor pertanian, cenderung berdampak negatif apabila adanya penggunaan polutan berbahaya yang mengancam struktur tanah. Selain itu, adanya aktivitas pembangunan yang masif dapat memberi efek samping yang menyebabkan adanya ketimpangan hara, pencemaran lingkungan, dan degradasi akibat galian C dan alih fungsi lahan. Sedangkan erosi cenderung mengarah pada fenomena alamiah yang berasal dari alam itu sendiri yang menyebabkan tanah mengalami pengikisan padatan. Perlu adanya langkah solutif yang dapat menangani permasalahan ini.

Masih pada konteks yang sama, masalah lahan kritis kerap kali menjadi fokus pemerintah. Beberapa daerah, khususnya daerah-daerah yang memiliki kuantitas air yang cenderung sedikit, sering mengalami masalah yang sama. Problematika ini kerap menghantui warga yang memiliki pengharapan hidup pada inovasi pemanfaatan lahan, seperti pertanian dan perkebunan. Namun, sering kali pemanfaatan tidak optimal dan sama sekali tidak menjawabi kebutuhan lahan. Hal ini kemudian melahirkan pandangan baru terkait solusi bijak yang perlu dilakukan agar permasalahan ini dapat teratasi. Sejalan dengan itu, muncul fakta lapangan terkait kebenaran adanya permasalahan ini. Salah satu yang gencar digaungkan yakni permasalahan lahan kritis yang ada di Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Problematika Lahan Kritis di Manggarai Timur

Kabupaten Manggarai Timur merupakan salah satu daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki luas wilayah mencapai 2.643,41 kilometer persegi. Daerah ini didominasi oleh kawasan lahan kering. Dari data yang ada, kawasan ini didominasi oleh lahan kritis. Luasnya mencapai 6.509,25 Ha (7,23%) membuat Kabupaten Manggarai Timur memerlukan program konservasi untuk menambah luasan vegetasi hutan. Dikaji dari pertemuan yang dilakukan oleh Pusat Pengendalian Pembangunan Bali Nusra bersinergi dengan DLH Kab. Manggarai, tercantum bahwa ada beberapa isu krusial terkait adanya fenomena lahan kritis yang terjadi di daerah Manggarai, khususnya daerah Manggarai Timur. Permasalahan tersebut antara lain, yakni tingginya konversi lahan, khususnya pada kawasan-kawasan resapan air, turunnya kualitas dan debit air sungai akibat kemarau yang panjang serta rusaknya kawasan hulu serta sempadan sungai, sedimentasi dari aliran hulu sungai, belum optimalnya koordinasi dan sinergi antar pemangku kepentingan dalam mengelola lingkungan, serta pengelolaan lingkungan hidup belum dilaksanakan secara terintegrasi dan terpadu dari hulu ke hilir.

Fakta yang telah dikuak membuktikan bahwa fenomena lahan kritis telah menggerus bukan hanya pada lingkungan, melainkan menimbulkan dampak yang signifikan terhadap lapangan kerja sebagian besar masyarakat. Kebanyakan masyarakat Manggarai Timur meningkatkan kualitas ekonomi mereka melalui pemanfaatan lahan. Di samping itu, lahan yang ada tidak begitu optimal untuk dimanfaatkan. Hal ini terjadi karena masifnya konversi lahan tanpa memperhitungkan daerah resapan di kawasan tersebut. Salah satu paeradigma yang salah yakni ketika pemerintah memfokuskan pengembangan sumber daya manusia. Memang, nyatanya bahwa peningkatan kualitas sumber daya alam mempunyai solusi yang cenderung lebih mudah, yakni dengan meningkatkan mutu pendidikan dan perluasan lapangan kerja. Kajian ini akan berfokus pada perluasan lapangan kerja.

Perluasan lapangan kerja menjadi isu penting di daerah Manggarai Timur. Hal ini karena jumlah usia produktif di daerah Manggarai Timur meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun. Tentunya menyikapi adanya fenomena ini, pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta melakukan pembangunan dan perluasan kawasan industri. Namun, kembali tantangan mencuat tatkala isu lingkungan menjadi korban dari adanya kebijakan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun