Mohon tunggu...
Farelin Duwarti Aulia
Farelin Duwarti Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Pendidikan Administrasi Perkantoran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Manusia biasa yang suka membaca dan berimajinasi.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Mikroagresi: Sadarkah Kita akan Dampaknya terhadap Orang Sekitar?

11 Desember 2024   21:35 Diperbarui: 11 Desember 2024   21:51 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Pernahkah kamu merasa tersudut atas kalimat yang dilontarkan oleh orang lain kepadamu? Padahal, pada awalnya kamu memang merasa bahwa lawan bicara bermaksud memberikan pujian ataupun suatu komentar yang sifatnya positif, tapi kenapa lama-kelamaan kamu malah merasa tidak nyaman atas alur pembicaraan tersebut sih? Nah, hal tersebut biasanya terjadi tanpa kita sadari lho.

Orang-orang cenderung memberikan komentar secara spontan terhadap apa yang mereka lihat, hal tersebut kemudian memicu terjadinya interaksi berkelanjutan yang dapat mengarah pada suatu tanggapan berupa kritik, saran, atau pujian. Kamu mungkin pernah merasa, mengapa kalimat pujian yang dilontarkan oleh seseorang membuat kita justru merasa disudutkan pada suatu titik tertentu ya?

Kita perhatikan contoh ilustrasi berikut, kamu adalah seorang aktivis organisasi perkuliahan yang selalu menyelesaikan segala pekerjaanmu dengan cermat, tepat waktu, dan memiliki branding diri yang baik, oleh kerena itu, orang-orang tak pernah luput memberikan pujian terhadap kinerjamu sewaktu-waktu.

Pada suatu kesempatan, kamu dan rekan sejawatmu mengadakan perayaan kecil-kecilan setelah menyelesaikan proker besar-besaran. Salah satu temanmu membuka pembicaraan dengan pujian tipis-tipis yang diarahkan kepada kamu. Kinerja baikmu yang sukses membuat semua orang menaruh harapan lebih atas potensi dirimu dijadikan perbincangan hangat pada percakapan mereka.

Mula-mula kamu merasa senang bisa mendapatkan feedback baik sesuai dengan harapanmu, namun lama-kelamaan, kamu mulai merasa bahwa alur percakapan yang terjadi tidak lagi mengarah sesuai bayanganmu, sayangnya, secara spesifik kamu tidak dapat mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi pada dirimu.

“Wajar saja dia disegani, kinerjanya luar biasa walau penampilannya tidak begitu menarik, sekarang kita kan jadi tahu bahwa penampilan tidak menentukan segalanya.” Ujar salah satu rekanmu disela-sela perbincangan yang tengah berlangsung.

Pada awalnya, kamu hanya ikut tertawa karena orang-orang disekitarmu terlihat menanggapi pernyataan tersebut sebagai lelucon belaka. Tapi kemudian hal yang serupa terjadi berulang-ulang, hingga tanpa sadar kamu mulai tidak dapat menanggapinya dengan senyuman dan merasa bahwa apa yang mereka lontarkan tidak lagi lucu.

Satu sisi dalam dirimu mendorongmu untuk menanggapi apa yang mereka lakukan, namun kamu masih merasa ragu, apakah berlebihan ya jika kamu menanggapi hal tersebut dengan serius? Bagaimana jika sebenarnya mereka tidak memiliki maksud buruk atas apa yang mereka ucapkan dan hanya dirimu saja yang terlalu perasa?

Pada tahap ini, sering kali kita akan menganggap perasaan kita tidak lebih penting dari pandangan orang lain. Kita merasa khawatir apabila orang-orang akan merasa tidak nyaman atas respon yang kita berikan terhadap hal-hal sepele.

Pernahkah kamu mendengar istilah mikroagresi? Istilah tersebut sering diartikan sebagai perundungan terselubung, dalam artian yang lebih luas, mikroagresi adalah suatu tindakan atau komentar yang dilontarkan secara halus namun menyinggung yang ditujukan baik secara verbal maupun non-verbal terhadap individu atau kelompok. Hal ini sering dilakukan secara tidak sadar dalam keadaan tertentu sehingga kerap membuat orang yang menerima tindakan ini tidak dapat merasakan niat buruk atas apa yang dia terima.

Tindakan ini mungkin terdengar sepele, tapi dampak yang dirasakan oleh korban dapat menjadi pemicu menurunnya kesehatan mental bahkan timbulnya gangguan psikologis. Korban yang mengalami perundungan terselubung cenderung memendam apa yang dirasakannya karena merasa cemas jika apa yang ada dipikirannya adalah suatu kekhawatiran yang sebenarnya tidak pernah terjadi.

Dalam kasus ini, para pelaku mungkin tidak merasa apa yang mereka lakukan adalah sebuah perundungan yang menyudutkan orang lain, apalagi dengan respon korban yang terlihat tidak terganggu. Mereka tidak akan berhenti sampai korban angkat bicara dan menyampaikan apa yang dia rasakan, dan sayangnya, sulit bagi korban dapat melakukan hal tersebut tanpa bantuan orang lain.


Mengesampingkan hal tersebut, semua orang memiliki cara yang berbeda-beda dalam mengolah emosinya, sebagian orang mungkin merasa tidak terganggu dan tetap berfokus pada dirinya sendiri daripada apa yang dikatakan orang lain, tapi tidak untuk sebagian yang lain, mereka mungkin merasa terbebani oleh tekanan dari lingkungan di sekitar mereka sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman.

Perilaku perundungan terselubung ini dapat berujung pada tindakan diskriminasi terhadap individu atau kelompok yang menjadi sasaran. Perasaan tidak senang menjadi faktor pendorong yang cukup bagi pelaku tindakan mikroagresi untuk terus-menerus menyudutkan korbannya. Dampak psikologis yang akan dirasakan oleh korban harus mendapatkan perhatian khusus dalam kasus ini.

Penting bagi kita untuk selalu memahami akibat yang akan timbul dari segala sesuatu yang kita perbuat, jika kamu merasa khawatir bahwa perkataanmu mungkin akan menyinggung orang lain, maka diam akan menjadi keputusan terbaik yang kamu ambil. Menghargai orang lain adalah etika tak tertulis yang wajib dan berhak dilakukan juga diterima semua orang.

Untuk itu, sebagai mahasiswa yang terpelajar, sudahkah kita sepenuhnya sadar akan pengaruh yang kita bawa kepada orang-orang disekeliling kita?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun